Minggu, 06 Mei 2012


A.Hubungan Antara Tanaman dan Tanah

         Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kerak bumi yang telah mengalami pelapukan serta ditambah dengan produk-produk dekomposisi makhluk hidup dan organisme mati. Campuran tanah terdiri dari udara, air, dan berbagai organisme hidup seperti algae, bakteri, fungi, akar tumbuhan, hewan dan serangga tanah. Tanah dapat diklasifikasikan menurut sifat dan cirinya, dengan bantuan profit tanah. Profil tanah dapat dibuat dengan potongan vertikal dan top soil (lapisan atas) ke lapisan bahan induk. Potongan vertikal tanah tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa horizon. Dari segi edapologi dan pedologi yang paling penting adalah top soil atau horizon A, sub-soil atau horizon B, dan horizon C. Lapisan litter biasanya menutupi top soil. Sering sekali horizon A dan B sukar dibedakan. Lapisan litter pada tanah-tanah tropis sangat tropis akibat tingginya temperatur dan kelembaban yang mempercepat taju dekomposisi lapisan tersebut. Tanah sangat diperlukan dalam pembudidayaan tanaman. Semenjak pertanian berkembang, konsep tanah yang sangat penting adalah konsep sebagai media alami untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian manusia dapat
membudidayakan tanaman tanpa memakai tanah yang dikenal dengan “hidroponik”, tetapi hanya sedikit sekali tanaman yang dapat tubuh secara alami tanpa tanah. Parasit memperoleh kebutuhannya dan tumbuhan-tumbuhan, dan beberapa lichens dapat tumbuh langsung pada batu-batuan, akan tetapi kebanyakan tanaman memerlukan tanah untuk pertumbuhannya mencapai dewasa. Biji-biji yang jatuh pada batu-batuan atau lingkungan yang tidak ada tanah dapat berkecambah jika tersedia air, akan tetapi segera mati bila tanaman mulai besar. Tanah menyediakan unsur hara yang penting untuk pertumbuhan, air yang merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk fotosintesis, dan udara yang diperlukan oleh akar untuk respirasi. Tanah juga merupakan medium, dimana akar dapat menyebar, oleh karena itu memperkuat tanaman dan meningkatkan suplai makanan yang tersedia. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang dapat mencegah penetrasi akar sangat tertekan pertumbuhannya dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah dimana akar dapat menyebar dengan mudah. Oleh karena luas permukaan akar yang besar maka kontak akar tanaman dengan tanah semakin besar. Tidak hanya tanah mempengaruhi tanaman, tetapi tanaman juga mempengaruhi tanah baik secara fisik maupun kimiawi. Penetrasi akar dapat membantu pemecahan partikel-partikel besar tanah, sedangkan sekresi CO2 dan bahan lain oleh akar-akar memecahkan mineral-mineral. Oleh karena tanah merupakan bagian lingkungan tanaman yang penting, tanaman yang tumbuh secara alami dapat dikelompokkan men urut jenis tanah seperti pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Pengelompokkan Tanaman Menurut Jenis Tanah Tanaman Jenis Tanah Oxylophytes Tanah masam Calciphytes Tanah alkalin Halophytes Tanah satin Psammophytes Tanah berpasir Chasmophytes Zona batuan Lithophytes Permukaan batuan Jumlah hara dalam tanah dan kemampuannya menyimpan udara dan air sangat bervariasi. Hutan hujan tropis yang kaya dengan vegetasi, biasanya tanahnya mengandung sedikit unsur hara. Tanah-tanah yang mengalami proses pelapukan sangat cepat menyebabkan hara-hara yang tidak diserap oleh tanaman kebanyakan tercuci keluar sistem. Unsur hara yang dilepaskan dan proses dekomposisi Jitter hanya berada sekejap di dalam tanah karena segera diambil dan disimpan oleh tanaman. Penebangan dan pembersihan (clearing) hutan-hutan terjadi akan menimbulkan pencucian yang sangat berat, sehingga jika tidak dilakukan pemupukan buatan, tanah tersebut hanya dapat ditanami dalam beberapa tahun, selanjutnya tidak dapat lagi mendukung pertumbuhan tanaman. Jika tanah tersebut ditinggalkan, maka terbentuk hutan sekunder yang vegetasinya tidak sebanyak hutan primer dan terdiri dan pohon-pohon yang lebih kecil dan hutan primer. Hutan sekunder ini diawali dengan tumbuhnya semak-semak. Pada zaman dulu waktu sebelumnya pembersihan hutan sekunder secara periodik untuk ditanami tidak merusak karena hutan ditinggalkan dan tidak diganggu selama bertahun. Akan tetapi beberapa daerah tropis yang penduduknya sangat padat, waktu yang diperlukan untuk membentuk hutan sekunder berkurang secara drastis (Vickery, 1984). B. Formasi Tanah Jenis tanah yang terbentuk dalam berbagai situasi tergantung paling tidak pada iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Di antara faktor-faktor itu, waktu merupakan faktor yang netral. Kelima faktor tersebut sating berhubungan satu sama lainnya (Jenny, 1941 c/a/am Notohadiprawiro dan Hastuti, 1978). Kebanyakan tanah berada pada tingkat evolusi yang lambat. Namun demikian pada tanah hutan hujan tropis yang pelapukannya tinggi dan tidak diganggu oleh manusia, tanah-tanah tersebut berada dalam kondisi yang mantap dan berada dalam keseimbangan dinamis dengan lingkungan sekelilingnya. Pelapukan batuan baik secara fisik dan kimiawi menghasilkan bahan induk tanah yang juga dikenal dengan istilah “regoilith”. Menurut Foth (1995), regolit sendiri dapat diartikan sebagai selimut yang tidak kuat pada batuan yang dapat dilapuk dan bahan tanah pada permukaan bumi. Pelapukan secara fisik kurang penting di daerah tropis dibandingkan pada iklim yang lebih dingin, di mana temperatur yang ekstrim dapat memecahkan bebatuan. Akan tetapi tanaman tropis seperti Ficus umbrella memiliki perakaran yang dapat melakukan penetrasi ke dalam batuan yang dapat menyebabkan disintegrasi mekanik. Aksi abrasif atas partikel-partikel yang terbawa oleh air dan angin juga dapat membantu pengikisan batuan besar. Pelapukan secara kimia merupakan aspek yang sangat penting dalam proses formasi tanah di daerah tropis. Regolit di tanah tropis sangat dalam, dapat mencapai 50 meter atau lebih. Pelapukan secara kimia disebabkan oleh proses-proses hidrolisasi, oksidasi, hidrasi dan karbonasi. Pelapukan kimiawi banyak ditimbulkan oleh bahan yang bersifat asam yang terlarut dalam air tanah. CO2 atmosfir larut dalam air hujan atau hasil respirasi. Perakaran yang larut dalam air tanah merupakan asam-asam lemah. Di samping itu asam-asam organik juga dihasilkan selama proses dekomposisi litter. Asam-asam tersebut mengikis dan menyebabkan disintegrasi (penghancuran) bebatuan. Akar-akar fungi dan lichens mengeksresikan bahan-bahan bersifat asam yang berperan sama dengan asam-asam lainnya sehingga melepaskan hara bagi tanaman dan menyebabkan penghancuran bebatuan. Bila lichens mati maka produknya memperkaya dan menjadi bahan pembentuk tanah sehingga Tumbuhan Xerophytes dapat tumbuh pada bebatuan tersebut. Bahkan tumbuhan-tumbuhan lain dapat tumbuh ‘dan kelompok tumbuhan sebelumnya menjadi mati. Pelapukan kimiawi mengubah mineral primer menjadi mineral sekunder seperti hat dan bahan-bahan terlarut. Bahan-bahan terlarut bisa jadi hilang seluruhnya disebabkan oleh tercuci air hujan seperti yang terjadi pada hutan hujan tropis, atau bisa saja tercuci jauh ke dalam tanah seperti di beberapa hutan gugur tropis dimana curah hujannya lebih rendah. Liat merupakan produk akhir dan pelapukan fisik dan kimiawi suatu regolit, terdiri dan partikel-partikel yang berdiameter < 0,002 mm, partikel yang lebih besar disebut debu/lempung dan pasir. Debu/ lempung berdiameter antara 0,5 - 0,002 mm sedangkan pasir berdiameter 2 — 0,5 mm. Tanah-tanah yang mengandung persentase pasir tinggi memiliki drainase baik tetapi sangat cepat mengalami kekeringan. Sebaliknya tanah-tanah yang memiliki hat tinggi memiliki drainase jelek tetapi lama kering. Lempung merupakan tanah yang paling baik untuk ditanami karena campuran pasir, debu, Hat menjadikan drainase tanah yang sangat baik, dengan syarat cukup air untuk kebutuhan tanaman. Kebanyakan tanah tropis mengandung proporsi liat yang tinggi. Liat terbentuk oleh pelapukan bahan induk dan kombinasi antara pengendapan garam-garam silikon dan alumunium dalam larutan tanah. Partikel-partikel hat yang berdiameter < 0,001 mm membentuk koloidal yang komplek berikatan dengan humus membentuk micelles. Misel-misel tersebut memiliki permukaan yang sangat luas dan bermuatan negatif sehingga bertindak sebagai anion-anion yang menyerap kation-kation pada permukaannya. Kation-kation tersebut dapat dipertukarkan dengan kation-kation lain, jumlah total kation yang dapat dipertukarkan disebut “Kapasitas Tukar Kation” tanah. Kation-kation hara seperti kalsium, kalium, amonium, magnesium, dan sodium merupakan basa dan dapat dengan mudah digantikan dengan kation-kation hidrogen atau alumunium yang bersifat asam. Pada tanah tropis yang pelapukannya berjalan sangat cepat, kation-kation hara digantikan oleh Al dan ion Hidrogen. Oleh sebab itu, konsentrasi kation basa berada pada tingkat rendah sehingga tanah bersifat asam. Proses-proses dimana ion-ion hara digantikan dan kemudian terbasuh oleh air tanah disebut Leaching. Pada kondisi tropis yang panas dan lembab, silika juga mengalami pencucian pada beberapa tanah, proses pencucian tidak dapat berlangsung pada kebanyakan gurun yang beriklim kering sehingga tanah-tanah jenuh dengan Ion-ion sodium. Pada daerah tropis ada dua jenis that yang dominan yaitu kaolinit dan montmorillinit. Kaolinit pertama sekali diketemukan adalah di Yauchan Fu di Tiongkok, asal kata kauling. Sedang montmorillonit ditemukan pertama sekali di Perancis. Kaolinit miskin Fe dan Mg. Kaolinit merupakan anggota terpenting dan sebagai hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Menurut penyelidikan dasar perbandingan persentase kaolinit adalah Si02 46, 5 %, Al203 39,5 % dan air 14, 0 %. Warna kaolinit murni umumnya putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Montmorillinit dapat mengembang dan mengerut, mempunyai daya ikat air yang tinggi dan kation lebih tinggi (Darmawijaya, 1997). C. Struktur Tanah Struktur tanah adalah susunan zarah-zarah tanah (di dalam ruang ) atau perlekatan antara butir-butir tanah. Satu dengan yang lainnya membentuk suatu agregat tanah. Hal ini karena adanya senyawa pada tanah yang berfungsi sebagai perekat. Senyawa tersebut dapat berupa bahan organik, kapur serta koloid Fe dan Al. Secara terinci istilah struktur mengacu pada bentuk, ukuran derajat perkembangan agregasi dan partikel-partikel tanah primer menjadi satuan struktural baik secara alami maupun buatan dan susunan keruangan satuan tersebut termasuk pemerian (pendeskripsian) pori di antara dan di dalam agreagat (Hodgson, 1974). Agregat yang terbentuk secara alami disebut Ped, sedangkan gumpalan yang terbentuk sebagai akibat penggarapan disebut Clod, atau yang terbentuk karena sebab lain dari luar (fragmen), atau yang terbentuk karena akumulasi lokal senyawa-senyawa yang mengikat partikel tanah (konkresi) tidak termasuk apa yang dinamakan agregat tanah, karena terjadi bukan perlakuan antara butir-butir yang satu dengan yang lain, melainkan hasil pengendapan suatu unsur hara akibat adanya “leaching” pencucian) dan tanah lapisan atasnya (Darmawijaya, 1997). Struktur tanah dapat memodifikasikan pengaruh tekstur dalam hubungannya dengan kelembaban, porositas, ketersediaan unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akan tanaman. Tanah tidak akan produktif jika tidak terjadi perkembangan struktur yang sempurna yang mampu memperbaiki sistem aerasi dan gerakan-gerakan air. Struktur tanah sangat mempengaruhi sifat dan keadaan tanah seperti antara lain gerakan air, lalu lintas panas, aerasi. Oleh karena itu tata air, pernafasan akar tanaman dan penetrasi akar tanaman banyak ditentukan oleh struktur tanah. Petani menggarap tanah dengan cara membajak, menggaru, mencangkul dan memupuk bahan organik bertujuan pula merubah struktur tanah ke arah bentuk, besar dan ketahanan yang dikehendaki tanaman. Umumnya struktur tanah yang dikehendaki oleh tanaman adalah struktur remah, di mana perbandingan antara bahan padat dan ruang poni kurang lebih seimbang. Oleh karena itu penggarapan pada umumnya ditujukan ke arah mendapatkan struktur ini. Keseimbangan perbandingan volume tersebut di atas menyebabkan kandungan air dan hawa mencukupi bagi pertumbuhan akar dan bahan padatnya menyebabkan akar dapat cukup kuat untuk bertahan. Pengamatan struktur tanah di lapangan meliputi a. Tipe struktur yaitu pengamatan mengenai bentuk dan susunan agregat tanah. Ada 7 tipe struktur tanah, yaitu 1. Tipe lempeng (platy) yaitu dimensi ke arah horizontal lebih panjang dan pada dimensi ke arah vertikal. 2. Tipe prismatik, yaitu agregat yang mempunyai ukuran vertikal lebih panjang daripada horizontal, bagian atasnya datar. 3. Tipe cohumnar/cohumner, yaitu agregat yang mempunyai ukuran vertikal lebih panjang daripada horizontal, bagian atasnya membulat. 4. Tipe gumpal membulat, yaitu agregat tanah yang mempunyai bentuk seperti kubus dengan bagian pinggirnya yang tidak terlalu menyudut. 5. Tipe gumpal menyudut, yaitu agregat tanah yang mempunyai bentuk seperti kubus dengan bagian pinggirnya bersudut tajam. 6. Tipe kersai/granuler, yaitu berbentuk butir-butir lepas, antara satu dengan yang lainnya tidak ada ikatan. 7. Tipe remah (crumb), yaitu berbentuk butir-butir yang sating mengikat seperti irisan roti, remah sehingga mudah dihancurkan. Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur dan lokasi pada profit tanah, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Tipe Struktur dan Lokasi pada Profil Tanah Tipe Struktur Lokasi pada Horizon Lempeng (platy/plate) Horizon A2 tanah hutan, claypan Prismatik Horizon B Columnar Horizon B Gumpal membulat Horizon B Gumpal menyudut Horizon B Kensai (granuler) Horizon A Remah (crumbs) Horizon A b. Kelas struktur, yaitu pengamatan mengenal besarnya ukuran agregat tanah, yang meliputi : (1). Sangat halus ; (2). Halus/tipis. (3) Sedang (4). Kasar/tebal ; (5). Sangat kasar/sangat tebal. c. Penilaian menurut derajat struktur, yaitu kuat lemahnya agregat jika dikenai tenaga dari luar, yang dibedakan menjadi : (1). Derajat 0 : tidak beragregat, pejal ; (2) Derajat 1 : Beragregat Jemah, mudah pecah bila dipijit ; (3) Derajat 2 : Beragregat sedang, jika dipijit dengan tangan keras, tapi masih dapat pecah ; (4) Derajat 3 : Beragregat kuat dan sukar untuk dipecahkan. D. Neraca Air Tanah Air mempunyai arti yang amat penting berdasarkan dua gatra yaitu: (1) Gatra Ekologi : air diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan mengangkut unsur hara dalam bentuk larutan ; (2) Gatra Pedologi faktor penting semua proses genesa (pembentukkan tanah) : pelapukan, pengayaan humus, mobilitas-unsur, pelindian (pencucian = leaching), translokasi, perpindahan dan lain-lainnya. Neraca air tanah di dalam tanah ditentukan berdasarkan curah hujan efektif yaitu = jumlah curah hujan - semua bentuk kehilangan. Kehilangan air dapat berupa dalam bentuk aliran dan kehilangan dalam bentuk uap/gas. Prosesnya masuknya air dan permukaan tanah ke dalam tanah disebut infiltrasi; sedang gerakan air di dalam tanah karena gaya gravitasi disebut perkolasi. Sebagian air perkolasi diadsorbsi partikel tanah dan berada adalah pori tanah karena gaya kapiler. Air yang diikat partikel tanah dan air kapiler disebut sebagai air (lengas) tanah yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sebagian lagi terus mengalir sebagai air perkolasi dan selanjutnya bergabung dengan air tanah. Perkolasi air di dalam tanah dibedakan atas : aliran jenuh dan aliran tak jenuh. Aliran jenuh terjadi apabila pori tanah terisi penuh oleh air, dan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh : banyaknya ukuran pori tanah (porositas tanah total), distribusi ukuran pori, kesinambungan pori. Tanah yang memiliki pori berkesinambungan mempunyai permeabilitas (aliran jenuh) tinggi : pasir > debu > liat. Aliran tak jenuh : tanah dalam keadaan kering, pori besar bebas, air kecuali pori mikro, gerakan air melalui pori yang kecil sehingga gerakan air lambat. Air atau lengas tanah dapat diklasifikasikan secara fisik dan biologis (Notohadiprawiro, 1986), yaitu: a. Klasifikasi lengas tanah secara fisik 1. Lengas gravitasi Lengas yang teratur bebas karena pengaruh gaya gravitasi bumi, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. 2. Lengas kapiler Lengas yang terikat oleh gaya tegangan permukaan berupa selaput berkesinambungan di sekeliling zarah dan di dalam pori kapiler tanah. Air ini merupakan air yang tersedia bagi tanaman. 3. Lengas higroskopis Lengas yang terikat kuat oleh zarah tanah sehingga tidak dapat dimanfaatkan tanaman. b. Klasifikasi lengas tanah secara biologis 1. Lengas tak tersedia bagi tanaman, adalah lengas yang terikat kuat pada zarah tanah, lengas ini berada di antara lengas titik layu tetap dan lengas higroskopis. 2. Lengas tanah tersedia bagi tanaman, adalah lengas tanah di antara titik layu tetap dan kapasitas lapangan. 3. Lengas berlebihan, adalah lengas tanah di atas kapasitas lapang. Lengas ini kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, karena aerasinya jelek. Kadar lengas (air) maksimum tanah adalah kemampuan tanah untuk mengikat lengas. Pada kondisi alamiah dapat terjadi : permukaan tanah setelah hujan lebat, setelah tanah diairi/genagi, tanah lapisan permukaan yang jenuh air, kedalaman 5 — 10 mm di atas tanah jenuh air (karena terjadi kenaikan kapiler). Banyaknya air di dalam tanah yang di dapat dan curah hujan efektif dan sumber lainnya, setiap jenis tanah akan mempunyai kemampuan untuk menyimpan lengas berbeda-beda. Ada yang berkemampuan tinggi, tetapi ada juga yang masih rendah sekali. Besar kecilnya tanah dalam menyimpan lengas dipengaruhi oleh : tekstur, jenis mineral hat : tipe mineral 1 : 1 kecil kemampuannya menyimpan lengas dan tipe 2 : 1 mempunyai kemampuan yang besar dalam menyimpan lengas, bahan organik tanah. Daftar Pustaka Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Foth, H.D. 1985. Fundamentals of Soil Science. John Wiley & Sons mc, New York. Hodgson, 3. M. Soil Survey Field Handbook. Tech. Monograf. Harpenden- England. Notohadiprawiro, T. dan 5, Hastuti. 1978. Azas-azas Pedologi. Ilmu Pedogenesis. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. Notohadiprawiro, A.R.S . 1986. Pengantar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah UGM, Yogyakarta. Vickery. M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons, New York. Lanjutan Tanaman dan Tanah E. Jenis-jenis Tanah Daerah Tropis Iklim tropika (tropis) basah menyebabkan pelapukan dari perkembangan tanah berlangsung intensif membentuk jenis tanah yang berusia lanjut, seperti latosol. Kegiatan vulkanik menjadikan topografi berbukit-bukit dan sering terjadi peremajaan tanah membentuk tanah muda, seperti regosol. Keadaan lingkungan setempat membentuk jenis tanah yang seharusnya hanya terdapat di daerah iklim sedang, seperti Podsol; demikian juga jenis tanah yang terdapat dimana-mana seperti Organosol. Secara umum tanah-tanah yang terbentuk di daerah tropis menurut kajian Vickery (1984) mencakup : latosol, vertisol, podzol, hidromorfik, kahsiomorfik, halomorfik, tanah-tanah azonal. Latosol Nama Latosol pertama sekali diajukan oleh Kellog (1949) bagi golongan tanah yang meliputi semua tanah zonal di daerah tropika dan khatulistiwa mempunyai sifat-sifat dominan (1) nilai SiO2/ sesquioksida fraksi lempung rendah; (2) kapasitas penukaran kation rendah; (3) lempungnya kurang aktif; (4) kadar mineral rendah ; (5) kadar bahan larut rendah; (6) stabilitas agregat tinggi dan (7) berwarna merah (Darmawijaya, 1997). Konsep lainnya dan tanah Latosol adalah : terbentuk pada daerah humid tropika (tropis lembab), bebas dan basa dan silika akibat pencucian, mengandung Al dan Fe yang tinggi yang menyebabkan warna merah atau pink, kandungan bahan organiknya rendah, kedalaman regolotnya sampai > 50 m, berada pada elevasi di bawah 2000 m, kejenuhan basa rendah, tanahnya masam dan didominasi oleh hat kaolinit, oksidanya disatukan oleh oksida ferrik, bila vegetasi di atasnya dihilangkan terjadi erosi di permukaan tanah dan yang tertinggal lapisan Al dan Fe. Di Indonesia tanaman karet, kelapa sawit, nilam dapat tumbuh baik di tanah Latosol. Menurut Darmawijaya (1997) di Indonesia tanah Latosol umumnya berasal dari batuan induk vulkanik, baik tuff maupun batuan beku, terdapat mulai dan tepi pantai sampai setinggi 900 m dpi dengan topografi miring, bergelombang, curah hujan berkisar 2500-7000 mm/th. Berdasarkan warnanya, tanah Latosol dapat dibedakan Latosol Merah di Pekalongan, Latosol Merah Kekuningan di Cibinong, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat di Bogor, Latosol Coklat Kekuningan di Sukabumi dan Latosol Merah Ungu di Kalimantan dan Sumatera. Vertisol/Grumosol Soil Survei Staff USDA mengusulkan nama Verisol untuk jenis tanah yang masih dikenal dengan nama Grumosol. Ciri-ciri tanah ini sebagai berikut,: tekstur hat dalam bentuk yang mencirikan, struktur lapisan atas granuler dan sering berbentuk seperti bunga kubis dan lapisan bawah gumpal, mengandung kapur, koefisien pemuaian dan kontraksi (pengerutan) tinggi jika dirubah kadar airnya, konsistensinya luar biasa hat, bahan induk berkapur dan berliat sehingga kedap air, dalam solum 75 cm dan warna kelam (hitam). Di Indonesia tanah ini terbentuk pada tempat yang tidak lebih dan 300 m dpi dengan topografi bergelombang atau berbukit, suhu rata-rata tahunan 25 °C dengan curah hujan kurang lebih 2500 mm dan pergantian musim kemarau dan musim hujan yang nyata. Bahan induknya terdiri dan atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik. Tanah iuni didominasi oleh hal Montmorilonit, sehingga tanah mempunyai daya serap air tinggi. Umumnya jenuh akan basa terutama Ca dan Mg. pH berkisar 6,0 — 8,2 makin dalam makin alkalis. Sifat lain dan tanah ini adalah kadar asam fosfat yang rendah, grumusol rnuda mengandung abu vulkan atau sisa-sisa batuan bernapal yang kaya akan fosfat. Kekurangan bahan organik yang dikandung jugs mengakibatkan kurang N dalam tanah. Dengan mengatur drainase, irigasi dan pengolahan tanah disertai pemupukan bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah, jenis tanah ini dapat memberikan hasil kapas, padi, tebu dan berbagai macam tanaman perdagangan dataran rendah yang cukup baik. Andosol (Intrazonal) Istilah Andosol berasal dari kata Jepang Ando yang berarti “hitam” atau “kelam”. Tanah Andosol mengandung bahan organik dan hat tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroksida besi. Tanah ini tersebar di daerah vulkanik seperti Indonesia, Jepang, Fhilipina, Papua Nugini, Selandia Baru, Pantai Barat Amerika Selatan, Amerika Tengah, Kepulauan Hawaii sampai Alaska. Andosol mengandung bahan organik yang jauh lebih besar dan pada tanah non-vulkanik, hal ini karena dekomposisi bahan organik dalam Andosol terhambat oleh hidroxida alumunium yang amorf. Andosol digolongkan ke dalam ordo Intrazonal karena bahan induk (abu vulkanik) lebih berpengaruh daripada faktor-faktor pedogenik seperti iklim dan vegetasi. Akhirnya disimpulkan bahwa jenis tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik berupa: daya ikat air yang sangat tinggi, selalu jenuh air jika tertutup vegetasi, sangat gembur tetapi mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah, permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak makropori. Jika dikelola dengan baik tanah Andosol merupakan tanah yang terbaik untuk tanaman kopi, sayur-sayuran dan hortikultura. Tanah ini terbentuk pada ketinggian 300 m dpl sampai lebih dan 2500 m dpl dengan iklim atau curah hujan 2 — 5 bulan kering dan 10 — 7 bulan basah. Tanah Azonal Tanah azonal merupakan tanah yang tidak memiliki horizon B, horizon A yang tipis dan hanya dibedakan dan lapisan horizon C, termasuk ke dalamnya : (1) Litosol, tanah paling muda, sehingga bahan induknya dangkal (<45 cm). Tanah Litosol belum mengalami perkembangan. Tanah ini banyak terdapat di daerah pegunungan kapur di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara dan juga di Sumatera. Tanah Litosol biasanya terdapat di puncak gunung, tanah tidak subur dan mudah tererosi.. bahan induknya berasal dan hasil pelapukan ; (2) Regosol, tanah muda yang dapat dibedakan berdasarkan bahan induknya yaitu : Regosol Abu Vulkanik, Regosol Bukit pasir dan Regosol Batuan Sedimen dengan topografi bukit lipatan napal. Ciri khas dan tanah ini sangat mobil, mudah, tererosi. Pada dasarnya tanah ini kurang subur, kecuali jika dimasukkan teknologi pemupukan dan bahan organik sebagai penambah unsur hara; (3) Tanah Alluvial, meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami banjir, sehingga dianggap tanah muda dan belum mempunyai differensiasi horizon. Bahan yang diendapkan tidak jauh dan sumbernya, makin jauh dan sumbernya butir yang diangkut semakin halus. Kesuburan dan tanah ini sangat tergantung dan bahan asalnya, dan dianggap sebagai tanah subur sejak dahulu. Yang menjadi problem adalah pengawasan tata-air termasuk perlindungan terhadap banjir, irigasi dan drainase. Tekstur tanahnya sangat variabel baik vertikal maupun horizontal, jika banyak mengandung hat tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase. Tanah Alluvial dapat ditanam padi, tebu dengan baik. Tanah ini pada umumnya terbentuk oleh endapan air; (4) Tanah Organik (Histosol) biasanya disebut tanah Gambut (Peat). Jenis tanah ini mengandung bahan organik sedemikian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profit ke arah terbentuknya horizon yang berbeda, berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH 3 — 5). Tanah gambut biasanya dibagi tiga golongan yaitu : Gambut Ombrogen (paling luas di dunia) terbentuk dan sisa daun-daun/sisa hutan yang membusuk; Gambut Topogen, terbentuk dalam depresi topografik di rawa-rawa Indonesia, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi; Gambut Pegunungan, hanya terbentuk di daerah yang tinggi dengan iklim sedang, dan di Indonesia terdiri atas gambut hutan yang dinamakan Waldmoor Polak (1933) dalam Darmawijaya (1997). Podzol Tanah podzol, meluas di daerah hutan yang beriklim basah —sedang, terutama hemispir utara, dengan karakteristik dasar ashy grey coloured layer di bawah acidic reacting top soil, dibentuk dari bahan induk yang sangat berpasir, terbentuk jika Al dan Fe tercuci, sehingga yang tertinggal hanya pasir kuarsa pada lapisan di bawah top soil, akibat pencucian tinggi, maka Ca rendah dan tidak subur. Nama Podzol berasal dan bahasa Rusia yang artinya abu dan kata zola, dan pod berarti pucat. Semua jenis tanah ini mengandung abu-abu yang berwarna pucat. Menurut Mohr (1922) dalam Darmawijaya (1997) iklim dan vegetasi di daerah tropika masih memungkinkan timbulnya jenis tanah ini di pegunungan daerah tinggi, seperti di daerah Dieng, meskipun dibantah oleh Senstius pada tahun 1930 dan disetujui pula oleh Mohr 1933. Tetapi dan beberapa penyelidikan contoh-contoh tanah vulkan dan Jawa dan Philipina dinyatakan bahwa proses podzolisasi terjadi di daerah iklim sedang, meskipun profil tanahnya belum dapat dibandingkan. Bahan induknya terdiri dan atas batu-lempung (shale) dan batu pasir kuarsa bentukan zaman Jura, dan di sekitar telaga berubah akibat proses malihan — sentuhan menjadi batu lempung yang berbintik-bintik, schirt, hornfels dan quarsir seperti terdapat di daerah Manokwari (Irian Jaya) dengan tanaman pohon yang tinggi-tinggi (13 — 16 M ) seperti Podocarpus, Dacrydium, Phyhloctadium spesies dengan tanaman bawah Sphagnum dan macam-macam Musci. Selain di pegunungan tinggi Indonesia tanah Podzol juga terdapat di dataran rendah yang oleh Hardon (1937) dinamakan Padang Soils di daerah Luwai, Kutai (Kalimantan Timur) terletak pada ketinggian 90 m dpl dan di Air Layang (Bangka) pada 10 meter dpi dan tersusun atas pasir kuarsa dengan pertumbuhan tanaman yang rendah (jarang). Iklimnya basah dengan suhu 26 °C, curah hujan 2800 — 3000 mm/th. Tanah Hidromorfik Kelabu Tanah Hidromorfik Kelabu bersama tanah Planosol, Glei-Humik, Glei Humik rendah, Hidromorfik Kelabu, Podsohik Air Tanah, Latent Air Tanah termasuk dalam golongan tanah Hidrosoh (Darmawijaya, 1997). Tanah Hidromorfik adalah tanah-tanah bergejala glei, umumnya bersolum lebih dalam dengan warna kelabu atau kelabu kuning, terdiri atas horizon-horizon yang lebih lengkap. Konsep lain dan tanah ini adalah terdapat pada derah berdrainase jelek, pada musim hujan poni-pori tanah dipenuhi air sehingga udara dalam poni tanah tersebut keluar, mengandung konkresi-konkresi Mn dan Fe, sangat sesuai untuk persawahan irigasi. Bahan induknya batuan asam, baik tuff maupun endapan. Terletak pada ketinggian 0 — 300 m dpl dengan curah hujan antara 2500 — 3500 mm/th. Sifat umum dan tanah ini bertekstur loam (debu), hat (clay) struktur gumpal, konsistensi teguh atau lekat, pH antara 4,5 — 6,0, dengan demikian kesuburannya agak kurang dan banyak digunakan untuk bahan batu bata dan genteng rumah. Tanah Kalsiomorfik Tersusun atas tanah-tanah kering atau lebih arid dari Rendzina. Tanah ini meliputi tanah-tanah dimana Kalsium Karbonat terakumulasi membentuk horizon yang nyata dan jelas. Konsep dari tanah Kalsiomorfik adalah terbentuk dari batuan yang sangat berkapur, lebih alkalis dan basanya tinggi, lebih stabil. Tanah ini banyak ditumbuhi vegetasi rumput-rumputan yang pendek dan semak belukar, seperti yang terdapat di daerah Amerika serikat. Di daerah gurun kering terbentuk dari bahan induk yang mengandung kapur. Makin tinggi curah hujan makin terbatas bahan induk yang sangat berkapur. Warna tanah ini termasuk light grayish brown dan lambat laun menjadi kurang kelam (less dark). Tanah ini umumnya jarang terdapat di Indonesia (Darmawijaya, 1997). Tanah Halomorfik (Tanah Salin = Garam) Terbentuk dari pelapukan batu-batuan yang melepaskan garam. Fenomena yang terjadi di daerah dengan curah hujan tinggi garam-garam dapat tercuci dengan sempurna jika dibandingkan dengan daerah yang bercurah hujan rendah. Pada tanah yang permukaan airnya tinggi, garam naik menuju permukaan tanah akibat aksi kapiler, akibat evaporasi garam ini tersimpan di permukaan tanah sehingga dapat terbentuk tanah garam (saline). Tanah Garam adalah nama gabungan jenis-jenis tanah yang hanya dibedakan atas tiga taraf evolusinya ialah : pada taraf pertama tanah Solonchak, taraf kedua Solonetz dan taraf ketiga Solodi. Jenis-jenis tanah ini tersebar sebagai tanah zonal di daerah kering (arid atau semi arid), di Eropa terdapat di Perancis Selatan, Rumania, Rusia Selatan dan Tenggara, di Asia dan Siberia ke Mongolia. Di Afrika terdapat sepanjang pantai Utara, di Asia terutama bagian Timur dan di Australia terdapat di Utara dan Tengah. Di Indonesia tanah ini terdapat di Nusa Tenggara terutama di Timer, dengan vegetasi utama Halophita. Garam-garam ini berbentuk efflorescenses yang terdiri atas garam-garam sulfat, klorida dan karbonat dan natrium, magnesium atau calcium. Warna klorida dan sulfat umumnya putih, karbonat natrium hitam. Warna hitam juga disebabkan oleh percampuran garam alkali dan bahan organik. F. Bahan Organik dan Hara Tanah A. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah termasuk sisa-sisa tumbuhan dan bangkai hewan, bersama-sama dengan jasad mikro yang terdapat dalam tanah. Bahan nabati terdekomposisi menjadi sumber bahan organik terbesar, akar-akar serta sisa-sisa organ yang terdapat dalam tanah terserang oleh jasad renik. Daun serta kayu yang tetap di permukaan akan terdekomposisi lebih lambat. Proses dekomposisi ini memerlukan O2, yang memberikan pengaruh terhadap laju dekomposisi. Berbagai tahap perombakan bahan organik mulai dan akar hidup dari jasad renik pada jaringannya sampai komplek ligno-protein yang lazimnya disebut humifikasi. Berdasarkan tingkat perombakannya bahan organik dibagi menjadi tiga (Kononova, 1966) yaitu a. Fibrist (lembaran), bahan organik yang belum mengalami dekomposisi sehingga masih dapat diketahui asal bahan organik tersebut (misal dan akar, daun, ranting dan sebagainya). b. Hemist, bahan organik yang mengalami dekomposisi lebih lanjut dari fibrist. c. Saprist, bahan organik yang telah mengalami dekomposisi dengan sempurna sehingga bentuk asal bahan organik tidak dapat dikenal lagi. Di dalam hutan bahari organik yang berasal dan daun kayu, bagian kayu-kayu yang mati, hewan yang mati dirombak oleh organisme menjadi humus, khusus di daerah tropis proses pembusukan tersebut lebih cepat terjadi. Proses perombakan bahan organik dalam tanah terjadi secara bertahap, antara lain: 1. Humifikasi, yaitu perubahan bahan organik menjadi humus. 2. Mineralisasi, yaitu proses pembebasan unsur-unsur mineral dalam penguraian bahan organik. Biasanya yang dibebaskan/lepaskan adalah sejumlah hara, CO2, dan Air. Proses ini lebih cepat terjadi di daerah tropis karena daerah tropis mempunyai kelembaban yang tinggi. Humus yang terbentuk biasanya mempunyai karakteristik lengket, warna coklat kehitaman, merupakan campuran substansi yang tidak berbentuk (amorf), bersifat koloidal, asam, dapat meningkatkan adsorbsi air oleh tanah, membantu pengikatan partikel tanah sehingga tanah remah, dapat meningkatkan sirkulasi udara dan air dalam tanah. Jumlah humus dalam tanah sangat tergantung kepada kecepatan mineralisasi dan dekomposisi. Kandungan bahan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik, dengan konversi C organik menjadi bahan organik tanah = % C-organik X 1,724. Kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley & Black (pembakaran basah), ditentukan berdasarkan kandungan C-organik, dan menghasilkan kriteria sebagai berikut:  <0,5 % = rendah  0,5 - 1 % = sedang — rendah  1 - 2% = sedang  2- 4% =Tinggi  4 - 8 % = Berlebihan  8 — 15 % = Sangat berlebihan  > 15 % = Gambut Bahan organik tanah menentukan nilai kesuburan tanah. Hasil dekomposisi yang berupa unsur hara diserap oleh tanaman untuk pertumbuhannya baik pada tanah liar maupun tanah yang dibudidayakan. Jika tanaman ini mati akan menjadi bahan organik lagi, sehingga akan terjadi siklus bahan organik dengan bantuan jasad renik atau mikroba tanah. Pengaruh bahan organik tanah terhadap tanah meliputi pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. a. Terhadap sifat fisik tanah: - sebagai sementasi pembentukkan agregat tanah - cenderung memberi warna tanah merah kehitaman - meningkatkan kemampuan mengikat air - meningkatkan porositas tanah - memperbaiki struktur tanah b. Terhadap sifat kimia tanah - menurunkan pH tanah - meningkatkan KPK tanah - meningkatkan unsur hara yang ada di dalam tanah c. Terhadap sifat biologi tanah Bahan organik tanah merupakan sumber energi maupun makanan bagi mikrobia tanah. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan populasi dan aktivitas metabolik mikroorganisme tanah. B. Hara Tanah Berdasarkan kebutuhan secara kuantitatif unsur hara tanaman dapat dipisahkan kepada tiga kelompok: I. Hara Makro, sebagai unsur hara yang konsentrasinya dalam jaringan tanaman lebih besan atau sama dengan 0,1 % dan berat kering. Termasuk ke dalam unsur makro ini adalah : (C, H, 0), N, P, K, Ca, Mg, S dan (Na, Si). Unsur-unsur ini biasanya dinyatakan dalam persen. II. Hara Mikro, merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif sedikit. Biasanya konsentrasi dalam jaringan tanaman lebih kecil atau sama dengan 0,01 % (100 ppm). Termasuk ke dalam unsur ini adalah Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl, (Co). III. Unsur-unsur Toxic (meracun), unsur ini dapat memberikan efek meracuni tanaman dan sebagai limbah industri. Misalnya Fe, Mn, Cu, B, Zn dapat meracuni tanaman apabila berlebihan. F, Al, Ni, Pb, Cd sering ditemukan dalam limbah industri. I, Br, Cr, Se juga dapat meracuni tanaman. C, H, 0 diperoleh dan udara dan air, sedangkan unsur yang lain diperoleh dengan cara di absorbsi dan! tanah. Semua unsur hara tanaman ada dalam bahan induk kecuali N. N difiksasi oleh petir dan diturunkan dan udara oleh hujan. Tanaman yang berakar dalam mampu mengabsorbsi hara yang tercuci di lapisan bawah. Kemudian hara ini dimanfaatkan dan selanjutnya disimpan dipermukaan tanah. Jika daun atau tanaman tersebut mati dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman berakar dangkal di sekitarnya. Ada juga beberapa tanaman secara langsung sanggup mengabsorbsi hara dan bahan organik yang melapuk dengan cara asosiasi akar dengan fungi mikoriza. Ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat tergantung pada faktor pH tanah, agregasi tanah, serta bahan induk tanah. Korelasi tersebut dapat dicontohkan : Ca (Kalsium) pada tanah merah Latosol rendah dan pada tanah Vertisol tinggi, P pada tanah di daerah tropis sangat sedikit tersedia, karena pada pH rendah (asam) P diikat oleh Al dan Fe, sedang jika pH tinggi (basa) P diikat kuat oleh Ca. Unsur hara mikro sering sekali terjadi kekurangan dalam bahan induk, seperti kurangnya Zn dan Cu, serta bahan organik yang kurang pada tanah berpasir dan kelebihan pada tanah salin gersang kadangkala menyebabkan keracunan bagi tanaman. Beberapa tanaman dapat tumbuh dan beradaptasi pada tanah yang kelebihan unsur-unsur beracun. Tanaman ini dikenal dengan sebutan Akumulator, misalnya : Rubiaceae dan Melastomaceae toleran pada keracunan Al, Astragulus dengan unsur Selenium, Buchnenacuprioda dan Guttenbergia cuprioda serta Bewcium homblei dengan Cu, Mechoria grandiflora dengan unsur Mn. Akar tanaman sangat selektif mengabsorbsi hara, seringkali dalam tanah, tingkat konsentrasinya berlawanan. Sebagai contoh K dalam tanah rendah, Sodium tinggi, tetapi tanaman tetap mengabsorbsi K lebih banyak. Fenomena lainnya, proses pertukaran nitrat menjadi bikarbonat terjadi pada permukaan akar, nitrat dibawa menuju daun oleh sistem transpirasi, selanjutnya terbentuk asam organik selama proses metabolisme. Kemudian semua organik ini diangkut akar melalui floem, dan dirubah kembali menjadi bikarbonat sehingga siklusnya tetap terjaga. Untuk mempertahankan kenetralan ion-ion diangkut bersama-sama dengan kalium. Beberapa unsur hara, bentuknya di dalam tanah, ion yang diabsorbsi oleh tanaman dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hara, Bentuknya dalam Tanah, Ion yang Diabsorbsi Tanaman dan Gejala Kekurangan Hara. Hara Bentuk dalam Tanah Ion diabsorbsi Gejala Kekurangan N Senyawa organik NO3 (Nitrat) Pertumbuhan biasanya terganggu, daun kuning/ kemerahan P Senyawa Organik dan P-in organik H2PO4 dan HPO42 Terlambat berbunga, pengurangan pertumbuhan dan daun berwarna gelap K Mineral liat K+ Pucuk dan tepi daun klorosis, menganggu keseimbangan air, akar-akar busuk. Komposisi jumlah hara yang ditambah sangat tergantung path harkat tahan/status hara tersebut, jenis tanaman dan jenis/keadaan tanah demi tercapainya sasaran dan tujuan yang diinginkan. G. Keasaman dan Kebasaan Tanah Keasaman dan kebasaan tanah ditentukan oleh ion H+ dalam larutan tanah, dengan petunjuk asam atau basa yaitu pH atau dengar kata lain tanah asam pHnya rendah dan tanah basa pH-nya tinggi. pH didefinisikan sebagai nilai logaritme negatif dan ion H+. Nilai netral secara kimia tanah berkaitan dengan kondisi kehanaan terbaik bagi tanaman biasanya berkisar 6,5 — 7,0 (Notohadiprawiro dan Hastuti, 1978). Penetapan pH pada umumnya dikenal dengan dua cara: a. pH H20 (pH aktual), merupakan indikasi banyaknya ion H+ dalam larutan tanah. b. pH KCI (pH potensial), menyatakan jumlah ion H+ daham lanutan tanah maupun ion H+ yang terdapat dalam komplek jerapan. Semakin banyak ion H+ yang terdapat dalam tanah atau yang tertukar berarti pH tanah semakin kecil. Oleh karena itu di dalam pengukuran umumnya didapatkan pH KCI < pH H2O, karena dengan menggunakan KCI maka ion H~ yang terjerap dalam tanah akan terlepas karena terdesak oleh ion K sehingga ion H+ yang tertukar akan lebih kecil. Untuk mengukur pH biasanya menggunakan dua metode yaitu: a. Kolorimetri dengan indikator warna kertas pH b. Elektrometrik dengan pH meter (glass elektrode) di laboratorium. Pada umumnya pH yang lebih dan 7 menunjukkan adanya karbonat Ca atau Mg yang bebas. Tanah dengan pH 8,5 hampir selalu ada Na yang dapat ditukarkan. Tanah biasanya memiliki pH. 3 — 8, dimana tanah-tanah yang memiliki pH di luar 5 —7 biasanya kekurangan hara. Tanah asam umumnya kekurangan Ca, Mg, dan K demikian juga dengan N yang rendah akibat bakteri pemfiksasi N tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa tersedia Ca. P dan Mo juga sedikit tersedia pada tanah asam, sementara peningkatan konsentrasi Al, Fe dan Mn dan beberapa senyawa logam lainnya dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman. Pada tanah alkalin (basa) adanya Ca dapat mempengaruhi terhadap peningkatan agregasi tanah, aerasi dan akhiran air dalam tanah, Ca juga dibutuhkan bakteri pemfiksasi N dan merubah amoniak menjadi nitrat. Tanaman-tanaman yang beradaptasi dengan baik pada pH ekstrim dikenal dengan sebutan Calcicoles (menyukai Ca) dan Calcifuges (tidak suka Ca). Calcicoles membutuhkan Ca dalam konsentrasi tinggi dan tidak tolenan terhadap Al dalam tanah yang ber pH rendah. Sedang Calcifuges membutuhkan Ca dalam jumlah sedikit dan dapat toleran terhadap Al, tetapi jika konsentrasi Ca tinggi dapat menyebabkan keracunan baginya. Tanaman Calcicoles dan Calcifuges dapat hidup berdampingan karena bentuk akar dari dua toleran yang berbeda terhadap pH tanah. Beberapa tanah yang mengalami curah hujan menata atau sedikit memberikan pengaruh pada pH dalam tanah. Tanah top soil yang asam dan horizon bawah yang basa, adanya pencucian ke lapisan bawah sehingga Calcicales (Calciphytes) dan Calcifuges (Oxylophytes) dapat hidup berdampingan, dimana Calcicoles mempunyai perakaran yang dalam dan Calcifuges mempunyai perakaran yang dangkal atau yang satu toleran pada tanah asam dan yang lain pada tanah basa. Klasifikasi pH tanah menurut Soil Survey Manual, USDA (1985) dengan tinjauan pH H20 terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Tanah dan pH (H20) menurut Soil Survey Manual, USDA (1985). Tanah Nilai pH (H2O) Tanah Nilai pH (F120) Asam luar biasa <4,5 Netral 6,6 - 7,3 Asam sangat kuat 4,5 - 5,0 Agak alkalin 7,4 - 7,8 Asam kuat 5,1- 5,5 Alkalin sedang 7,9 - 8,4 Asam sedang 5,6 - 6,0 Alkalin kuat 8,5 - 9,0 Agak asam 6,1 - 6,5 Alkalin sangat kuat > 9 - Daftar Pustaka Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hardon, H.J. 1937. Padang Soils An Examples of Podzol in Tropical Lowlands. Konikl. Akad. Wetensch. Amsterdam Proc. Kononova, M.M. 1966. Soil Organic Matter. Pergamon Press New York. Notohadiprawino, T dan S.H, Hastuti. 1978. Azas-azas Pedologi Ilmu Pedogenesis. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Vickery, M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons, New York. VI. Tanaman dan Air A. Pendahuluan Air sangat penting bagi tanaman, seperti halnya untuk semua makhluk hidup lainnya. Di dalam sel tanaman mengandung 90 % air dan hanya sedikit tanaman yang selnya mengandung 40 %. Air merupakan salah satu bahan baku fotosintesis, dan juga sebagai medium hana yang diserap tanaman. Air pelarut universal dan akan melarutkan semua senyawa yang diperlukan tanaman, sehingga tanaman dapat menyerap hara melalui akarnya dan dapat ditransportasikan di dalam tubuh tanaman. Air juga sebagai media tempat berlangsungnya reaksi kimia, terutama dalam tanaman. Sifat fisik air penting bagi tanaman untuk menjaga turgiditas sel yang sangat penting bagi fungsinya, khususnya untuk berlangsungnya fotosintesis. Am juga dapat menyerap panas sehingga dapat mengatur temperatur agar tidak naik secara tajam, sehingga reaksi biokimia berlangsung dalam kondisi yang seragam. Kebanyakan tanaman di daratan mendapatkan air dan tanah, walaupun sebagian. kecil penyerapan berlangsung melalui daun dan bagian tanaman lainnya. Akan tetapi beberapa tumbuhan lumut, lichens dan algae mendapatkan air secara langsung dan udara dan mampu hidup pada kondisi yang sangat kering. Air tanaman terdapat daim beberapa bentuk terikat secara umum sebagai komponen protoplasma, disimpan dalam vakuola sebagai air hidrasi. Air hidrasi terdiri dan molekul-molekul air yang terikat pada ion-ion dan molekul organik oleh daya elektrostatik. Air hidrasi sangat sukar dihilangkan dan sangat penting untuk kehidupan, jumlahnya antara 5 — 10 % dan total air sel. Uap air di udara baik yang tampak maupun yang tidak tampak sangat penting untuk tanaman. Vickery (1984) mengajukan konsep tanaman dan air tidak terlepas dan pengkajian pada berbagai aspek seperti siklus hidrologi, gunanya uap air bagi tanaman, tanaman poikilohidrik dan homolohidrik, kekuatan evaporasi udara, evapotranspirasi, neraca air, layu sementara dan~ Layu permanen, air tanah, klasifikasi tanaman berdasarkan kebutuhan air. B. Siklus Hidrologi Air masuk ke tanah dalam bentuk hujan, embun, atau kabut dan es. Hilang dan tanah melalui proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi langsung dan tanah yang tertutup vegetasi lebih kecil dibandingkan dengan air hilang oleh proses transpirasi. Oleh karena itu tanaman memiliki peranan penting dalam siklus hidrologi. Yang dimaksud dengan siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari lautan sampai ke udara dan kembali ke lautan, yang dalam siklus ini terdapat gabungan dan evaporasi, transpirasi, pergerakan massa udara dan kondensasi — pergerakan air tanah (Kartaspoetra, 1986). Evaporasi adalah penguapan dan laut, tanaman melakukan pula penguapan (transpirasi), yang kemudian uap-uap air tersebut melakukan pembentukan awan serta pengembunan di udara (kondensasi) dan pada akhirnya menimbulkan hujan (presipitasi) dan apabila terlalu berat turunlah hujan. Air hujan ada yang jatuh lagi ke laut, sedang yang jatuh ke daratan meresap ke dalam tanah (infiltrasi), air dalam tanah sebagian diserap oleh akar-akar tanaman dan sebagian lagi membentuk mata air mata air, akhirnya karena pengaruh radiasi matahari terjadi lagi penguapan-penguapan, demikian terjadinya siklus hidrologi. Pergerakan air dalam tanah disebut perkolasi, sedang aliran air di permukaan tanah disebut run off C. Presipitasi Uap air dapat berpresipitasi dalam berbagai cara yaitu hujan, salju, helt , hujan batu es (hari), embun dan tetesan kabut (mist droplet). Salju dan helt terdapat pada daerah tropis yang sangat tinggi altitudenya dan vegetasi yang terbentuk sedikit sekali. Hari dapat membahayakan tanaman, kadang-kadang terjadi bersamaan dengan guntur dan kilat. Oleh karena kejadiannya sangat singkat, maka kontribusinya sangat sedikit untuk mengisi air tanah. Hujan adalah yang paling penting pengaruhnya terhadap tipe vegetasi yang ditemui di daerah tropis. Curah hujan tahunan sangat bervariasi mulai dan < 100 mm pada daerah gurun sampai dengan lebih dan 10.000 mm pada hutan hujan tropis. Daerah di ekuator tidak memiliki musim kering. Pada 23,5 LS dan LU terdapat satu kali musim kering yang panjang dan satu kali musim basah yang panjang. Pengaruh hujan musiman dengan tipe vegetasi biasanya pada daerah sub-tropis banyak terdapat hutan gugur daun/decidous, sedang pada daerah tropis banyak terdapat hutan evergreen, tanaman rendah tetap hijau karena kelembaban. Sebagian tanaman tumbuh di daerah yang musim kering yang panjang. Rumput sangat adaptif terhadap musim kering dan tumbuh subur pada saat air tersedia. Seterusnya mati saat periode kering. Hanya akar-akar yang tetap tumbuh dan dorman hingga hujan berikutnya. Ada juga pohon-pohon yang tidak dapat menyerap air secara efisien. Pada pohon evergreen yang tumbuh di habitat arid, air selalu tersedia bagi tanaman karena akarnya berpenetrasi sangat dalam. D. Curah Hujan Efektif Secara umum vegetasi savana, curah hujan < 2000 mm/th, gurun < 250 mm/th. Curah hujan total kurang penting dibandingkan dengan jumlah bulan kering dan tersedia bagi tanaman. Jumlah curah hujan aktual yang tersedia bagi tanaman disebut curah hujan efektif. Atau formulasinya : PE = R — Ea — Es — Ep — O — G, dimana PE = curah hujan efektif, R = curah hujan, Ea = evaporasi saat hujan jatuh, Es = evaporasi dari permukaan tanah, Ep = evaporasi dari permukaan tanaman, 0 = run off dan G = air gravitasi. E. Kelembaban dan Keawanan Kelembaban Yang dimaksud dengan kelembaban yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara dan tanah, dengan istilah yang dikenal kelembaban mutlak yang dinyatakan dalam g/m, kelembaban spesifik yang dinyatakan dalam g/kg, kelembaban relatif yang dinyatakan dalam %. Angka. kelembaban relatif dari 0 — 100 %, dimana 0 % artinya udara kering dan 100 % artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik. Kelembaban sering juga diartikan dengan air tak tampak, dan sering diformulasikan RH = H/Htp X 100 °h, dimana H = jumlah air aktual di udara, Htp = maksimum kadar air pada temperatur tertentu. Pada umumnya kelembaban di hutan hujan tropis bisa mencapai 100% dan daerah gurun lebih kecil atau sama dengan 10 %. Keawanan Awan merupakan kumpulan titik-titik air yang demikian banyak jumlahnya dan terletak pada titik kondensasi serta melayang-layang tinggi di udara. Uap air tampak dapat berbentuk awan, tetesan kabut, embun yang terjadi pada temperatur di bawah titik beku. Awan terletak jauh dari permukaan tanah. Kabut dan embun berada dipermukaan bumi, yang sangat cepat bila matahari bersinar. F. Kegunaan Uap Air untuk Tanaman Uap air tampak dan tidak tampak, berpengaruh terhadap tanaman dalam berbagai cara. Dapat berpengaruh terhadap pengurangan fotosintesis dan transpirasi sehingga tanaman secara terus menerus di bawah kondisi berembun, akan tumbuh pendek dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi berkabut sekali-kati. Bilamana kabut menyentuh daun-daun tanaman, air tersebut dapat diabsonbsi secara langsung oleh tanaman, terutama di daerah-daerah kurang hujan seperti di Peru. Sebagian air tersebut jatuh ke permukaan tanah melalui daun sehingga dapat mengisi air tanah, seperti pada hutan-hutan yang banyak awan. Walaupun kebanyakan tanaman tingkat tinggi memperoleh air melalui presipitasi, akan tetapi limut dan lichens dapat menyerap langsung air dari udara yang berkelembaban tinggi. Anggrek dan famili Bromeleaceae dapat menyerap air secara langsung dari udara bila kelembaban > 85 % Ada juga tanaman gurun yang demikian. G. Tanaman Poikilohidrik dan Homoiohidrik. Berdasarkan kandungan air dalam sel, tanaman dibagi dua tipe yaitu (1) Poikilohidrik adalah tanaman yang mempunyai sel-sel kecil tanpa vakuola tengah. Kandungan airnya tergantung pada kelembaban lingkungan. Tanaman ini termasuk bakteri, algae biru hijau, lichens dan jamur. Kelembaban yang dibutuhkan tergantung spesies; 95 % (bakteri tanah), 60 % (fungi). Pada tumbuhan tinggi terdapat pada serbuk sari dan embrio biji; (2) Homoiohidrik yaitu tanaman yang merupakan sel-sel besar dan memiliki vakuola besar untuk menyimpan air. Tanaman ini mempunyai pelindung seperti kutikula untuk mengurangi air hilang bila kelembaban rendah. H. Kekuatan Evaporasi Udara Jumlah air yang dapat diserap oleh udara disebut kekuatan evaporasi udara. Kekuatan evaporasi udara ditentukan oleh temperatur, angin dan kelembaban udara. Kekuatan evaporasi udara mempengaruhi transpirasi dan air tanah. Saat sinar matahari cerah, air yang hilang melalui evaporasi tanah basah lebih cepat dibandingkan dengan permukaan air dibandingkan air, seperti danau. Oleh karena itu air yang tidak meresap secara cepat ke dalam tanah hanya tersedia bagi tanaman pada waktu yang sangat singkat. I. Transpirasi Lebih dari 98 % air yang diserap oleh tanaman hilang ke udara melalui proses yang disebut transpirasi. Terjadi melalui stomata tempat keluar masuknya O2 dan CO2 juga H2O. Keluarnya air yang terus menerus melalui stomata tanaman disebut arus transpirasi, yang menyebabkan mineral/hana dapat diangkut dari akar ke bagian atas tanaman. Daun-daun yang terpapar langsung oleh matahari akan mati bila tidak didinginkan. Oleh karena itu transpirasi merupakan mekanisme pendinginan yang sangat penting. Laju transpirasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kekuatan evaporasi udara, perbedaan temperatur antara permukaan daun dan udara, kandungan air jaringan daun, respon sel penjaga terhadap cahaya, dan seringnya pembukaan stomata. J. Evapotranspirasi Kombinasi proses evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi. Laju evapotranspirasi tergantung pada temperatur, kelembaban, kecepatan angin, panjang gelombang cahaya. H. Neraca Air Tanaman dapat digambarkan sebagai medium perantara air, tanah dan udara. Keadaan aktual hidrasi disebut Neraca Air, yang didefenisikan WB = A — T, dimana WB = neraca air, A = air yang diserap tanaman, T = air yang ditranspirasikan. Pinus mempunyai daya transpirasi yang rendah bila dibandingkan pohon-pohon lain. Secara umum pada siang hari neraca air menjadi negatif  tungor — layu dan malam hari neraca air jadi positif ~ guttasi. Karakteristik tanaman yang tumbuh pada kondisi kekurangan air dibandingkan dengan yang tumbuh pada kondisi air yang cukup yaitu: 1. Berkurangnya bagian atas tanaman 2. Meningkatnya ukuran sistem perakaran 3. Sel-sel daun lebih kecil, yang menyebabkan daun berukuran lebih kecil dan tebal serta stomata tertutup secara bersama-sama 4. Kutikula dan dinding sel menebal 5. Rongga interseluler mengecil 6. Sel-sel xylem mengecil Tanaman-tanaman yang memiliki karakteristik tersebut di atas disebut Xeromorpik. Sebagai contoh sorghum lebih tahan kekeringan daripada jagung. I. Layu Sementara dan Permanen Layu sementara merupakan fenomena umum di daerah tropis yang disebabkan oleh keseimbangan air tanaman berada pada negatif di siang hari. Bersama dengan itu stomata juga tertutup sehingga fotosintesis menjadi terhambat. Untuk mengurangi hal tersebut tanaman pelindung diperlukan seperti pada kopi dan kakao, sehingga mengurangi penguapan. Bilamana air tersedia tidak cukup bagi tanaman dan tanaman mengalami penyinaran / paparan sinar matahari yang terus menerus selama siang hari akan terjadi layu permanen. Pohon-pohon dari kelompok annual mati dalam dua minggu, tetapi perennial menjadi hidup walaupun bagian akar tanaman mati. Rumput-rumputan paling tahan terhadap layu permanen. J. Konstanta Air Tanah dan Tipe Air Tanah Konstanta Air Tanah Konstanta air tanah termasuk kapasitas lapang dan persentase layu permanen. Kapasitas lapang adalah jumlah air yang tetap dalam tanah setelah air gravitasi kering. Keadaan itu adalah jumlah maksimum air yang dipegang sebagian bila di dalam pori-pori tanah dan tidak kontak dengan permukaan air tanah. Bila air berada di bawah kapasitas lapang, maka tidak ada lagi pergerakan air ke atas dari air kapiler, oleh karena itu akar harus mencari air yang diperlukan dengan sistem perakaran yang berbeda baik di tanah basah dan tanah kering. Persentase layu Permanen pada tanah hat lebih tinggi dibandingkan dengan tanah pasir. Sejumlah tanaman mampu menyerap air dalam kondisi di bawah titik layu permanen karena tingginya konsentrasi larutan dalam cairan selnya. Tanaman algae tahan kering > 50 tahun dan benih tanaman gurun dapat hidup beberapa tahun. Tipe Air Tanah Tipe air tanah ada tiga yaitu air gravitasi, air kapiler dan air higroskopis. Air Gravitasi Hujan — irigasi — tanah jenuh, air lebih bergerak ke bawah oleh adanya gravitasi disebut air gravitasi. Bila air gravitasi telah mencapai tanah yang telah jenuh air secara permanen, disebut water table, yang biasanya terletak di atas bebatuan. Jika air bergerak horizontal, hingga ke tempat yang rendah dan tertinggal di kolam-kolam danau dan lain-lainnya atau mengalir ke sungai-sungai. Water table dipengaruhi vegetasi penutup. Vegetasi yang padat dan transpirasi tinggi akan membuat water table menjadi dalam. Daerah-daerah yang tumbuh pohon besar-besar dapat mengakibatkan air permukaan (water table) menjadi sangat dalam, sehingga vegetasi yang berakar dangkal tidak dapat survive (bertahan). Air Kapiler Air yang terletak dalam pori-poni di antara partikel-partikel tanah setelah air gravitasi berlalu, disebut air kapiler. Air tersebut tidak bergerak ke bawah disebabkan oleh adanya daya kapilaritas sehingga bergerak ke atas melawan gravitasi. Pergerakan air kapiler tergantung pada struktur, tekstur dan temperatur tanah dan ketebalan filus air dalam pori-pori. Daerah yang selalu lembab atau sedikit di atas water table disebut capillary fringe (Jari-jari kapiler). Tanaman yang airnya diperoleh dan jari-jari kapiler, dapat bertahan hidup lama dan menghasilkan biji setiap tahun. Pada saat biji berkecambah, tanaman harus di irigasi sampai dengan akarnya mencapai jari-jari kapiler, contohnya alfalfa. Tanaman di pinggir sungai transpirasinya tinggi berperan dalam pencegahan erosi dan banjir. Air Higrokopis Air yang terikat kuat pada partikel-partikel tanah disebut air higroskopis. Air tersebut tersedia bagi tanaman. Air tersebut terjadi akibat evaporasi dan penyerapan air oleh akar tanaman secara terus — menerus. Khusus pada tanah dengan kondisi air banyak (tanah tergenang/nawa) pada kondisi an-aerob di mana nitrat dan sulfat direduksi dan dinitrifikasi merupakan bagian dari siklus O2. Tanaman yang hidup pada kondisi tergenang adalah padi dengan jaringan aerencym, akar padi mengeluarkan enzim katalase untuk bakteri Beggiatoa sehingga dapat merubah H2S menjadi ion-ion sulfur, dan terjadi . asosiasi mutualistis. K. Klasifikasi Tanaman Berdasarkan Kebutuhan Terhadap Air Berdasarkan kebutuhan air tanaman dapat dibedakan menjadi 1. Hidropita = tanaman yang hidup dalam air 2. Helopita = tanaman yang tumbuh pada tanah tergenang/ rawa 3. Mesopita = tanaman yang toleran teradap kurang atau berlebihan air 4. Xeropita = tanaman yang beradaptasi dengan habitat kering 5. Halopita = tanaman yang hidup pada tanah garam/salin. Hidropita Hidropita dapat dibedakan dan dikelompokkan atas: a. Hidropita terapung, seperti enceng gondok dan bersinggungan langsung antara udara dan air dan tidak dengan tanah b. Hidropita tersuspensi (duckweed — lemma) hanya kontak dengan air c. Hidropita submerge, kontak dengan tanah dan tidak dengan udara d. Hidropita anchored (pondmeed - petamozeton) = terapung/ menjalar e. Hidropita daun terapung (lili air = Nymphaea), kontak dengan air, udara, dan tanah. Helopita Contoh dari helopita adalah padi (Oriza sativa) dan bakau/ mangrove (Rhizopora dan Avicennia). Tanaman ini sangat adaptif pada kondisi berkurangnya air pada saat-saat tertentu, seperti mendekati panen pada padi dan terjadinya air surut pada rawa bakau. Mesopita Tanaman mesopita adalah tanaman yang hidup pada kondisi air yang berkecukupan, mesopita sendiri berasal dari istilah “mesophytes” artinya air tersedia dalam jumlah cukup atau dengan kata lain toleran pada kondisi kurang air dan lebih air. Xeropita Kondisi air pada tanaman ini terbatas, harus memiliki periode kering, selama periode tersebut daun-daunnya gugur dan dorman. Tanaman-tanaman memiliki tuber, bulbs, corm, rhizoma dan lain-lain. Tidak ada batasan yang jelas antara Mesopita dan Xeropita. Terdapat tiga cara Xeropita menjaga keseimbangan air: 1. Mengurangi air hilang, daun kecil-kecil, daun berbentuk jarum, berduri, daun akasia, tanpa helaian daun, lapisan him dan tebal 2. Meningkatkan penyerapan air, yaitu pada daun-daun berbulu dan daun-daun bergulung (rumput-rumputan) 3. Mengkonversi (menyimpan) air dalam jaringan tanaman. 4. Laju air hilang antara Xeropita dan Mesopita adalah sama bila air tersedia. Anggota Xeropita dikenal dengan succulent , vakuolanya menyimpan air, contoh pada akar (Ceiba parvifaha) batang (Cactaecea = kaktus, Euphonbiaceae), atau daun (Agavaceae). Halopita Tanaman yang tumbuh pada tanah satin yang mengandung konsentrasi ion-ion yang tinggi disebut Halopita. Contohnya adalah famili Chenopodiaceae. Sel-sel tanaman halopita mengandung garam-garam dalam konsentrasi yang lebih tinggi, sehingga terasa asin. Biji-biji tanaman halopita berkecambah pada saat musim basah (wet) dimana garam-garam lebih banyak tercuci. Mangrove, bijinya telah berkecambah sebelum jatuh ke lumpur, yang dinamakan vivipary. L. Air dan Pertumbuhan Tanaman Ada tanaman yang dapat hidup pada musim basah dan ada tanaman yang dapat hidup pada musim kering dan ada yang dapat hidup dengan kondisi di antaranya. Seperti contoh tanaman. Tectonia grandis dan Terminaxa superla hidup pada musim basah, sedangkan pada kondisi musim kering tanaman hidup dan cenderung menggugurkan daunnya seperti pada Geopita (tumbuhan yang memiliki bulbus, corm, atau tuber dalam tanah). Contoh lainya tanaman kopi akan tiba-tiba berbunga lebih kurang 10 hari setelah hujan berat. Mengingat .pentingnya air bagi pertumbuhan Tanaman maka Muljanto (1997) membatasi kegunaan dan pentingnya air bagi pertumbuhan tanaman adalah: 1. Konstituen utama dan protoplasma (90 atau 95 % dan berat totalnya) 2. Konstituen organik lain dalam tubuh tanaman seperti karbohidrat, protein, asam nukleat, enzim dan lain-lain akan hilang sifat fisik dan kimianya apabila tidak ada air 3. Aktif dalam proses metabolisme 4. Memacu laju respirasi 5. Sumber atom H untuk mereduksi CO2 dalam proses fotosintesis 6. Sebagai solvent dan pembawa (carrier) dan banyak substansi 7. Mengatur turgiditas sel 8. Masuk dan pergerakan substansi terlarut 9. Air membantu dalam translokasi solute, mobilitas gametes, desiminasi spora, buah, biji dan berperan dalam tanaman Akuatik 10. Mencegah kenaikan suhu tanaman ***** “Pada dasarnya Kita semua berada pada posisi yang paling sukses jika dalam menjalani hidup penuh dengan do’a, usaha, dan kerja/belajar serta cinta, tanpa itu semua kita sepi diri dan prestasi serta sulit dihargai dan diterima oleh orang lain serta diri sendiri. Mulailah saat ini untuk sukses dan memberi penghargaan serta menerima juga menemui diri sendiri”. (Syaf, ZA. Ghandy - 2001). Daftar Pustaka Kartasapoetra, A.G. 1986. Klimatologi. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bina Aksara, Jakarta. Muljanto, D. 1997. Ekofisiologi Tumbuhan Volume I. Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Vickery, M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons, New York. VII. Tanaman dan Cahaya (Halimursyadah) A. Pendahuluan a. Kualitas cahaya Semua kehidupan di muka bumi tergantung energi yang bersumber dari cahaya atau radiasi matahari. Tanaman memperoleh energi secara langsung, tetapi kebutuhan energi untuk hewan sangat tergantung kepada energi kimiawi sebagai hasil sintesa karbohidrat oleh tanaman. Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima yang dinyatakan dengan panjang gelombang. Pancaran energi dan matahari diterima oleh bumi dalam bentuk gelombang elektromagnetik, dimana panjangnya bervariasi dan 290 - 5000 nm (nanometer= millimikron). Spektrum cahaya dapat dibagi menjadi 3 daerah (Gambar 4.1), Daerah dengan panjang gelombang 400 - 760 nm atau 400 — 760 m (1 m = 10 Angstrom) merupakan panjang gelombang yang paling penting bagi tanaman dan hewan. Berkas gelombang tersebut dikenal dengan istilah cahaya yang tampak (visible light), Cahaya yang tampak masing-masing adalah ungu ( 400 - 435 m), biru( 435 - 490 m), hijau ( 490 - 574 m), kuning ( 574 - 595 m), oranye/ jingga ( 595 -626 m) dan merah ( 626-760 m). Sedangkan panjang gelombang yang lebih pendek dan 400 mp. ialah sinar ultra ungu, sinar X, sinar gamma dan sinar kosmis. Panjang gelombang yang lebih besar dan 760 m adalah sinar infra merah, gelombang radar dan televisi serta gelombang radio. Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas fotosintesis adalah berkisar antara 400 -760 m atau sinar yang tampak. Selang panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut PAR (photosynthecally active radiation). Suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat besarnya absorbsi tanaman (klorofil) terhadap PAR, ternyata setiap panjang gelombang menunjukkan daya absorbsi yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan klorofil yang terdapat pada tanaman, yakni klorofil A (C55 H72 O5 N4 Mg) dan klorofil B (C55 H70 O6 N4 Mg). Setiap tanaman juga berbeda-beda menanggapi panjang gelombang cahaya. Contohnya pembentukan tepung pada tanaman Phaseolus multiflorus memerlukan spektrum cahaya sedikit di luar PAR, yaitu berkisar antara 330 — 760 m dan aktivitas maksimum terjadi pada panjang gelombang 687 - 656 m (Miller, 1959). b. Jumlah Cahaya Jumlah cahaya yang diterima bumi ditentukan oleh letak lintang (latitude) dan musim. Latitude berhubungan langsung dengan sudut datang sinar matahari dengan permukaan bumi. Sudut datang dan sinar matahari yang mengenal permukaan bumi cenderung menentukan jarak titik perjalanan cahaya melalui atmosfir dan karenanya persentase penyerapan energi cahaya ditentukan seperti Gambar 4.2). Sudut sinar matahari tergantung pada musim dan kemiringan (slope). Lamanya periode cahaya matahari atau panjang hari ditentukan oleh musim. Variasi garis lintang pada intensitas cahaya disebabkan tinggi matahari di atas horizon adalah sangat penting. Pada daerah equatorial, keberadaan cahaya sangat intense dan sebanyak 70 % dan cahaya matahari langsung mencapai permukaan bumi. Pada daerah temperate atau subtropik, hanya 50 % dan cahaya matahari yang sampai ke permukaan sekalipun had cerah, dimana proporsi difusi cahaya lebih tinggi daripada daerah equator. Di daerah tropik jumlah energi matahari yang dapat tertangkap kira-kira 191 kilo kalonitcm2, di daerah sub tropik 120 kilo kaloni/cm2 setiap tahunnya. Di Gurun Sahara daerah tropik energi matahari yang tertangkap dapat mencapai 200 kilo kalori/cm2/tahun. Permukaan bumi dijadikan sebagai penyangga di antara radiasi yang ekstrim pada siang dan malam hari. Selama siang hari permukaan bumi menerima energi dad matahari (incoming solar radiation = insulation) dan bumi menjadi hangat, sementara pada malam had bumi menyebarkan panas dan secara lambat akan menjadi dingin. Tanpa adanya penyangga (atmosfir) pada banyak tanaman tidak dapat mentoleransi suhu yang ekstrim pada siang dan malam hari. Besarnya insolasi yang diterima pada suatu tempat di permukaan bumi pada suatu waktu tertentu ditentukan oleh:  Latitude Sudut datang sinar matahari yang vertikal memberikan insolasi yang lebih besar dibandingkan sudut sinar yang datangnya miring (oblique). Intensitas insolasi terbesar pada saat tengah hari, karena sudut datang Sinar hampir vertikal dan intensitas insolasi terkecil terjadi pada pagi dan sore hari. Insolasi tahunan terbesar di daerah equator dan makin menurun ke arah kutub. Jumlah insolasi pada daerah khatulistiwa (equator) selama setahun hampir empat kali lipat dibandingkan daerah kutub. Variasi insolasi yang diterima bumi juga disebabkan oleh musim. Energi matahari lebih lemah pada musim dingin daripada musim panas. Pada musim dingin, sinar matahari harus menembus lapisan atmosfir yang tebal.  Kejernihan atmosfir Atmosfir yang mengandung banyak debu uap air dan gas-gas tertentu dan awan mengakibatkan energi matahari terhalang mencapai permukaan bumi sehingga insolasi kecil. Daerah tropis lapisan pemantul lebih tipis daripada daerah sedang, namun pengaruh ini berfluktuasi sesuai musim dan panjang hari.  Konstanta atau Tetapan Matahari Besarnya energi matahari yang sampai ke permukaan bumi ditentukan oleh jarak matahari dengan bumi. Besarnya energi matahari yang diterima oleh permukaan bumi adalah 1395 gram kalori cm-2 menit-1. Angka ini disebut tetapan matahari. Bumi beredar mengelilingi matahari pada orbitnya yang berbentuk ellips di mana bumi membuat jarak yang berbeda setiap waktu dengan matahari. Matahari terletak pada salah satu titik fokusnya. Jarak yang terjauh dicapai bumi disebut aphellium dengan jarak 1,52 x 108 km jatuh pada tanggal 1 Juli, sedangkan jarak terdekat disebut perihellium yang jatuh pada tanggal 1 Maret dengan jarak 1,49 x 108 km. Gambar 4.1 Gelombang elektromagnetik yang diterima oleh permukaan bumi Gambar 4.2. Absorbsi energi oleh atmosfir bumi B. Suhu Tanah Sebagaimana matahari menyinari permukaan bumi untuk mulai menambah sejumlah panas daripada kehilangannya akibat konduksi dan reradiasi, maka suhu akan meningkat secara cepat. Setelah beberapa jam suhu permukaan tinggi dicapai dan dipelihara selama bagian siang hari lebih besar, dimana perkiraan radiasi menguntungkan sama dengan kehilangan. Sesudah matahari terbenam, suhu bumi akan menurun secara lambat, kehilangan panas dipercepat dengan efek pendinginan oleh evaporasi dad tanah. Suhu tanah dicirikan di bawah suhu udara minimum yang terjadi sebelum matahari terbit. Karenanya maksimum siang had adalah lebih besar dan minimum malam hari lebih kecil, suhu permukaan tanah berfluktuasi luas setiap 24 jam daripada suhu udara. Suhu permukaan lapisan tanah berfluktuasi, di daerah tropik pada suhu tanah sedalam 1 meter di bawah permukaan tanah. Warna permukaan tanah memberikan pengaruh jumlah radiasi yang dapat diserap. Warna putih memantulkan semua radiasi, sementara warna hitam menyerap seluruh radiasi. Pada tanah yang gundul, warna tanah yang terang menerima radiasi matahari, dan pantulan begitu kuat sehingga udara di bawah permukaan tanah menjadi sangat panas. Pada permukaan tanah yang gelap, seperti area bekas pembakaran, menyerap radiasi dart terkadang panas. Tetapi hat ini tidak lazim untuk membedakan tanah berdekatan antara tanah berwarna terang dan tanah berwarna gelap pada suhu lebih dan 20°C. Absorbsi Energi Oleh Tanaman Jumlah energi matahari yang diserap oleh tanaman tergantung pada beberapa faktor yaitu: 1. Tempat tanaman tumbuh yang dibagi atas: (a) tempat yang ternaungi atau terlindung yaitu sedikit mengabsorbsi cahaya (b) tempat terbuka yaitu banyak mengabsorbsi cahaya. Pada tanaman yang tumbuh di tempat terbuka, daunnya memiliki permukaan yang dapat memantulkan cahaya sangat efektif. Sejumlah energi cahaya yang diterima dikembalikan ke lingkungannya, daunnya mengkilap dan memiliki bulu-bulu putih penutup yang banyak atau rapat. Tanaman secara normal tumbuh pada tempat yang mendapatkan cahaya langsung (direct sunlight) lebih banyak yang pada umumnya memiliki daun yang dapat memantulkan cahaya lebih tinggi, hingga dapat dipantulkan kembali ke lingkungan di sekelilingnya. 2. Arah tumbuh daun. Daun sebagai organ tanaman berperan penting dalam mengabsorbsi energi matahari, yang dibedakan atas: (a) posisi sudut daun horizontal yang memiliki permukaan maksimum untuk menyerap cahaya lebih banyak. (b) posisi daun vertikal yang memiliki permukaan minimum untuk menyerap cahaya, yang ditunjukkan melalui Gambar 4.3. Beberapa tanaman dapat mengubah posisi tersebut untuk mendapatkan lebih banyak cahaya yang tersedia. Gambar 4.3. Pengaruh posisi daun terhadap absorbsi energi 3. Pigmentasi juga mempengaruhi banyaknya energi yang diserap. Hal ini dapat dibedakan atas: (a) pada daun berwarna hijau gelap dengan jumlah klorofil yang banyak mampu menyerap cahaya lebih banyak yang dibutuhkan untuk kegiatan fotosintesis, dan (b) pada daun berwarna kuning dengan sedikit klorofil menyerap cahaya lebih sedikit. 4. Beberapa jenis pigmen lainnya seperti phytochrome (berperan penting dalam perkecambahan benih, carotenoid (pigmen kuning pada wortel), flavonoid, antocianin (pigmen berwarna kemerahan) juga berperan dalam mengabsorbsi energi matahari dengan panjang gelombang yang bervariasi. Pigmen antosianin yang terdapat pada beberapa herba tanaman hutan tropis yang terlindung mampu mengabsorbsi lebih banyak cahaya yang tersedia dibandingkan dengan tanaman yang tidak memiliki pigmen tersebut. C. Suhu Tanaman Umumnya suhu tanaman bersifat poikilothermic, yaitu suhu tanaman mendekati suhu sekelilingnya. Tetapi terkadang, suhu lingkungan berbeda dengan suhu permukaan daun. Biasanya suhu tanaman lebih tinggi dad suhu sekelilingnya pada siang had, namun akan terjadi sebaliknya pada malam hari. Contohnya adalah bila pada siang had suhu udara 35°C, maka suhu daun dapat mencapai 40 — 50°C, tetapi bila ada awan atau salju yang menyentuh tanaman maka dapat mempengaruhi suhu tanaman pada siang had. Kegiatan transpirasi juga dapat mengurangi suhu daun sebesar 5 — 10°C. Pada tanaman yang suhu permukaan daun dan sekelilingnya berbeda sangat besar hanya terjadi pada lapisan tipis pada permukaan daun yang langsung terkena cahaya matahari. Lapisan ini disebut lapisan aktif (aktif layer) atau permukaan aktif. Pada hutan tropis, lapisan aktif berada pada puncak pohon sedangkan pada savana, lapisan tersebut berada pada puncak rerumputan (gambar 4.4). Pada lapisan aktif dapat sangat berbeda antara suhu daun dan suhu udara. Suhu daun lebih panas pada siang hari dan lebih dingin pada malam hari. Gambar 4.4. Permukaan aktif dan iklim mikro pada hutan dan savana Suhu kardinal Suhu kardinal adalah suhu yang masih memungkinkan tanaman bertahan hidup. Kebanyakan tanaman hanya bertahan pada kisaran suhu yang sempit. Suhu berperan penting dalam aktivitas molekul. Bila tanaman berada pada suhu yang sangat tinggi maka molekul-molekulnya akan mengalami kerusakan, terutama kandungan protein akan mengalami denaturasi. Masih sedikit penelitian tentang aktifitas biologis tanaman pada suhu di bawah 0°C dan di atas 50°C. Berkaitan dengan hal tersebut ada 2 faktor utama yang berhubungan dengan makhluk hidup yaitu (a) kandungan air yang tinggi akan membeku pada suhu 0°C dan (b) protein akan mengalami kerusakan di atas suhu 50°C. Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman biasanya 15 — 40° C, jadi di bawah 15°C dan di atas 40° C, maka pertumbuhan tanaman akan menurun secara drastis. Suhu dapat mengaktifkan proses fisika dan kimia pada tanaman. Suhu berperan meningkatkan perkembangan tanaman sampai batas tertentu dan sangat tergantung pada spesies tanaman. Suhu baku adalah titik suhu yang tidak terjadinya proses fisiologis di mana untuk setiap spesies tanaman bervariasi. Contoh : Kentang suhu baku adalah 7,2°C, kedelai suhu baku 7,8° C dan kapas suhu baku 16,6° C. Untuk tanaman di daerah tropik, pertumbuhan terhambat pada suhu 20° C dan tanaman mati pada suhu 10° C. Tanaman yang mengandung karbohidrat tinggi lebih tahan terhadap suhu tinggi karena denaturasi karbohidrat lebih tahan dibandingkan protein. Protein akan rusak pada suhu 45°C, sedangkan karbohidrat rusak pada suhu 55°C, bahkan ada yang sampai 85°C. Arus Energi Arus energi berjalan satu arah dad matahari ke bumi. Setiap tahunnya, matahari menyumbangkan energi ke bumi sebesar kira-kira 1 — 3 x 1023 kalori per tahun. Tumbuhan dan tanaman menangkap energi matahari sebesar 1 x 1021 kalori per tahun, herbivora memperoleh sebesar kira-kira 5 x 1020 kalori per tahun. Sedangkan karnivora yang memangsa herbivora memperoleh bagian sebesar kira-kira 1 x 1020 per tahun dan yang terakhir adalah karnivora sekunder dan tersier memperoleh sebesar kira-kira 3 x 1019 kalori per tahun. Fotosintesis memanfaatkan energi matahari 1/10 x 1 % energi matahari yang mencapai bumi. Dari pecahan ini diperkirakan fotosintesis kotor tanaman mengambil 15 — 50 % tergantung dad komunitasnya untuk metabolismenya, sisanya disebut netto fotosintesis. Perilaku energi di alam mengikuti Hukum Termodinamika sebagai berikut:  Hukum Termodinamika I : Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi energi dapat berubah dan satu bentuk ke bentuk lainnya (conservation of energy)  Hukum Termodinamika II: Energi dapat terjadi secara spontan bila ada penurunan derajat dan suatu sumber konsentrasi tinggi secara menyebar untuk mencapai pemerataan. Urutan organisme yang dilewati energi dalam suatu komunitas disebut rantai makanan (food chain = perpindahan energi dan suatu makhluk ke makhluk yang lain). Dalam rantai makanan, bermacam-macam organisme mendapat makanan dan tumbuhan dengan jumlah transfer yang sama dan menempati tingkatan tropik yang sama. Kehilangan energi dalam bentuk panas akan terjadi pada setiap tingkat rantai makanan. Energi yang bersumber dan matahari akan melalui tanaman, konsumen primer, konsumen sekunder, decomposer yang akhirnya dilepaskan dalam bentuk panas seperti dalam diagram aliran energi pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Diagram aliran energi yang menunjukkan kehilangan energi dalam bentuk panas pada setiap tingkat rantai makanan D. Fotosintesis Secara keseluruhan proses fotosintesis dapat dirumuskan dengan persamaan berikut: 6 CO2 +6 H2O energi cahaya energi cahaya  C6H12O6 + 6 O2, dimana CO2 dart air dikombinasikan untuk menghasilkan glukosa dan O2. Kombinasi antara CO2 dan air tidak dapat langsung dilakukan oleh tanaman dan biosintesa glukosa memerlukan banyak tahapan dimana setiap tahapannya memerlukan katalis enzim yang spesifik. Fotosintesis terdiri dari 3 proses utama yaitu: 1. Photochemical atau reaksi terang (reaksi yang membutuhkan cahaya) Reaksi tenang pada fotosintesis tergantung pada absorbsi cahaya yang tampak (visible light) oleh pigmen yang aktif dimana klorofil hijau merupakan hal penting. Pada tanaman tingkat tinggi, 2 fotosistem bekerja yang mana molekul klorofil A digabungkan dengan protein membentuk complexes. Fotosistem I mengabsorbsi maksimum pada 700 nm, sementara fotosistem 2 mengabsorbi maksimum pada 680 nm. Artinya reaksi transport electron yang kaya akan energi ATP dibentuk dan energi matahari yang disimpan dalam bentuk energi kimia. Reaksi terang terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2. Oksigen yang dilepaskan ke udara luar akan membentuk molekul Oksigen. Sedangkan hidrogen ditangkap oleh penangkapan hidrogen yang disebut NADP (Nikotinamid Adenosin Dinukleotida Phosphate) menjadi NADPH2. Reaksi Hill: 2 H2 O  NADPH2 + O2 NADP Penangkapan energi cahaya selain untuk fotolisa juga digunakan untuk pengubahan ADP (Adenosin Difosfat) menjadi ATP (Adenosin Trifosfat) yang disebut fosforilasi. Fosforilasi dapat juga terjadi akibat peristiwa pernafasan (fosforilasi oksidatif). Perubahan energi cahaya ke energi kimia dicapai dengan terbentuknya penghasil energi (ATP dan ADP). Energi terbentuk akan diubah menjadi bahan organik (seperti gugus fosfat yang kaya energi), sebagai bahan dasar penyusunan karbohidrat. Fase cahaya = Reaksi Hill + Fosforilasi 2. Enzymatic atau reaksi gelap (reaksi yang tidak memerlukan cahaya) Reaksi gelap merubah CO2 menjadi energi yang kaya gula, proses ini dikenal dengan fiksasi karbon. Energi yang dibutuhkan selama proses ini berasal dari ATP yang dibentuk pada reaksi terang. Reaksi gelap tidak memerlukan cahaya tetapi sangat tergantung pada suhu. Karenanya pada fase gelap reaksi biokimia yang berlangsung sangat ditentukan oleh kegiatan enzim. Prinsipnya adalah pemindahan hydrogen dan air sebagai hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa (akseptor) hydrogen (NADPH2) ke asam organik berenergi rendah untuk membentuk karbohidrat yang berenergi tinggi. Reaksi reduksi ini adalah penambahan electron dan atom H2 ke CO2 yang berakhir dengan terbentuknya unit gula. Reaksinya sebagai berikut: 2H2 O  2 NADPH2 + O2 (reaksi Hill) CO2 +2 NADPH2 + O2  2 NADP + H2 ± CO + O2 (reaksi gelap) Reaksi Hill + Reaksi Gelap = 2H2 O + CO2  CH2 O + H2 O + O2 (Bila reaksi ini dikalikan dengan 6 maka menjadi: 12 H2 O + 6C02  C6H12O6 + 6H2O + 6O2 (Reaksi fotosintesa) 3. Pertukaran karbondioksida dan oksigen di antara kloroplas dan udara luar. Umumnya tanaman mengikat CO2 langsung menjadi gula melalui proses pentosa phosphat atau dikenal dengan lintasan C3. Gula yang pertama terbentuk adalah triosa. Beberapa tanaman tropis seperti anggota famili Graminae mengikat CO2 sebagai asam oksaloasetat, asam dikarboksilat dengan 4 atom karbon. Proses ini dikenal dengan Slack and Hatch atau lintasan C4. Tanaman dengan lintasan pentosa phosphat yang artinya mengikat CO2 disebut sebagai tanaman C3, sementara tanaman yang mengikat CO2 dengan cara Slack and Hatch disebut tanaman C4. Oksalo asetat dirubah menjadi asam karboksilat yang akan dipecah untuk melepaskan CO2 yang digunakan pada lintasan C3. Keberadaan lintasan C4 pada tanaman daerah tropis artinya adalah konsentrasi CO2 menjadi faktor pembatas sebagaimana dengan tanaman C3 di mana gas disimpan dalam bentuk asam dikarboksilat. Kebanyakan tanaman, fotosintesis hanya berlangsung pada siang hari, tetapi beberapa tanaman tropik tumbuh pada kondisi kening dan mampu mengikat CO2 pada malam had, meskipun tanaman tersebut menggunakan ATP pada siang hari. CO2 yang diikat disimpan dalam vakuola dalam bentuk asam dikarboksilat hingga senyawa tersebut dirubah dalam bentuk gula. Proses ini pertama sekali dikenal pada anggota famili Crassulaceae, maka dikenal dengan nama Crassulaceae Acid Metabolism atau lintasan CAM. Tanaman CAM memberikan keuntungan pada tanaman lainnya yang tumbuh pada daerah kening dimana tanaman tersebut menutup stomatanya pada siang hari dan menyimpan air. Radiasi cahaya yang jatuh pada tanaman sebagian diabsorbsi, sebagian dipantulkan dan sebagian ditransmisikan (diteruskan) tergantung pada struktur daunnya. (Gambar 4,5). Daun yang mengkilap dan berbulu memantulkan lebih banyak cahaya daripada daun yang 11cm dan bergelombang. Sedangkan daun yang tipis dengan kutikula sedikit akan mentransmisikan cahaya lebih banyak daripada daun yang rapat kutikulanya. Energi yang diabsorbsi akan dirubah dalam bentuk panas, dan hanya sebagian kecil yang tersimpan dalam bentuk energi kimia untuk digunakan oleh keseluruhan biomassa. Energi matahari yang ditangkap oleh tanaman digunakan untuk kegiatan fotosintesis, respirasi, transpirasi, translokasi unsur hana dan assimilasi. Energi cahaya yang ditangkap dalam fotosintesis dirubah menjadi energi potensial selanjutnya digunakan untuk: (a) Mengabsorbsi unsur hara mineral dan air, (b) Mensintesa bahan-bahan organik (c) Mengkatalisasi bahan-bahan organik yang terbentuk melalui proses respirasi dan transpirasi, (d) Melaksanakan pertumbuhan dan melengkapi siklus perkembangan Efisiensi fotosintesa adalah ratio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh sistem fotosintesa. Efisiensi fotosintesa dibatasi oleh sistem cahaya (intensitas, kualitas dan lama penyinaran), golongan tanaman (C3, C4 dan CAM), suhu dan air. Faktor pembatas tersebut akan mempengaruhi kegiatan respirasi, translokasi assimilat dan source (sumber= jaringan yang mensuplai assimilat) ke sink jaringan yang menerima assimilate/tidak melakukan fotosintesa = biji, umbi, buah dan penumpukan asimilat pada sink. Daerah tropis dengan intensitas cahaya dan suhu relatif tinggi lebih cocok untuk tanaman dengan jalur fotosintesa C4 seperti jagung, tebu, sorghum, dan padi. Konsep ini berdasarkan jalur fotosintesa C4 lebih besan dapat mengubah energi matahari (lapar cahaya) menjadi energi kimia. Gambar 4.5. Absorbsi, refleksi dan transmisi cahaya yang bervariasi pada beberapa tipe daun Kompensasi dan Titik Kejenuhan Cahaya Pada tanaman, energi yang disimpan dalam ikatan kimia pada proses fotosintesis dilepaskan dalam bentuk respirasi. Respirasi adalah proses yang berlangsung secara kontinyu di mana senyawa carbon yang dioksidasi membebaskan energi dalam bentuk panas dan digunakan untuk memelihara kehidupan. Ketika tanaman tidak dapat berfotosintesis maka berat keringnya akan berkurang karena digunakan untuk respirasi. Jumlah cahaya yang dibutuhkan untuk memproduksi senyawa karbon pada kegiatan fotosintesis sama dengan jumlah senyawa karbon yang hilang melalui kegiatan respirasi. Ini dikenal dengan istilah titik kompensasi cahaya. Untuk pertumbuhan dan reproduksi, proses fotosintesis harus melebihi dan proses respirasi. Jumlah cahaya yang jatuh pada tanaman harus melebihi titik kompensasi cahaya. Begitupun, banyak dedaunan pada lintasan C3 menjadi jenuh cahaya kira-kira 20% cahaya yang penuh. Intensitas dimana dedaunan tidak dapat menggunakan lebih banyak radiasi disebut dengan titik kejenuhan cahaya. Bila fotosintesis lebih lambat dan respirasi meningkat pada suhu tinggi, maka akumulasi karbohidrat pada tanaman C3 lebih rendah dibandingkan dengan kondisi cahaya cerah berkurang. Tanaman C4, seperti tebu dan jagung, tidak memiliki titik jenuh cahaya, dimana tanaman tersebut mampu menggunakan semua cahaya yang jatuh pada dedaunannya. Beberapa tanaman yang tidak kehilangan CO2 melalui fotorespirasi, dimana tanaman tersebut dengan segera melepaskannya, menangkapnya kembali dan menyimpannya dalam bentuk asam dikarboksilat. Pada kondisi intensitas cahaya dan suhu tinggi, tanaman C4 mengakumulasikan banyak bahan kering daripada tanaman C4 (Gambar4.7) Gambar 4.7. Akumulasi bahan kering pada tanaman C3 dan 04 pada suhu dan intensitas cahaya yang bervariasi Tanaman C3 seperti kopi dan kakao, memproduksi hasil yang lebih baik jika tidak ditempatkan )ada intensitas cahaya tinggi, Umumnya tanaman ini memerlukan tumbuhan pelindung untuk menaunginya. E. Fotoperiodisme dan Termoperiodisme Respon tanaman terhadap panjang hari disebut dengan fotoperiodisme. Beberapa proses fisiologi yang dapat dipengaruhinya adalah dormansi, produksi daun-daun yang baru pada spesies decidous dan pembentukan bunga. Berdasarkan respon tanaman terhadap fotoperiodisme, Wilsie (1962) membagi tanaman atas 3 golongan yaitu:  Tanaman hari pendek adalah tanaman yang hanya dapat berbunga bila panjang hari kurang dari panjang hari (panjang hari maksimum 12-14 jam). Contoh kedelai, sorghum, kopi.  Tanaman hari panjang adalah tanaman yang hanya dapat berbunga bila panjang hari lebih panjang dari panjang hari minimum (lebih dari 12 jam). Contoh: alfalfa, berley, cabai.  Tanaman hari netral adalah tanaman yang akan berbunga tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Contoh kapas dan tembakau. Respon suhu terhadap pembungaan tanaman disebut dengan thermoperiodisme. Beberapa tanaman daerah tropis menghendaki perbedaan suhu tertentu antara siang dan malam hari. Contohnya tanaman kopi dan jagung menghendaki suhu malam hail lebih dingin sebesar 5 — 10°C daripada suhu siang hari untuk mendapatkan produksi yang baik. Pengaruh dan Altitude (ketinggian tempat) Suhu rata-rata pada daerah pegunungan akan berkurang sebesar 0,5°C setiap kenaikan 100 meter dan permukaan laut. Semakin rendah letak lintang maka tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor pembatasnya dipengaruhi oleh:  Suhu yang terlalu rendah dapat membunuh protoplasma.  Ketidakmampuan tanaman mengakumulasi senyawa yang diperlukan. untuk pertumbuhan karena suhu rendah.  Penghambatan reproduksi disebabkan suhu rendah.  Parasit akan menjadi aktif apabila berada pada suhu rendah.  Kombinasi merugikan antara suhu pada siang dan malam hari. Beberapa tanaman daerah tropis akan mengalami deraan suhu (chilling injury), dimana terjadinya pembekuan pada membran sel sehingga proses metabolisme tidak dapat berfungsi. Semakin tinggi suatu tempat akan dapat mempengaruhi perubahan tipe vegetasi seperti pada Gambar 4.8. Gambar 4.8. Perubahan vegetasi akibat pengaruh altitude di daerah pegunungan tropis G. Tanaman Heliophytes dan Sciophytes Menurut kebutuhan akan cahaya, secara ekologi tanaman diklasifikasikan atas 2 bentuk, yaitu 1. Heliophytes yaitu tanaman yang membutuhkan cahaya penuh atau tanaman yang hidup pada tempat terbuka. 2. Sciophytes yaitu tanaman yang tidak membutuhkan cahaya penuh atau tanaman yang hidup pada tempat terlindung. Namun demikian ada beberapa spesies tanaman yang telah beradaptasi, sehingga tanaman heliophytes akan tumbuh pada kondisi setengah terlindung dari tanaman sciophytes juga tidak terganggu pertumbuhannya oleh sinar matahari yang cerah. Pada kasus seperti ini, tanaman yang terbaik pertumbuhannya adalah tanaman yang memperoleh cahaya sesuai dengan kebutuhannya. Spesies primer pada hutan hujan tropis adalah tanaman heliophytes dan spesies sekunder nya adalah tanaman sciophytes yang berkolonisasi dengan pepohonan heliophytes. Radiasi matahari yang masuk ke dalam tegakan pepohonan akan mengalami penurunan atau pengurangan dan yang mencapai dasar, intensitasnya hanya tinggal 1 % jika dibandingkan cahaya pada permukaan kanopi. Pada hutan hujan tropis hanya sedikit tanaman yang tumbuh karena kondisi atau intensitas cahaya rendah, kecuali pada pepohonan besar yang mendapatkan intensitas cahaya tinggi. Beberapa tanaman herba pada hutan hujan tropis memiliki antosianin yang dapat menyerap radiasi tinggi sinar matahari, Pengurangan cahaya akibat adanya canopy atau ternaungi menyebabkan intensitas cahaya akan berkurang sebesar 20 %. Daun yang berbentuk horizontal melindungi hampir sepenuhnya daun yang lebih rendah di bawahnya yang menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah daun pada batang. Karenanya daun yang berada di bawah pada tanaman berdaun lebat tidak dapat berfotosintesis secara efisien. Daun tersebut sering gugur seining dengan pertumbuhan tanaman. Contohnya : palmae, dimana secara reguler daun yang berada di bawah dan terlindung dan cahaya akan gugur (gambar 4.9). Gambar 4.9. Pengaruh posisi daun terhadap jumlah cahaya yang diserap oleh daun bagian bawah Daun yang tumbuh secara vertikal meloloskan cahaya memasuki tegakan dan semak-semak kecil dapat tumbuh di antara rerumputan (gambar 4.10). Gambar 4.10. Pengaruh posisi daun terhadap jumlah cahaya yang diterima dengan kanopi Terdapat banyak perbedaan secara morfologi dan fisiologi antara tumbuhan yang tumbuh pada cahaya penuh dan terlindung berdasarkan perbandingan antara tumbuhan heliophytes penuh dan sciophytes atau pada tanaman yang sama spesies tetapi tumbuh pada kondisi cahaya yang berbeda. Sebagai perbandingan pada tanaman yang tumbuh pada tempat terlindung , maka tanaman yang membutuhkan cahaya penuh memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Batang lebih tebal 2. Luas daun sempit dan internode (ruas) lebih pendek 3. Memiliki cabang-cabang lebih banyak 4. Sel-sel daun lebih kecil dengan sedikit kloroplas dan rasio external dan internal permukaan daun lebih besar 5. Kutikula lebih tebal dan dinding sel lebih tebal 6. Memiliki perakaran yang panjang dan banyak cabang dengan rasio akar terhadap pucuk lebih besan 7. Daun lebih kuning karena klorofil sedikit 8. Laju fotosintesis pen menit, luas daun lebih besar pada cahaya cerah dan lebih kecil pada kondisi mendung 9. Laju respirasi tinggi, titik kompensasinya tinggi 10. Laju transpirasi lebih cepat dan kadar air dalam jaringan lebih rendah 11. Bunga dan buahnya lebih vigor 12. Lebih tahan terhadap suhu yang merusak, kekeringan dan parasit yang menyebabkan kerusakan. Tumbuhan heliophytes lebih efisien menggunakan cahaya daripada tumbuhan sciophytes, contohnya tebu, jagung dan bunga matahari. Tumbuhan sciophytes tidak bertahan hidup pada cahaya matahari penuh, karena taju produksi klorofilnya rendah untuk mengimbangi dekomposisi pigmen oleh cahaya yang cerah. Agar lebih efisien dalam menggunakan cahaya, tumbuhan sciophytes membentuk daun dengan permukaan yang lebar sehingga jumlah klorofil lebih banyak dan juga adanya tambahan pigmen lainnya. Misalnya pada tanaman C3 seperti legum: kacang kedelai dan kacang hijau dan padi. Tumbuhan sciophytes tidak bertahan hidup pada cahaya matahari penuh, karena laju produksi klorofilnya rendah untuk mengimbangi dekomposisi pigmen oleh cahaya yang cerah. Tumbuhan heliophytes yang terlindung seperti jagung menyebabkan pertumbuhan, reproduksi dan hasilnya sangat berkurang. Tanaman bunga matahari yang tumbuh pada tempat terlindung mengurangi laju pembelahan sel sehingga tanaman lebih pendek. Selain faktor cahaya, pertumbuhan tanaman heliophytes dan sciophytes juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lainnya seperti : air, RH, suhu yang dapat membatasi pertumbuhan tanaman. H. Adaptasi Terhadap Intensitas Cahaya Tinggi Energi cahaya yang diserap oleh tanaman dirubah ke dalam bentuk panas, untuk melindungi tanaman dan intensitas cahaya dan suhu tinggi. Dedaunan tanaman heliophytes yang tidak tepat menerima cahaya matahari, akan mengurangi jumlah cahaya langsung yang jatuh pada permukaannya. Pada spesies Mimosaceae dan Caesalpinaceae akan menggugurkan daunnya pada suhu di atas 30°C untuk mengurangi absorbsi cahaya. Tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya penuh dapat beradaptasi dan pengaruh radiasi tinggi dengan beberapa faktor:  Beberapa spesies membentuk arah tumbuh daun secara vertikal  Membentuk bulu-bulu putih atau permukaan yang mengkilap pada daun untuk memantulkan kembali banyak radiasi yang diterima  Membentuk lapisan tipis pada daun untuk melindungi selnya  Kecepatan transpirasi yang tinggi pada tanaman heliophytes menjamin dedaunannya akan tetap dingin.  Adanya lapisan kutikula pada daun dan adanya jaringan gabus pada kulit kayu akan membantu mengisolasi tanaman dan radiasi matahari. Pengaruh Suhu Tinggi Secara umum, tanaman dapat dibagi atas 3 kategori berdasarkan toleransinya akan suhu, yaitu:  Tanaman yang sensitif akan panas akan terluka bila ditempatkan pada suhu di atas 30-45°C.  Tanaman dapat tumbuh pada tempat dengan cahaya penuh dan tolerant terhadap panas serta bertahan hidup pada kisaran suhu 60°C selama periode yang pendek.  Tanaman yang memiliki inti sel akan mengalami kematian pada suhu antara 60 — 70 oC. Beberapa spesies bakteri dan alga hijau biru dapat bertahan hidup pada suhu 90°C. Reproduksi dan Perkecambahan Banyak spesies tanaman subtropics tidak dapat bereproduksi pada iklim tropis, karena beberapa spesies diantaranya membutuhkan suhu dingin untuk merangsang pembentukan bunga. Benih dan beberapa tanaman daerah dingin membutuhkan kondisi suhu rendah untuk beberapa periode sebelum berkecambah, dan ada pula tanaman yang sensitive akan cahaya untuk perkecambahnnya. Contohnya selada dan jute tidak akan berkecambah bila ditempatkan pada kondisi terang tetapi sebaliknya pada Vanili dan banyak spesies lainnya harus mengalami kondisi total gelap untuk perkecambahannya. Respon perkecambahan akan cahaya dikontrol oleh suatu pigmen yang disebut phythocrome. I. Fototropisme Respon tanaman terhadap arah datangnya cahaya disebut dengan fototropisme. Fenomena ini dipengaruhi oleh absorbsi cahaya biru dan ultra violet oleh reseptor cahaya biru seperti carotenoid dan riboflavin. Tanaman menunjukkan fototropisme dengan tumbuh mengikuti arah datangnya cahaya yang tetap seperti ditunjukkan pada gambar 4. 11. Gambar 4.11. Fototropisme DAFTAR PUSTAKA Gardner, P.F. , R.B.. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Press. Vickery, M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons. New York. VIII. TANAMAN DAN UDARA (Halimursyadah) A. Pendahuluan Selimut unik yang melapisi permukaan bumi (atmosfer) mengandung campuran berbagai gas-gas, partikel-partikel debu dan uap air, yang secara keseluruhan disebut dengan udara. Tanpa atmosfir, kehidupan yang seperti kita kenal saat ini, tidak ada di planet bumi ini. Molekul-molekul gas dan partikel-partikel debu bertindak sebagai Lapisan pelindung mencegah radiasi letal/mematikan yang mencapai permukaan bumi dan mengurangi fluktuasi temperatur harian yang sangat tinggi. Jika atmosfir tidak ada fluktuasi temperatur harian terlalu tinggi (antara -184°C dan 95°C) untuk bentuk kehidupan yang sekarang kita kenal. Atmosfir sebagai sumber air bagi semua tumbuhan dan hewan daratan, dan juga sebagai sumber oksigen yang sangat diperlukan oleh tumbuhan dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya. Komposisi atmosfir pada awal pembentukan planet bumi ini sangat berbeda dengan komposisi atmosfir pada saat ini. Saat permukaan bumi ini menjadi dingin, gas-gas pertama (early gases) secara berangsur digantikan oleh uap air, CO2 dan Nitrogen. Kebanyakan uap air mengalami kondensasi membentuk lautan dan CO2 menjadi terikat dalam mineral-mineral karbonat. Oksigen tidak terdapat di atmosfir sebelum tumbuhan berfotosintesis pertama melakukan aktivitasnya dengan baik. Kehadiran oksigen secara cepat diubah sebagai mineral oksida, tetapi bahkan permukaan bumi menjadi jernih dan oksigen bebas ditemui dalam atmosfir dan oleh sebab itu dapat terjadinya evolusi pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Sekarang ini atmosfir kira-kira mengandung 79 % Nitrogen, 21 % Oksigen dan 0,03 % CO2. Proporsi gas-gas tersebut relatif konstan, tetapi unsur atmosfir yang lain seperti uap air, partikel debu, bahan yang mudah menguap dan pencemaran (pollutant) dapat bervariasi sangat besar. Konstansi rasio oksigen (O2) terhadap CO2 di atmosfir menunjukkan bahwa terdapat keseimbangan global, yang sejauh ini belum dapat diganggu oleh aktivitas manusia, bahkan peningkatan pembakaran bahan fossil sekalipun. Pembakaran bahan bakar fossil dalam bahan organik memerlukan oksigen (O2) dan melepaskan CO2 Lautan bertindak sebagai penyangga agar gas-gas tetap dalam keseimbangan, oleh kemampuan algae yang melakukan proses fotosintesis dan absorbsi CO2 oleh tautan menjadi karbonat. Proses-proses tersebut memelihara keseimbangan gas-gas tersebut di atmosfir bumi ini. B. Pentingnya gas atmosfir untuk tumbuhan Kehadiran C02 di atmosfir merupakan faktor terpenting bagi tumbuhan dan secara tidak langsung bagi hewan. Jika tanpa gas CO2 tidak mungkin disintesis karbohidrat, dan berarti tidak ada energi kimia yang tersimpan untuk kehidupan. Oksigen juga penting bagi kebanyakan tumbuhan dan hewan. Energi kimiawi yang tersimpan sebagai karbohidrat hanya dapat dilepaskan melalui respirasi yang memerlukan O2. Akan tetapi terdapat sejumlah tumbuhan rendah yang tidak membutuhkan O2 untuk proses respirasinya yaitu organisme anaerobik. Organisme anaerobik (contohnya beberapa bakteri dinetrifikasi) mendapatkan oksigen dan nitrat untuk respirasinya, sebagian lain dapat melepaskan O2 seluruhnya dan menggunakan hidrogen sutfida. Akan tetapi organisme anaerobik memiliki proporsi yang sangat sedikit dan total populasi tumbuhan. Kebanyakan tumbuhan sangat memerlukan suplai O2 baik melalui bagian atas (terutama daun) maupun perakaran tanaman. Kebanyakan tumbuhan dan hewan memanfaatkan nitrogen (N2) atmosfir setelah dirubah dalam bentuk-bentuk tertentu. Akan tetapi terdapat sejumlah tumbuhan rendah seperti bakteri pengikat N2 dan algae yang merubah gas-gas N2 atmosfir ke dalam bentuk-bentuk yang dapat dipakai membentuk protein yang merupakan unsur essensial kehidupan. Beberapa diantaranya seperti yang termasuk ke dalam kelompok Azobacter yang hidup bebas di dalam tanah terdiri dan bakteri Beijerinckia tropis. Kontribusi bakteri pengikat N2 yang bebas di dalam tanah terhadap nitrogen tanah adalah sangat kecil, oleh sebab itu bakteri tersebut kurang penting bagi lingkungan. Akan tetapi bakteri pengikat N2 yang bersimbiosis dengan tumbuhan jauh lebih penting dart segi ekologis. Sebagai contoh koloni bakteri pengikat N2 yang hidup pada bintit akar Leguminosae, tanaman inangnya dapat menggunakan senyawa nitrogen yang dihasilkan untuk mensintesis protein. C. Daur Oksigen-Carbondioksida Oksigen diikat pada saat respirasi (pernafasan) tumbuhan maupun hewan dan juga pada pembakaran bermacam-macam bahan, sebaliknya O2 dilepaskan pada proses fotosintesis. CO2 diikat pada saat proses fotosintesis dan dilepaskan pada waktu pernafasan, pembakaran bahan organik, dekomposisi bahan organik maupun batuan karbonat. Daur O2-CO2 dapat dilihat pada Gambar. 1, yang menunjukkan betapa pentingnya proses fotosintesis untuk menjaga konsentrasi oksigen di atmosfir. Jika tidak terjadi fotosintesis, oksigen atmosfir akan segera habis. Oleh sebab itu tidak berlebihan bila dinyatakan bahwa tumbuhan terutama hutan tropis merupakan paru-paru dunia. D. CO dan Fotosintesis Jumlah CO2 pada atmosfir normal lebih rendah dan pada yang seharusnya yang dibutuhkan tumbuhan di bawah kondisi optimum. Akan tetapi di dalam ekosistem hutan, terutama hutan hujan tropis, konsentrasi CO2 beberapa kali lebih besar dan keadaan normal. Peningkatan CO2 di dalam ekosistem hutan barangkali kompensasi dan berkurangnya intensitas cahaya dan terjamin bahwa tumbuhan yang terlindung dapat memanfaatkan cahaya yang diterima secara maksimum. CO2 diikat pada proses fotosintesis dan dilepaskan pada proses respirasi. Jika hari sangat mendung atau pada tumbuhan yang terlindung oleh karena kerapatan yang tinggi, jumlah CO2 berlimpah pada siang hari, yang dihasilkan oleh proses respirasi. Pada malam hari hanya respirasi yang terjadi pada kebanyakan tanaman, akibatnya C02ditepaskan tinggi dan tidak ada CO2 yang diikat. Titik dimana jumlah CO2 yang diikat untuk proses fotosintesis sama dengan jumlah CO2 yang dilepaskan oleh proses respirasi dinamakan titik kompensasi (compensation point). Selama proses fotosintesis, O2 dibebaskan dan Ia diikat pada saat terjadi proses respirasi. Oleh karena kedua proses yang sating melengkapi itu berlangsung pada tanaman sehingga menyebabkan pertukaran gas-gas dengan atmosfir (Gambar 2). Kedua proses tersebut berlangsung secara difusi. Pada siang hari sejumlah volume udara diperlukan oleh tumbuhan. Untuk membentuk 1 gram glukosa diperlukan 2500 liter udara yang mengandung CO2 yang harus diserap. Karena itu ketersediaan CO2 yang tidak sesuai sering merupakan faktor pembatas terjadinya proses fotosintesis, terutama di daerah tropis. Jumlah O2 di udara selalu terpenuhi untuk proses respirasi tumbuhan bagian atas, akan tetapi bisa jadi tidak sesuai jumlah O2 bagi perakaran tumbuhan oleh sebab genangan air atau tanah yang sangat kompak/padat. Berdasarkan mekanisme tumbuhan mengubah CO2 dan air menjadi gula, maka tumbuhan dapat dikelompokkan ke dalam C3 , C4 clan CAM. Paling banyak tumbuhan tergolong ke dalam C3 , menggunakan hanya reaksi pentosa fosfat, senyawa organik pertama terbentuk dari CO2 dan air akan diikat oleh 3 atom Carbon. Akan tetapi banyak tumbuhan tropis seperti padang rumput savana, menambat CO2 menjadi asam oxaloasetat, senyawa yang mempunyai 4 atom Carbon. Beberapa tumbuhan succulent, terutama famili Crassulaceae, mampu menambat CO2 pada malam hari dan menyimpannya dalam bentuk asam-asam organik. Asam-asam organik tersebut kemudian diuraikan dan dilepaskan CO2 yang digunakan dalam proses reaksi pentosa fosfat. Mekanisme pada tumbuhan succulent tersebut dikenal dengan istilah CAM (Crassulaceae Acid Metabolism) Oleh sebab tumbuhan C3 tidak mampu menyimpan CO2 maka tumbuhan tersebut harus memiliki suatu suplai yang tetap teratur untuk fotosintesis yang efisien. Oleh karena itu absorbsi gas menjadi faktor pembatas pada habitat savana tropis dimana cahaya matahari berlimpah. Disebabkan oleh laju fotorespirasi tumbuhan C3 meningkat, maka hasil fotosintesis juga hilang secara cepat apabila ha terekspose pada intensitas cahaya tinggi. Kebalikan dan Tumbuhan C3, tumbuhan C4 dapat menyimpan CO2 dan karena itu Ia mampu menjaga laju fotosintesa yang tinggi pada temperatur dan intensitas cahaya yang tinggi. Juga hasil fotosintesis tidak hilang oleh proses fotorespirasi. Oleh karena itu tumbuhan C4 beradaptasi dengan lingkungan savana dan semi-gurun di daerah tropis. Tumbuhan CAM tertutup stomatanya pada siang hari, sangat mengurangi transpirasi dan pada saat bersamaan proses fotosintesisnya tidak berhenti, oleh kare adanya CO2 yang diikat dan disimpan pada malam hari. Mekanisme seperti itu merupakan penyesuaian yang penting bagi tumbuhan yang berhabitat di daerah gurun dan semi gurun. E. Stomata Tumbuhan Pertukaran gas-gas antara sel tumbuhan dan atmosfir hanya dapat berlangsung melalui lubang pada permukaan daun yang dikenal dengan nama stomata. Oleh karena itu stomata merupakan pengatur yang paling penting pada proses difusi. Jumlah, ukuran dan distribusi stomata pada daun sangat beragam, tidak hanya antara spesies tetapi juga oleh perbedaan habitat. Sehingga individu tanaman satu spesies yang tumbuh pada habitat yang berbeda dapat mem/liki pole stomata yang berbeda. Setelah CO2 masuk ke dalam daun melalui stomata, ia larut dalam cairan sel dan secara pelan-pelan pindah ke kloroplas, dimana proses fotosintesis berlangsung. Dalam keadaan udara diam, terdapat lapisan yang mengelilingi semua permukaan daun. Dalam keadaan demikian dapat terjadi kekosongan CO2 apabila gas-gas yang dapat berdifusi melalui stomata lebih cepat dari proses penggantian CO2 dari udara luar memasuki daun (Gambar 3). Ketebalan lapisan yang mengelilingi tergantung pada pergerakan udara, semakin ada angin semakin tipis lapisan tersebut. Oleh karena CO2 dapat masuk ke dalam daun melalui stomata maka tidak terjadi proses fotosintesis bilamana stomata dalam keadaan tertutup, kecuali pada tumbuhan CAM. Gambar 3. Difusi Karbondioksida CO2 yang dihasilkan pada saat respirasi dapat terdorong keluar melalui kutikula akibat tekanannya yang tinggi, terutama terjadi pada malam hari pada saat stomata berada dalam keadaan tertutup. Walaupun fotosintesis dan respirasi berlangsung pada bagian sel yang berbeda, akan tetapi CO yang dihasilkan tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan fotosintesa. Laju gas-gas berdifusi ke dalam dan ke luar daun tergantung pada luasnya stomata terbuka, dimana luas maksimum tersebut disebut luasan pori (pore width). Luasan pori adalah besar pada pepohonan hutan tropis dan kecil pada tanaman schlerophyllous. Akibat jumlah stomata per unit luas juga tinggi pada pepohonan tropis maka tuas total yang dapat dilalui gas-gas berdifusi dapat mencapai 3 % dan luas permukaan daun. Akan tetapi luas pori kebanyakan tumbuhan hanya sekitar 1 % sedangkan pada tumbuhan sukulent yang memiliki jumlah stomata sedikit, luas porinya hanya 0,5 % atau lebih kecil. Membuka dan menutupnya stomata tergantung pada dua prses utama yaitu keseimbangan air tumbuhan dan tekanan parsial CO2, di dalam rongga interselluler. Pada siang hari kebanyakan tumbuhan menggunakan CO2 sehingga tekanan parsial di dalam interseluler menurun dan menyebabkan stomata terbuka. Pada malam hari, terjadi kebalikannya sehingga stomata tertutup. Fade tumbuhan CAM, CO2 diikat pada malam hari sehingga stomata terbuka. Pada siang hari gas tersebut dilepaskan dari asam-asam organik yang tersimpan, menyebabkan tekanan parsial dalam rongga interseluler meningkat dan stomata tertutup. Namun di samping pengaturan oleh kekuatan CO2 pengaruh yang paling penting terhadap membuka dan menutupnya stomata adalah keseimbangan air dalam tumbuhan. Jika keseimbangan air dalam tanaman adalah negatif, maka stomata tidak akan terbuka walaupun adanya tekanan parsial CO2. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pembukaan stomata dan interaksi di antara semua faktor-faktor sehingga kondisi-kondisi tersebut jarang memberi peluang untuk tuas poni maksimum yang mungkin terbentuk. Kenyataannya, tumbuhan yang tumbuh di habitat-habitat ekstrem seperti di gurun dan pada altitude yang sangat tinggi, mungkin mendapat pengaruh yang jelek sehingga stomatanya tetap tertutup dalam periode yang lama. F. Produktivitas Primer Tumbuhan mengandung 60 % atau lebih karbohidrat yang dihasilkan melalui pengikatan CO2 pada fotosintesis. Semua hewan mendapatkan karbohidrat dan tumbuhan baik langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu tumbuhan merupakan produser utama. Jumlah karbohidrat yang diakumulasikan oleh tumbuhan merupakan hal penting bagi hewan, termasuk manusia. Laju tumbuhan mengumpulkan bahan kering dinamakan produktivitas primer bersih, dinyatakan dalam gram bahan organik kering per meter kuadrat tanah. Bahan kering organik mengandung semua senyawa-senyawa organik yang disintesa o/eh tumbuhan termasuk d/dalamnya protein, lemak, metabolit sekunder den juga karbohidrat. Bahan kering tidak hanya terdiri dari karbohidrat, akan tetapi semua senyawa-senyawa lain terutama yang dibentuk dan gula. Pada temperatur dan intensitas cahaya tinggi, produktivitas primer rumputan tropis C4 lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan C3 yang tumbuh pada lingkungan yang sama. Sedangkan tumbuhan CAM seperti nenas memiliki sifat-sifat produktivitas primer yang rendah. Agar tumbuhan dapat membentuk karbohidrat dalam jumlah yang tinggi, maka sangat penting menjaga waktu pergantian (time over rate=TOR) pengikat CO2 dapat berlangsung pada laju yang tinggi. Laju pergantian (TOR) dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk lamanya periode gelap, mendung dan kekeringan dan juga hilangnya/ gugurnya daun pada tumbuhan decidous. Tumbuhan hutan hujan tropis yang tidak menggugurkan daun (ever green) tidak banyak dipengaruhi oleh keadaan seperti itu, oleh karena Ia tetap mampu membentuk karbohidrat dan metabolit lainnya. Akan tetapi tumbuhan yang terlindung, tumbuh di daerah arid (kening), pegunungan atau daerah attic (ber-es) sangat dipengaruhi oleh keadaan tersebut selama periode panjang. Sehingga menyebabkan produksi bahan keringnya sangat rendah, dan bahkan produksi primernya dapat menjadi negatif jika fotosintesis berkurang oleh keadaan tersebut sehingga laju produksi bahan kering lebih kecil daripada laju penguraiannya pada proses respirasi. Tumbuhan yang memiliki proporsi organ yang tak hijau tinggi seperti bunga, buah, batang berkayu dan akar juga akan kehilangan banyak produksi fotosintesis. Organ-organ yang tidak hijau tersebut tidak dapat menghasilkan senyawa-senyawa karbohidrat, organ-organ tersebut dipakai karbohidratnya pada saat respirasi. G. Atmosfir Tanah Tanah normal mengandung rongga-rongga di antara partikel yang berisi campuran gas-gas yang dinamakan atmosfir/ udara tanah. Akan tetapi proporsi gas-gasnya tidak sama dengan udara di atas permukaan tanah. Udara tanah biasanya jenuh dengan uap air. ditambah lagi dengan respirasi organisme tanah dan perakaran tumbuhan dapat meningkatkan proporsi CO2 yang dapat mencapai setinggi 13 % dari udara di atas permukaan tanah. Oleh karena tidak terjadi fotosintesis di bawah permukaan tanah, sedangkan O2 dipakai pada respirasi dan tidak diganti, maka proporsi O2 di dalam udara tanah umumnya lebih rendah dari udara di atas permukaan tanah. Laju difusi gas melalui rongga pon tanah adalah rendah, akibatnya meskipun pertukaran gas berlangsung terus-menerus dengan udara luar namun kandungan CO2 tanah tetap tinggi, sedangkan kandungan O2 selalu rendah: Laju difusi dan pertukaran gas dalam tanah tergantung pada struktur tanah. Pada tanah-tanah yang mengandung koarsa dan beragregat baik, biasanya memiliki rongga pori besar, difusinya berjalan lebih cepat daripada tanah yang berpori kecil dan beragregat jelek. Lebih jauh, konsentrasi CO2 dapat mencapai pembatas pertumbuhan tumbuhan dan organisme tanah aerobik. Walaupun tanah yang bertekstur baik memiliki rongga pori lebih banyak daripada tanah-tanah coarsa, ukuran porinya yang lebih kecil sangat memperlambat difusi. Rongga yang besar sangat cepat meloloskan air, akan tetapi rongga kecil dapat memegang air pada rongga kapiler untuk melawan kekuatan gravitasi. Tanah yang memiliki jumlah pori yang banyak menyebabkan berkurangnya kapasitas udara, oleh karena itu sangat ekstrim dalam hal aerasi tanah. Dengan mengabaikan jumlah dan ukuran pori, suatu tanah akan jelek aerasinya bila drainasenya tidak baik dan water tab/e-nya dekat dengan permukaan. Pada daerah tropis difusi gas terjadi sangat cepat pada tanah-tanah berpasir dengan rongga pori yang besar sehingga konsentrasi oksigennya dapat dipertahankan di atas kondisi tanah normal. Keadaan tersebut menyebabkan penguraian bahan organik sangat cepat sehingga tanah-tanah yang demikian bercirikan kandungan humusnya rendah. Bilamana air masuk ke dalam tanah, air tersebut mengisi pori-pon menggantikan udara tanah. Jika air mengering dengan cepat, udara luar dengan cepat masuk ke dalam tanah yang menyebabkan naiknya kadar O2 udara tanah. Akan tetapi pada tanah-tanah berat, pengeringan sedemikian lambatnya sehingga pori-pori yang tensi air untuk beberapa tama mengurangi rongga tersedia bagi udara tanah. H. Pengaruh Konsentrasi O2 Rendah Walaupun tanah beraerasi jelek mempengaruhi tumbuhan dalam berbagai cara namun yang paling penting adalah pengaruh kekurangan oksigen. Beberapa mikroorganisme tanah seperti Clostridium dapat beradaptasi pada tanah-tanah yang kekurangan oksigen. Mikroorganisme tersebut mencari lingkungan yang sesuai. Akan tetapi kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi menghendaki suplai O2 tanah yang cukup untuk pertumbuhan akar yang normal. Laju respirasi yang tinggi akibat temperatur tinggi di daerah tropis, menambah permasalahan kekurangan oksigen pada beberapa jenis tanah tropis. Laju respirasi juga meningkat apabila terdapat banyak serasah (litter) dan atau humus sebagai bahan dekomposisi oleh mikroorganisme, sedangkan perakaran meningkatkan respirasinya pada saat musim pertumbuhan. Akar tidak dapat berfungsi jika kadar O2 dalam udara tanah kurang dart 10 %. Pada tanah-tanah yang memiliki drainase baik, konsentrasi O2 -nya berkisar antara 10 - 21 % pada udara luar. Konsentrasi O2 tertinggi biasanya ditemui pada lapisan dekat permukaan tanah. Perakaran tanaman yang sedang tumbuh, biasanya bergerak/ menuju ke segala arah, sehingga akar tumbuhan menuju ke bagian tanah yang memiliki rongga besar yang dapat menyediakan oksigen dengan baik. Perakaran berkembang pesat bilamana kondisi paling menguntungkan untuk tumbuhan secara keseluruhan. Perubahan mendadak dan kondisi menguntungkan dapat mempunyai pengaruh sangat jelek terhadap tumbuhan. Jika kandungan O2 tanah berkurang secara mendadak tumbuhan menjadi layu, terganggunya klorofil berfotosintesis dan bahkan tumbuhan dapat math. Akan tetapi perubahan O2 secara perlahan-lahan dapat ditolerir oleh kebanyakan tumbuhan oleh karena perakarannya mempunyai cukup waktu untuk menemukan area tanah yang lebih menguntungkan. Konsentrasi O2 di bawah 10 %, fungsi akar secara normal sangat terganggu, bila kurang dan 2 % maka akar akan mati. Kandungan O2 pada tapisan tanah sedikit di atas water table hanya 1%, sehingga perakaran normal tidak dapat eksis pada lapisan tersebut. Akan tetapi terdapat tumbuhan seperti padi dan mangrove yang dapat beradaptasi terhadap kandungan O2 yang demikian, bahkan perakarannya dapat menyebar di bawah water table. Tumbuhan lain dapat menghindari kekurangan O2 dengan membentuk sistem perakaran yang dangkal. Tetapi terdapat juga tumbuhan yang tidak dapat tumbuh pada tanah-tanah yang memiliki water table tinggi. I. Adaptasi Tumbuhan Terhadap Oksigen Terdapat berbagai cara tumbuhan beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah dalam tanah, termasuk diantaranya dengan sistem perakaran yang dangkal, memiliki jaringan dan organ khusus untuk aerasi, membutuhkan oksigen yang sedikit (low oxygen requirements) dan tingkat kemampuan untuk bernafas secara anaerob. Kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi mempunyai suatu sistem rongga udara interseluler yang berhubungan dengan udara melalui stomata. Pada tumbuhan air, sistem internal tersebut berkembang dengan sangat baik, sedangkan tumbuhan mesophyte mampu meningkatkan rongga udaranya bilamana tumbuh di perairan atau tanah-tanah basah. Efisiensi penyaluran oksigen dart bagian atas tanaman telah ditunjukkan oleh tanaman padi, dimana perakarannya dapat mengandung 18 % oksigen sedangkan di sekeliling lumpur tempat ha tumbuh tidak memiliki oksigen sama sekali. Beberapa tumbuhan air (hydrophytes) seperti pohon mangrove hutan (Avicennia nitida) dapat membentuk akar cabang khusus yang tumbuh tegak hingga muncul di udara di atas lumpur dan batas air tertinggi. Struktur tersebut dinamakan pneumatophores, memiliki sistem rongga udara yang berkembang sangat baik dan dihubungkan oleh stomata, karena itu pertukaran gas dapat berlangsung. Tumbuhan air lainnya, seperti mangrove (Rhizophora spp), memiliki sistem perakaran yang dapat menyangga di atas permukaan lumpur yang terdapat lubang yang terbuka ke udara luar. Lubang-lubang tersebut dinamakan lentisel menyebabkan pertukaran gas dapat berlangsung, dan pendifusian O2 ke dalam perakaran yang dalam. Kemampuan melakukan pernafasan anaerobic dalam waktu sesaat dimiliki untuk suatu tingkat terbatas oleh jaringan matang pada kebanyakan tumbuhan. Kemampuan tersebut terutama berkembang baik pada respirasi tumbuhan air yang tumbuh pada air tergenang atau pada tanah yang sangat basah. Pernafasan anaerob dimulai bilamana kandungan oksigen dalam rongga interseluler turun sekitar 3 %. J. Perkecambahan Kebanyakan biji memerlukan oksigen yang banyak untuk perkecambahan. Bilamana oksigen berada pada konsentrasi rendah maka pernafasan berjalan sangat tambat dan menambah waktu dormansi. Biji tumbuhan “yang terbenam” dapat tetap hidup tetapi tidak berkecambah selama bertahun-tahun, akan tetapi te9adi perkecambahan dengan cepat bila terbawa ke permukaan tanah. Biji tanaman lotus yang terbenam selama 1000 tahun dalam tanah berlumpur ternyata diketahui mampu berkecambah. Oleh karena kebanyakan biji juga membutuhkan cahaya untuk berkecambah, maka cahaya dan kekurangan oksigen dapat berperan pada dormansi benih-benih yang terbenam jauh di bawah permukaan tanah. Tumbuh-tumbuhan yang tumbuh sangat baik pada tanah-tanah berlumpur, dimana konsentrasi oksigennya sangat rendah, memiliki biji yang telah menyesuaikan diri untuk berkecambah pada keadaan kekurangan oksigen. Sebagai contoh perkecambahan biji padi hanya membutuhkan oksigen 1/10 dari yang dibutuhkan oleh biji gandum. Adaptasi terhadap kekurangan oksigen tersebut termasuk kemampuannya bernafas secara anaerobic. Biji famili Leguminosae ada yang kulitnya impermeabel terhadap oksigen. Pada kasus ini, perkecambahan terjadi apabila kulit bijinya telah dapat ditembusi oksigen dan respirasi aerobic dapat berlangsung untuk memulai pertumbuhan embrio. Ekosistem Akuatik Aktivitas fotosintesis tumbuhan air dapat menjernihkan air di sekitarnya dengan oksigen terlarut. Akan tetapi biasanya air permukaan suatu danau mengandung kurang 1 % oksigen terlarut, sedangkan proses difusi dart atmosfir ke dasar danau adalah sangat tambat. Arus konveksi membantu penyebaran oksigen lebih sering/banyak, tetapi secara umum terjadi kekurangan oksigen terutama di lapisan bawah perairan. K. Angin Terjadinya angin disebabkan oleh adanya perbedaan panas daratan dan perairan dan juga perbedaan temperatur antara daerah ekuator dengan kutub. Kecepatan angin tergantung pada banyak faktor meliputi topografi, massa, vegetasi, posisi pantai laut. ketinggian di atas permukaan laut dan jalur angin utama serta daerah tenang. Angin merupakan faktor sangat penting dalam ekologi, terutama pada daratan yang rata, sepanjang pantai lautan dan altitude yang tinggi. Angin berpengaruh secara langsung pada tumbuhan melalui pemanasan atau pendinginan daun-daun, meningkatkan atau menurunkan respirasi, menyebabkan berbagai kerusakan, dan menyebarkan dan menghamburkan serbuk sari, buah dan biji. Pengaruh angin tidak langsung terhadap tumbuhan termasuk perpindahan massa udara panas dan dingin, pembentukan awan, kabut dan merubah temperatur. Pengaruh angin terhadap tumbuhan Kecepatan angin mempengaruhi seluruh proses difusi antara tumbuhan dan atmosfir. Karena itu laju pertukaran gas, air dan panas tergantung pada kecepatan angin. Lapisan udara akan mengelilingi permukaan suatu daun dengan ketebalan beberapa milimeter menghalangi difusi, akan tetapi angin kencang dapat menipiskan lapisan tersebut. Oleh karena itu peningkatan kecepatan angin dapat meningkatkan pertukaran gas, secara umum dapat meningkatkan transpirasi dan kehilangan panas. Akan tetapi pengaruh angin sangat kompleks, pengaruh pendinginan udara dapat juga mengurangi kehilangan air, karena itu memperlambat transpirasi, sedangkan penurunan kelembaban pada permukaan daun dapat mengakibatkan penutupan stomata. Jika terjadi penutupan stomata maka dapat memperlambat pertukaran gas yang pada akhirnya menurunkan laju fotosintesis. Pada keadaan angin kencang stomata tertutup, pernafasan kutikula menjadi sangat penting dan tumbuhan yang kutikulanya tipis dapat menjadi kering. Oleh karena itu tumbuhan yang tumbuh di daerah berangin kencang terus-menerus harus membentuk kutikula yang tebal untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Diperkirakan tumbuhan yang terdapat di daerah semi gurun yaitu vegetasi xemmorphic di perbukitan Afrika Barat merupakan akibat dan pengaruh angin kering dan panas yang dikenal sebagai Harmattan. Pada daerah tropis, angin yang kering dan panas dapat menyebabkan pengeringan yang ekstrem dan dapat mematikan dedaunan, tunas dan buah. Tumbuhan yang lebih tinggi akan mengalami pengaruh lebih besar. Tumbuhan yang tumbuh rendah dapat terhindar dart pengaruh semacam ini, oleh karena tumbuhan tersebut relatif pendek dan sama panjang. Tumbuhan demikian dapat beradaptasi sangat baik pada kondisi pengaruh angin kering dan panas. Kebanyakan pengaruh angin seperti peningkatan transpirasi, penurunan fotosintesis dan peningkatan respirasi disebabkan oleh bending (pembungkukan) dan rubbing (gesekan) mengurangi pertumbuhan dan akhirnya membentuk vegetasi yang pendek. Perkembangan tumbuhan di bawah pengaruh angin yang kering tidak pernah mencapai suatu tingkat hidrasi yang membuat tumbuhan mampu mengembangkan pematangan sel-selnya mencapai ukuran normal. Akibatnya seluruh organ tumbuhan menjadi kecil tanpa perlu proses deformasi. Kerusakan dan Deformasi Oleh Angin Pengaruh hembusan dan arah yang tetap dapat mempengaruhi bentuk tumbuhan. Tumbuhan yang membentuk tajuk dapat menjadi bungkuk dan tajuknya tidak simetrik. Deformasi bisa saja tidak diikuti oleh pemendekan, sebagai akibat angin yang lembab dapat membentuk bentuk tajuk tanpa mengurangi ukuran yang berarti. Kerusakan yang disebabkan oleh angin di daerah tropis dapat berbagai cara, akibat siklon tropis atau hurricanes (topan) merusak banyak vegetasi sedangkan squalls (hujan badai) terbentuk sebelum thunder storm (hujan angin ribut-petir dan guntur) merusak tumbuhan terutama pepohonan. Hurricanes (topan) yang sering terjadi sebagaimana dialami di India Barat telah menghasilkan suatu vegetasi sub-klimaks pada lereng pegunungan yang berhadapan dengan angin. Vegetasi yang demikian bercirikan oleh tidak adanya pepohonan yang besar, sedangkan di sisi windward (belakang angin) puncak pegunungan dan ridges (perbukitan), vegetasinya adalah stunted (kerdil/terhalang). Kerusakan yang besar oleh angin adalah terbongkarnya perakaran tanaman dan patahnya dahan-dahan dan batang yang mengakibatkan matinya tumbuhan. Pengaruh yang agak kecil termasuk rusaknya tajuk, ranting, defoliasi (pengecilan daun), dan kerusakan daun-daun yang kesemuanya bermuara pada penurunan laju fotosintesis dan meningkatkan respirasi. Pisang berdaun lebar sangat peka terhadap kerusakan melalui sobekan di antara tulang daun. Kerusakan seperti itu tidak selamanya menurunkan hasil tetapi dapat menguntungkan dalam pendinginan daun-daunan. Pada saat sinar matahari cerah memasuki dedaunan, dapat mencapai temperatur yang mematikan yang kadang-kadang juga menurunkan fotosintesis. Lodging/Rebah Angin kuat dapat juga merusak tumbuhan yang pendek terutama yang tergolong famili Graminae (yang sekarang disebut Poaceae). Tumbuhan dapat rebah hingga rata dengan tanah yang dinamakan mutewah (lodging). Jika batang belum begitu tua/matang, tumbuhan yang rebah tersebut dapat tumbuh kembali pada buku-buku yang lebih rendah. Akan tetapi kerusakan seperti ini dapat menurunkan hasil oleh karena itu penting bagi tanaman pertanian seperti jagung, tebu dan padi. Abrasi Angin yang membawa partikel-partikel pasir menyebabkan kerusakan abrasi oleh pengikisan kulit dan kuncup pohon. Kejadian seperti ini sangat kuat pada beberapa centimeter di atas permukaan tanah, juga tanaman yang tumbuh pada tanah berpasir di daerah berangin merupakan tumbuhan yang sering mengalami kerusakan demikian. Penghembusan Garam (salt spray) Di sepanjang pesisir pantai, hamburan garam terbawa ke daratan oleh angin selama musim badai. Garam-garam dapat menyebar ke daratan beberapa kilometer. Kerusakan parah pada tumbuhan yang diakibatkan oleh badai bergaram yang tidak diikuti oleh hujan, sehingga lapisan garam disimpan/ didepositkan pada permukaan tumbuhan. Ada beberapa tanaman seperti kelapa (Cocos nucifera) dapat beradaptasi terhadap kerusakan seperti ini, akan tetapi banyak tumbuhan yang sangat sensitif terhadap pengaruh garam dan tidak dapat tumbuh di dekat pesisir pantai. Erosi Tumbuhan penutup tanah yang tidak terganggu pertumbuhannya sangat efektif dalam mencegah erosi tanah oleh angin. Akan tetapi pengaruh angin akibat pengikisan tanah gundul yang kecil dapat menjadi begitu besar akibat tereksposenya perakaran tumbuhan hidup. Akar tumbuhan tersebut mati yang menyebabkan meningkatnya area yang rentan terhadap erosi. tanah terkikis juga berbahaya pada kehadiran tumbuhan dimana tanah tersebut didepositkan. Sejumlah kecil spesies tumbuhan dapat mentolerir penurunan erosi yang parah sepanjang akar-akarnya masih dapat mengikuti deposisi tanah baru di atasnya. Akan tetapi terdapat tumbuhan yang mampu beradaptasi pada habitat yang demikian. Tumbuhan tersebut mengeluarkan akar adventif setinggi batas batang dimana deposisi berlangsung. Pemecah Angin (windbreak) Kecepatan angin sangat dikurangi oleh adanya tumbuhan pelindung, bahkan tumbuhan herba memiliki efek pada permukaan tanah. Pengaruh suatu hutan terhadap kecepatan angin dapat diarahkan sampai 100 meter pada sisi belakang angin, karena itu terdapat iklim mikro hutan di antara ujungnya. Sebaliknya pada sisi hadap angin, iklim mikro dalam hutan dipengaruhi oleh angin sepoi-sepoi yang memasuki tegakan pohon. Penanaman pohon tertentu yang dikenal dengan tumbuhan pemecah an gin atau belt pelindung, terdapat di mana-mana untuk melindungi tanaman, hewan ternak dan bangunan dan pengaruh angin kencang. Keefektifan penanaman pohon tersebut tergantung pada kerapatan vegetasi. Jika terlalu jarang, Ia akan memiliki pengaruh sedikit, jika terlalu rapat mengakibatkan torbulensi yang tidak diingini. Penahan angin memberi beberapa macam keuntungan terhadap tanaman yang dilindunginya. Dapat mengurangi evaporasi, transpirasi, kerusakan tanaman baik patah maupun rebah. Dengan menurunkan kecepatan angin, belt pelindung dapat mengurangi erosi tanah yang disebabkan oleh angin. Namun demikian, pemecah angin dapat juga memiliki pengaruh yang merugikan, akibat pemakaian air dan hara, karena itu mengurangi jumlah lahan tersedia bagi pertanaman. Penyerbukan oleh angin Pakar ekologi percaya bahwa serbuk sari tanaman yang paling primitif penyebarannya dan kepala sari ke kepala putik tergantung pada angin. Banyak tumbuhan yang masih diserbuki oleh angin, terutama famili Coniferae dan Graminae. Akan tetapi, walaupun arus udara hampir selalu terdapat untuk menyebarkan serbuk sari sampai beberapa kilometer, namun terdapat beberapa kerugian penyerbukan oleh angin. Karena penyerbukan oleh angin maka peluang serbuk sari yang hinggap pada kepala putik pada spesies yang sama adalah sangat sedikit. Oleh karena itu serbuk sari harus diproduksi dalam jumlah yang sangat besar untuk keberhasilan pembentukan biji yang sesuai, hal ini sangat tidak berguna bagi sumberdaya tumbuhan. Tumbuhan yang diserbuki oleh angin memiliki adaptasi morfologis tertentu yang membantu mengatasi kerugian penyerbukan oleh angin. Bunga-bunga yang memiliki benang sari yang panjang melewati perianth (perhiasan bunga), sehingga serbuk sarinya dengan mudah dihembus oleh angin sepoi-sepoi. Dibandingkan dengan tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh serangga, dimana bunga yang diserbuki dan perianthnya direduksi, tidak ditemui atau decidous, warna tidak penting dan biasanya tidak berwarna, perhiasan bunga dan brachtea biasanya berwarna hijau, coklat atau merah tua. Kepala putik terekspose sempurna dan sering berbulu (feathery) sehingga kepala putik dapat menyaring udara untuk berbagai serbuk sari yang mungkin ada. Bunga biasanya berbentuk unisexual dan selalu terletak di posisi alas sehingga bunga-bunga tidak terlindung dan angin oleh dedaunan. Bunga unisexual mencegah pembuahan sendiri, yang dapat terjadi pada bunga-bunga banci (hermaproditus) seperti yang terdapat pada pohon kapok (Ceiba petandra). Serbuk sari bunga-bunga yang diserbuki oleh angin sangat ringan dan tidak lengket sebagaimana pada tumbuhan yang diserbuki oleh serangga. Beberapa tumbuhan memiliki mekanisme yang membantu penyebaran serbuk sarinya. Tangkai sari rerumputan, sebagai contoh, biasanya selalu bergerak, sedangkan kepala sari kebanyakan tumbuhan hanya terbuka bilamana cuaca hangat dan kering, karena itu mencegah pencucian serbuk sari oleh adanya hujan. Kepala sari tumbuhan jarak (Ricinus communis) dapat meletus untuk melepaskan serbuk sari ke udara. Penyerbukan oleh angin tidak penting bagi sebagian Gymnospermae dan Graminae di antara tumbuhan tropis. Pada hutan hujan tropis terdapat sedikit angin, sedangkan penyerbuk yang dibantu oleh hewan terdapat berlimpah. Jenis tumbuhan temperate (sub tropis) seperti Quercus dan Castanea diserbuki oleh angin, sebagaimana spesies tropis diserbuki oleh serangga. Disseminasi/penyebaran biji oleh angin. Angin merupakan agent paling efisien dalam disseminasi dan banyaK tumbuhan darat tergantung pada angin untuk menyebarkan biji-bijinya. Terdapat tiga tipe adaptasi yang umum ditemukan pada penyebaran yang dibantu oleh angin. Spora tumbuhan yang rendah sangat kecil dan oleh karena itu dapat dihembuskan pada jarak yang sangat jauh. Biji-biji kecil pada tumbuhan Orchidaceae dan Ericaceae juga sangat mudah dihembus oleh angin. Buah atau biji tumbuhan Bombaceae, Malvaceae, Compositae dan Asclepiadaceae ditutupi rambut yang sangat meningkatkan keringanannya tanpa meningkatkan beratnya. Buah atau biji beberapa pepohonan ada yang bersayap seperti famili Bignoniaceae, yang memiliki kecepatan perekahan lambat biji-bijinya mampu terbawa jauh secara horizontal. Disseminasi biji pepohonan oleh angin terjadi pada hampir seluruh famili tumbuhan tropis seperti Apocynaceae, Bambaceae, Bignoniaceae, Dipterocarpaceae, Leguminosae, Sapindaceae, Sterculiaceae dan lain-lain. Pepohonan di hutan hujan tropis (evergreen) terlindung dan angin dan oleh karena itu penyebaran bijinya terjadi dengan cara lain. Akan tetapi beberapa pohon “top storey” yang telah terbentuk sebelum klimaks tercapai, bijinya disebarkan oleh angin. Beberapa tumbuhan merambat terutama Asclepiadaceae dan Bignoniaceae memiliki biji yang disebarkan oleh angin. Banyak tumbuhan decidous tropis, biji-bijinya disebarkan oleh angin, dan sebaliknya pada hutan evergreen, semak dan perdu di samping kanopi benihnya disebarkan oleh angin, karena angin mampu mempenetrasi kanopi tebal bilamana pepohonan sudah berdaun. Daerah savanna sering mengalami angin kencang dan oleh sebab itu banyak sifat-sifat tumbuhan di daerah tersebut memiliki penyebaran biji oleh angin. Bahan Bacaan Vickery, L. M. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons. Canada. p.77 IX. INTERAKSI ANTAR TANAMAN (Halimursyadah) A. Pendahuluan Tanaman yang memiliki hijau daun (klorofil) biasanya merupakan organisme hidup yang tidak tergantung pada organisme lain karena kemampuannya untuk mensintesis bahan makanan, tetapi sebaliknya pada tumbuhan tak berklorofil dan hewan. Namun pada kenyataannya tidaklah benar-benar tidak tergantung pada organisme lain. Tumbuhan hijau juga dipengaruhi oleh banyak organisme lain dengan berbagai cara. Banyak tumbuhan tergantung pada burung, hewan atau serangga yang membantu proses penyerbukan bunganya dan penyebaran biji-biji tumbuhan seluas mungkin dalam suatu wilayah. CO2 yang diabsorbsi oleh tumbuhan hijau dalam proses fotosintesis berasal dan hasil dan respirasi organisme lain, sedangkan O2 yang diperlukan untuk respirasi telah terakumulasi di udara dalam jumlah yang besar merupakan hasil fotosintesis tumbuhan hijau dan generasi ke generasi. Sejumlah panas, cahaya, air dan hara tersedia bagi satu tanaman merupakan hasil yang ditentukan oleh tanaman lainya yang berada didekatnya/sekitarnya. Lebih jauh, setidaknya sejumlah kerusakan oleh penyakit yang dihasilkan organisme penghasil penyakit dan herbivora hampir seluruhnya diteruskan oleh tanaman. Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang pengaruh tanaman terhadap tanaman lainnya. B. Persaingan Antar Tanaman Seandainya kondisi tanah tidak gersang atau subur, tentu saja area tersebut akan dipenuhi oleh suatu komunitas tanaman. Setiap spesies mengisi niche yang berbeda. Akan tetapi, selama pembentukan komunitas tersebut terjadi persaingan antara tumbuhan pada lingkungan niche yang sama. Oleh sebab itu kesesuaian fisik suatu area tertentu untuk spesies tertentu tidak menjamin bahwa spesies tersebut akan ditemui tumbuh pada daerah itu. Hal ini tergantung pada sifat spesies lain yang mencoba untuk menutupi suatu area tersebut. Ada dua bentuk kompetisi (persaingan) yang terjadi antar tanaman yaitu persaingan intraspesifik dan persaingan interspesifik. Persaingan intraspesifik adalah persaingan yang terjadi antar tanaman dalam spesies yang sama, sedangkan persaingan interspesifik adalah persaingan antara tanaman yang berbeda spesiesnya pada niche yang sama. Persaingan intraspesifik menyebabkan hanya anggota-anggota yang paling kuat yang dapat bertahan hidup. Banyak faktor yang berperan dalam persaingan intraspesifik, akibatnya dapat menyebabkan punahnya seluruh spesies lemah atau dipaksa merubah niche. Faktor-faktor yang dikompetisikan/diperebutkan oleh tanaman meliputi cahaya, air, oksigen, tanah, hara dan CO2. Faktor luar seperti penyerbuk, penyebar biji, kondisi tanah, kelembaban, angin, gangguan lingkungan oleh manusia juga mempengaruhi peluang hidup spesies-spesies tertentu pada wilayah tertentu. Akan tetapi, bila areal tersebut bukan habitat yang baik, mungkin saja parameter fisiknya dirubah oleh adanya koloni tumbuh-tumbuhan dan hewan sehingga habitat tersebut menjadi sesuai. Adanya pengaruh modifikasi oleh komunitas tumbuhan dan hewan terhadap angin, cahaya, temperatur, dan kelembaban akan tercipta iklim mikro yang lebih sesuai bagi spesies lain. Dalam proses yang sama, tanaman merubah karakteristik tanah dengan mempengaruhi air dan hara tanah serta penambahan humus. Pengaruh total dan aktivitas koloni itu sendiri menciptakan lingkungan baru yang mereka sendiri tidak dapat bersaing lagi dengan spesies lain. Bahkan koloni-koloni primer tereliminasi dan area tersebut yang menghasilkan suksesi tumbuhan. Oleh karena itu koloni suatu area tidak pernah tetap akan tetapi secara bertahap mengalami perubahan komposisi spesies hingga mencapai klimaks. Oleh karena habitat mengandung sumber daya yang terbatas untuk mendukung kehidupan spesies yang terdapat di dalamnya, maka kompetisi tidak dapat dihindari. Keberhasilan suatu spesies tergantung pada kemampuannya bersaing dalam hal ruang, cahaya, air dan hara tanah. Pada tempat-tempat yang kondisinya gersang seperti lingkungan gurun dan pegunungan, tumbuh-tumbuhan biasanya tubuh berjauhan sehingga persaingan menjadi kecil. Akan tetapi pada kondisi yang ideal seperti pada hutan hujan tropis, kompetisi terjadi sangat intensive karenanya tanaman harus beradaptasi dengan berbagai relung yang beragam untuk mempertahankan kehidupannya. Laju perkecambahan dan pertumbuhan bibit yang kuat dapat menjadi faktor penentu kemampuan spesies tertentu untuk melakukan kompetisi. Contoh yang terjadi pada daerah tropis dimana Andropogon menggantikan lalang (Imperata cylindrica). Oleh karena pertumbuhan dan penyebarannya yang cepat, sehingga memperoleh bagian cahaya, air dan hara yang lebih besar. Ruang merupakan hal penting pada tahap tanaman yang masih muda. Kompetisi paling kuat terjadi di antara tanaman yang sama spesiesnya (interspecies). Dengan demikian hamparan tegakan spesies tunggal yang luas sangat jarang ditemui di alam. Jarak tanam sangat penting diperhitungkan untuk mencapai jumlah maksimum tanaman per unit area sehingga kompetisi terjadi sekecil mungkin. Hanya dengan cara demikian hasil maksimum akan dapat dicapai. Pada hutan hujan tropis ditemukan bahwa tanaman dewasa menekan perkembangan tanaman muda yang sama spesiesnya, akan tetapi tanaman muda spesies berbeda dapat tumbuh secara berdekatan. Keadaan ini merupakan faktor penting dalam menjaga keanekaragaman spesies yang menjadi karakteristik ekosistem hutan hujan tropis. Faktor paling penting diperebutkan oleh tanaman di atas permukaan tanah adalah cahaya. Diduga, karena cahaya tidak dapat disimpan, maka harus digunakan dengan tingkat efisiensi maksimum. Tanaman yang suka cahaya (heliophytes) dan tidak suka cahaya (sciophytes) dapat hidup secara berdekatan karena mengisi relung yang berbeda. Kompetisi hanya terjadi di antara sesama tumbuhan heliophytes dan di antara sesama tumbuhan sciophytes yang hidup pada area yang sama. Kompetisi akan cahaya merupakan sebab kompleksnya struktur hutan hujan tropis yaitu suatu ekosistem dimana terjadi pemanfaatan cahaya secara maksimum (Gambar 1). Kompetisi akan cahaya juga terjadi antara dedaunan dalam satu pohon seperti terjadi di antara pohon. Sebuah daun mengisi kebutuhannya sendiri dan jika tidak dapat melakukan fotosintesis maka ha akan math. Oleh sebab itu dedaunan yang terbawah pada pohon rindang berada pada kondisi tidak menguntungkan. Gambar 1. Struktur dan hutan hujan tropis Kompetisi di antara tanaman untuk mendapatkan CO2 juga terjadi terutama pada pertanaman padat dan terdapat intensitas cahaya tinggi, namun hal ini belum banyak dipelajari. Dan percobaan-percobaan dapat dikatakan bahwa pemberian CO2 pada tanaman di dalam kaca dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil. Tanaman C4 lebih untung dibandingkan tanaman C3 karena tidak melepaskan CO2 melalui proses fotorespirasi. Tanaman CAM, mengabsorbsi CO2 pada malam hari dimana tanaman lain tertutup stomatanya. Persaingan memperoleh O2 tidak terjadi di antara tanaman karena gas tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup di atmosfer, akan tetapi O2 di dalam tanah merupakan faktor pembatas pertumbuhan sejumlah tanaman. Di bawah permukaan tanah, tanaman bersaing dalam memperoleh air, udara dan hana. Kemampuan tanaman untuk memperoleh kebutuhan essensial tersebut tergantung pada laju pertumbuhan perakaran. Pada gilirannya hal ini juga tergantung pada kemampuan tanaman melakukan fotosintesis. Dengan demikian tidak mungkin kita pisahkan faktor-faktor di atas permukaan tanah atau di dalam tanah dalam hal kompetisi, akan tetapi masing-masing sating berpengaruh (Gambar 2). Ketidakmampuan tanaman berkompetisi tentang hara mengakibatkan pertumbuhan tunas menurun, juga menyebabkan tanaman ternaungi oleh tanaman lain yang tumbuh lebih kuat dan cepat. Kekurangan memperoleh cahaya akan mengurangi pertumbuhan perakaran sehingga mengurangi kemampuan memperoleh air, udara dan hara. Siklus itu akan terbentuk sedemikian rupa sehingga tanaman yang kalah dalam berkompetisi akan berakhir dengan kematian. Bagi tanaman yang tetap bertahan hidup pada habitat yang berdesak-desakan/padat seperti pada hutan hujan tropis, biji-bijinya harus berkecambah dan tumbuh secara cepat karena pada saat tersebut kompetisi terjadi sangat kuat. Gambar 2. Efek Kompetisi Pada Pertumbuhan Tanaman Kemampuan tanaman berkompetisi juga bergantung kepada status hara di dalam tanah. Pada tanah-tanah yang mengandung konsentrasi ion Ca tinggi (tanaman calcioles) tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman calcifuges, akan tetapi sebaliknya terjadi pada tanah-tanah dengan konsentrasi ion Ca rendah. Banyak tanaman yang tumbuh pada habitat-habitat yang tidak menguntungkan disebabkan tanaman tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi yang tidak cocok/merugikan seperti kekurangan air atau nitrogen atau adanya racun-racun dalam tanah. Tanaman dapat toleran terhadap kekeringan dan tanaman dapat beradaptasi dengan kadar logam berat yang tinggi seperti copper, nikel, aluminium. Pada lingkungan lebih menguntungkan tanaman tersebut tidak dapat berkompetisi dan relungnya diisi oleh tanaman lain. Tanaman dapat tumbuh secara berdekatan dengan tidak terjadi persaingan akan air tanah dan hara akibat perbedaan kedalaman perakaran, contohnya adalah antara rerumputan dan semak yang ditemui pada savana tropis. Rerumputan relatif memiliki sistem perakaran dangkal, sedangkan semak sering memiliki ujung akar lebih dalam hingga mencapai capillary fringe (Gambar 3). Gambar 3. Suatu contoh tanaman terhadap air C. Simbiosis Simbiosis berarti hidup bersama yang termasuk seluruh pengaruh suatu organisme terhadap organisme lainnya. Pengaruh simbiosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu komensalisme (salah satu tanaman memperoleh keuntungan dan aman lain tidak terganggu), mutualisme (kedua tanaman memperoleh keuntungan) dan parasitisme (salah satu tanaman memperoleh keuntungan dan tanaman lain menderita kerugian) Komensalisme Banyak liana dan epipit yang ditemui pada hutan-hutan tropis merupakan bentuk-bentuk komensalisme. Tanaman tersebut menggunakan tanaman lain sebagai penopang/pendukung, tetapi tidak menganggu, kecuali mungkin oleh penutupan atau ternaungi. Liana berakar dalam tanah tetapi batangnya memerlukan topangan/dukungan dari tanaman lain agar dedaunannya dapat menerima cahaya secara maksimum. Walaupun liana-liana kecil jarang menganggu tanaman inangnya, namun spesies-spesies yang besar dapat mengakibatkan kematian inangnya melalui penutupan. Epipit juga menggunakan tanaman lain sebagai pendukung agar mendapatkan cahaya tetapi ia tidak berakar dalam tanah. Karena tanaman epipit biasanya lebih kecil dari inangnya maka jarang merusak inangnya, walaupun diketahui dapat juga membunuh tanaman kakao dan pohon jeruk akibat penutupannya (smothering) Karena banyaknya liana yang tumbuh pada kondisi hangat dan lembab, sehingga menjadi suatu karakteristik dan daerah tropis yang lembab dan dapat mengakibatkan interfensi/gangguan yang penting dalam kehutanan. Liana dapat dibagi 4 jenis yaitu sebagai berikut: a. Leaner (bebas) yaitu tanaman yang tidak memiliki alat tertentu untuk berpegang pada penopang. Contoh Plumbago capenis b. Liana berduri yaitu tanaman yang menghasilkan dun atau pencakar (prick/es), walaupun tidak khusus diproduksi untuk tujuan tersebut akan tetapi dapat membantu liana mencari dukungan/penopang. Contoh : Bougainvillea sp c. Twiner (penjalar) yaitu tanaman, kebanyakan herba, dimana seluruh batangnya melingkari sekeliling penopang/pendukung. Contoh: Ipomoea spp d. Liana sulur yaitu tanaman yang menghasilkan organ khusus berupa sulur khusus untuk membantu liana memanjat inangnya. Contoh: Famili Cucurbitaceae dan Leguminosae. Liana juga dapat dikelompokkan sebagai heliophytes dan sciophytes. Tumbuhan liana heliophytes menyebarkan daunnya ke seluruh kanopi tanaman inangnya baik berupa pohon maupun semak. Akan tetapi liana sciophytes seperti Monstera dan Vanilla hanya memanjat batang tanaman inangnya tanpa mencapai permukaan kanopi. Epipit termasuk cryptogram, herba, semak dan pepohonan. Sejumlah 33 famili tumbuhan berbunga tergolong dalam spesies epipit, termasuk famili Araceae, Asclepiadaceae, Bromeliaceae, Cactaceae, Orchidaceae dan Rubiaceae. Tumbuhan paku-pakuan kebanyakan bersifat epipit. Epipit dapat ditemui pada pohon, semak, liana dan tumbuhan di bawah tanah. Sering ditemui epipit tertentu memiliki inang tertentu pula pada satu pohon inang, bisa saja pohon inang pendukung lebih banyak epipit daripada lainnya, hal ini tergantung pada struktur dan komposisi kimiawi kulit potion inang. Epipit dapat bertengger pada batang, cabang tumbuhan pepohonan atau pada permukaan atas dedaunan (Foto 1). Bila terletak dipermukaan atas dedaunan disebut epiphills. Epipit biasanya banyak terdapat pada percabangan atau pada cabang-cabang horizontal pepohonan dimana mudah terjadi penumpukkan dan pengumpulan tanah. Epipit jarang ditemui pada percabangan vertikal yang bepermukaan licin. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan inang terbaik bagi epipit karena bekas pelepah daun yang tertinggal dapat menjadi kantong tempat berkumpulnya tanah dan air. Jarang ditemui pohon sawit liar tanpa epipit yang menyertainya. Walaupun banyak tumbuh di perkebunan, epipit ini harus dikendalikan seminimum mungkin untuk meningkatkan hash. Oleh karena tumbuh di atas tanaman lain, epipit memperoleh cahaya sebagai kebutuhan vital. Akan tetapi untuk mendapatkan cahaya, epipit mengabaikan air dan hara-hara mineral. Seluruh kelas vegetasi epipit tergantung pada presipitasi dengan demikian tumbuhan ini paling banyak terdapat pada daerah dimana periode kekeringan tidak pernah terlalu lama. Pada daerah dingin dan beriklim kening, epipit terbatas untuk algae, lichens, liverworks dan lumut/mosses. Di daerah yang lembab dan beriklim basah banyak terdapat epipit berupa paku-pakuan dan tumbuhan berbunga lainnya. Pada hutan hujan tropis dimana epipit paling banyak ditemui, tumbuhan ini mencakup spektrum ekologi yang luas, bervariasi dan jenis heliophytes yang tahan kekeringan sampai sciophytes yang tumbuh dalam kanopi yang jarang kekurangan air karena udara yang lembab. Epipit yang tumbuh pada puncak-puncak pohon termasuk kaktus dan bromeliads yang telah beradaptasi terhadap intensitas radiasi tinggi dan kekeringan. Kelompok yang paling banyak adalah heliophytes yang tumbuh dalam tajuk dan pada cabang pohon besar. Tumbuhan epipit mengorbankan sejumlah cahaya untuk membentuk iklim mikro. Tumbuhan sciophytes tumbuh balk dalam kanopi pada batang dan percabangan rendah dan pohon maupun semak. Epipit memperoleh hara dan air hujan dan dedaunan mati yang terkumpul dalam retakan dan cekungan pada permukaan batang dan cabang. Semut dan organisme lainnya membantu menghancurkan dedaunan mati untuk melepaskan hara. Agar dapat bertahan hidup dalam kekurangan air maka banyak epipit bersifat xeromorphy, termasuk penebalan kutikula, stomata yang tenggelam dan sukulen. Beberapa epipit menyebarkan akarnya pada permukaan tumbuhan, dengan demikian mereka dapat mengabsorbsi air secara maksimum. Akar yang terbentuk sangat padat dan banyak sehingga kelihatannya seperti sarang burung. Perakaran demikian dapat bertindak sebagai pengumpul dedaunan mati dan memegang/menahan air sehingga jaringan yang terbentuk dapat menjadi kantong tanah. Epipit tangki (Foto 2) memiliki daun yang panjang, tersebar dan duduk daunnya membentuk rosset yang berfungsi untuk menyimpan air. Serangga, termasuk larva nyamuk hidup dalam air tersebut, sementara yang lainnya tenggelam dan mati yang pada akhirnya menyediakan hara bagi tanaman. Tanaman epipit seperti tersebut di atas merupakan suatu microcosm oleh karena ia mengandung organisme yang dapat ditemui dimana-mana. Tumbuhan yang membentuk tanki tergolong ke dalam famili Bromeliaceae yang umumnya ditemui di hutan-hutan Amerika Selatan. Perakaran epipit tropis yang tergolong dalam famili Orchidaceae dan Araceae muncul ke udara, kelihatan sebagai tongkat yang tidak bercabang. Organ keputih-putihan pada permukaan akar yang demikian ditutupi oleh lapisan sel yang dapat mengambil air secara cepat dan pencairan butiran air (briefest of showers). Lebih lanjut bagian hidup lingkaran akar mengabsorbsi air dan lapisan tersebut, bagian ini dinamakan velamen. Di antara spesies epipit Tillandsia (Bromeliaceae), perakarannya menyediakan organ terutama sebagai pemanjat/penjangkar. Daun dan batangnya mengambil alih fungsi absorpsi. Pada tumbuhan T. usnoides sistem percabangan kedua batangnya ditutupi oleh berkas daun yang dapat mengumpulkan air. Air tersebut diabsorbsi oleh epidermis perakaran yang tak berkutin pada periode musim kering. Beberapa tumbuhan aerial yang dinamakan hemi-epipit menghasilkan sistem perakaran yang panjang, kadang-kadang mencapai tanah dan menjangkar dalam tanah. Dalam keadaan demikian tanaman tersebut berhenti sebagai epipit akibat Ia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada tanaman inangnya. Mutualisme Mutualisme terjadi bilamana dua tumbuhan tumbuh secara bersamaan dan keduanya mendapat keuntungan. Lichens merupakan contoh mutualisme yang telah berkembang dengan balk dimana pasangannya dapat tumbuh secara terpisah. Setiap spesies Lichens terdiri dan komponen fungi dan algae dimana sel algae terperangkap di dalam micellium jamur. Reproduksi berlangsung di dalam soredia yaitu berupa sepotong jaringan jamur yang di dalamnya terdapat beberapa sel algae. Komponen algae hijau dan algae biru-hijau menghasilkan karbohidrat melalui proses fotosintesis, sedangkan komponen jamur untuk mendekomposisi litter untuk menghasilkan hara mineral untuk kebutuhan Lichens Komponen ganggang hijau-biru pada beberapa lichens juga dapat mengikat nitrogen bebas dari udara. Pasangan antara fungi dan algae pada Lichens sangat berhasil sehingga tumbuhan tersebut dapat tumbuh pada daerah dimana kondisinya sangat gersang untuk pertumbuhan tumbuhan lain. Lichens dapat bertahan hidup lama dan dapat bertahan pada temperatur dan persediaan air ekstrim serta dapat hidup pada kondisi ketersediaan hara yang sangat rendah. Produk fotosintesis disimpan dalam bentuk gula alkohol di dalam komponen jamur sehingga dengan demikian Lichens dapat tetap hidup selama periode kekeringan yang lama dan pada musim basah dengan cepat akan dimulai lagi fotosintesis serta penyerapan hara. Bakteri yang hidup pada nodul daun-daun dan spesies Ardesia dan Psychotria merupakan contoh mutualisme yang lain. Bakteri memberikan keuntungan pada tumbuhan inangnya barangkali melalui produksi hormon pertumbuhan. D. Mycotrophy Salah satu contoh mutualisme adalah micotropi yaitu asosiasi jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi Jamur bertindak sebagai penyerap hara perantara oleh akar tumbuhan. Miselia jamur bergabung dengan akar membentuk suatu struktur yang dinamakan mycorrhiza Ada dua tipe utama mikoriza yaitu mikoriza ectotrophic dan mikoriza endotrophic. Mikoriza ectotrophic adalah mikoriza yang membentuk mantel tebal pada seluruh permukaan akar dimana kebanyakan hypanya menjulur ke dalam tanah dan sebagian melakukan penetrasi ke dalam perakaran (anaman. Akan tetapi kebanyakan mikoriza adalah bertipe endotrophic yaitu sejumlah hype hidup di dalam protoplas jaringan perakaran sedangkan sebagian lagi menjulur ke dalam tanah, tanpa membentuk mantel pada permukaan akar. Anggota tumbuhan Pinaceae memiliki mikoriza ectotrophic, sedangkan famili tumbuhan Orchids dan Compositae memiliki mikoriza endotrophic. Biji Orchids sangat kecil hanya mengandung embrio rudimenter dengan sejumlah kecil cadangan makanan berupa lemak. Biji tersebut tidak berkecambah secara normal bila tidak berasosiasi dengan miselia jamur seperti Rhizoctonia. Akan tetapi diketahui bahwa tanaman anggrek dapat tumbuh dari biji tanpa bersimbiosis asalkan disuplai gula dan pH media diatur pada 5 atau lebih rendah. Kebanyakan perakaran pohon hutan hujan tropis tidak banyak memiliki rambut akar dan perakaran yang demikian tergantung pada fungi yang khusus mengumpulkan mineral-mineral. Jamur memperoleh hara dan pelapukan litter dan humus. Sebagai pertukaran, pohon menyediakan karbohidrat bagi fungi dengan mengabsorbsinya melalui hypa yang berpenetrasi di dalam perakaran. Fungi tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat karena tidak memiliki klorofil. E. Fiksasi Nitrogen Aktivitas bakteri dan algae pengikat N yang hidup dalam tanah, pada permukaan atau di dalam tanaman inang merupakan hal yang sangat penting dalam memelihara/mempertahankan daur nitrogen. Substrat untuk organisme tersebut adalah gas Nitrogen yang ada di udara. Gas Nitrogen di udara merupakan substansi yang sangat tidak reaktif dan tidak dapat dipakai jika tidak bereduksi menjadi ammonia oleh mikroorganisme. Organisme pengikat N biasanya tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan sehingga ammonia secara cepat dapat diabsorpsi oleh tanaman dan pertama sekali dikonversi menjadi asam-asam amino kemudian ke dalam berbagai bentuk senyawa organik yang mengandung nitrogen, yang paling penting adalah protein. Enzim nitrogenase yang mengkatalisis reduksi nitrogen menjadi ammonia adalah sangat sensitif terhadap oksigen. Itulah sebabnya bahwa keuntungan utama mikroorganisme yang hidup dalam tanaman adalah tetap terjaganya kondisi anaerob. Fiksasi N hanya berlangsung pada kondisi tanah kekurangan N, sehingga sangat menguntungkan tanaman oleh adanya asosiasi dengan mikroorganisme pengikat N. Bila tumbuh pada lingkungan tanah yang mengandung konsentrasi N yang rendah tanaman sangat memperoleh keuntungan oleh karena asosiasi dengan mikroorganisme tersebut. Tanaman yang berasosiasi tumbuh lebih cepat dan oleh karena itu lebih mampu bersaing dibandingkan tanaman yang tanpa asosiasi semacam itu. Walaupun terdapat sejumlah mikroorganisme pengikat N yang bebas di dalam tanah namun kontribusinya terhadap N tanah sangat sedikit. Bilamana mikroorganisme pengikat N tersebut berasosiasi dengan tanaman maka kontribusinya terhadap budget nitrogen menjadi penting Perakaran leguminosae banyak memiliki nodul berupa habitat bakteri (Rhizobium spp) yang mengikat N atmosfir pada tanah-tanah kekurangan N. Nitrogen menguntungkan tanaman sedangkan bakteri memperoleh karbohidrat dari air dan inangnya. Ko-eksistensi antara tanaman dan bakteri merupakan contoh mutualisme. Sekitar 80 — 90 % spesies sub famili Papilionaceae berasosiasi dengan bakteri pengikat N, hanya 25 % pada Mimosaceae dan sangat sedikit ditemui pada Caesalpinaceae yang membentuk nodul. Saat tanaman inang yang muda mulai menghasilkan daun, Ia mengekskresikan suatu substansi yang dapat menarik bakteri pengikat N. Selanjutnya bakteri mengekskresikan hormon yang menyebabkan Ia dapat melakukan penetrasi pada bulu akar dan menyebar ke dalam akar, oleh karena bakteri melakukan perbanyakan maka terbentuklah nodul (bintik). Banyak sekali spesies Rhizobium, masing-masing berasosiasi dengan kelompok tertentu spesies tumbuhan tingkat tinggi. Sangat menarik diperhatikan bahwa tanaman hanya akan mensekresikan substansi penarik jika tanah dalam keadaan kekurangan N. Bintil akar yang aktif memfiksasi N biasanya berwarna merah disebabkan oleh adanya leghaemoglobin berupa protein yang dihasilkan oleh tanaman. Leghaemoglobin mensuplai oksigen untuk kebutuhan respirasi bakteri tanpa mempengaruhi aktivitas nitrogenase. Walaupun asosiasi pengikat N dengan legum paling banyak dipelajari, akan tetapi paling tidak terdapat 120 spesies tumbuhan non-legum yang kebanyakan pohon dan semak diketahui berasosiasi dengan bakteri pengikat N. Sebagai contoh Trema aspera dapat menjadi inang bakteri Rhizobium. Asosiasi yang demikian penting bagi sumber nitrogen pada hutan hujan tropis yang tanahnya mengandung N rendah. Asosiasi algae hijau-biru pengikat N dengan tanaman juga merupakan hat penting. Sebagai contoh, asosiasi paku air (Azolla) dengan algae hijau-biru (Anabaena) merupakan hat yang penting pada budidaya tanaman padi. Tanaman lain yang berasosiasi dengan ganggang hijau-biru pengikat N termasuk pakis Macrozomia dan Gunnera, kedua-duanya merupakan inang mikroorganisme tersebut. Asosiasi mikroorganisme pengikat N dengan rerumputan sangat sedikit jumlahnya. Sebagai contoh Azotobacter berasosiasi dengan rumput tropis Paspallum notatum membuat seludang penutup akar tempat Ia hidup mengikat Nitrogen. Bakteri pengikat N juga hidup berdampingan dengan fungi yang berfungsi untuk membusukkan kayu-kayuan. Bakteri mensuplai N bagi fungi, sedangkan bakteri sendiri memperoleh senyawa carbon yang dihasilkan selama pemecahan selulosa. F. Parasit Tumbuhan parasit memperoleh seluruh atau sebagian hara dan air dan tanaman lain. Untuk dapat melakukan hat yang demikian, tumbuhan parasit mempunyai akar khusus dan organ lain yang dinamakan sebagai haustoria. Fungi dan bakteri patogenik merupakan parasit yang membahayakan tanaman inangnya dengan mengkonsumsi jaringan dan melepaskan racun. Akan tetapi secara umum keseimbangan antara parasit dan inangnya tetap terpelihara, sehingga terjamin meskipun inangnya lemah Ia tetap hidup dan tidak musnah. Inang yang telah mati tidak digunakan oleh parasit. Jika keseimbangan antara parasit dan inang tidak terjaga, maka dapat menyebabkan kematian inang dan juga kematian bagi parasit. Introduksi parasitik fungi, bakteri dan tumbuhan tingkat tinggi oleh manusia pada inang baru yang tidak memiliki ketahanan terhadap parasit tersebut telah banyak menyebabkan kegagalan pertanaman tanaman pangan secara luas yang dapat mengakibatkan kelaparan. Kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi hanya bersifat semi-parasitik, karena ia hanya memperoleh air dari hara dan inangnya, akan tetapi dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat oleh karena Ia mengandung klorofil. Contoh famili Loranthae yang dikenal sebagai mistletoes, yaitu spesies yang dapat ditemui di mana-mana di muka bumi ini. Mistletoes tersebar luas di daerah tropis, bersifat semi parasit pada pohon termasuk pada kakao. Secara umum parasit tersebut hanya sedikit merusak pohon inangnya, apabila kehadirannya tidak terlalu banyak. Walaupun pohon-pohon kecil dapat mati, akan tetapi ditemukan bahwa kakao dengan sejumlah parasit mistletoes lebih tahan kekeringan dibandingkan dengan kakao yang tidak dijumpai parasit mistletoes. Oleh karena itu pada kasus ini terjadi sedikit mutualisme atas parasit dan inangnya. Striga adalah suatu spesies herba parasit pada akar rerumputan Walaupun striga menghasilkan beberapa daun yang mampu berfotosintesis, akan tetapi secara umum kehadirannya menurunkan hasil ekonomi rumput tropis seperti sorghum. Tetapi karena biji striga terpacu berkecambah dengan cara mengontakkan akar spesies yang tidak dapat di parasitnya sehingga dengan demikian rotasi pertanaman dapat membantu pengelakan parasit striga tersebut. Anggota famili Orobanchaceae yang dikenal sebagai broom rapes merupakan herba yang tersebar dimana-mana adalah parasit terhadap perakaran tumbuhan tingkat tinggi Perakaran broom rapes berhubungan dengan akar tanaman inangnya dan pada beberapa kasus bijinya tidak berkecambah jika tidak kontak dengan akar inang yang sesuai. Tumbuhan bagian atas mengandung sedikit klorofil dan malainya lebih berwarna kecoklatan. Famili ini sangat dekat dengan Scrophulariaceae yang terdiri dari striga dan banyak parasit akar lainnya Raflesia suatu genus tanaman yang berasal dan Malaysia, parasit terhadap akar Vitis. parasit tersebut sangat ekstrem melakukan degenerasi sehingga dapat menyerupai jamur, bagian vegetatifnya sama dengan miselia dan seluruhnya terbungkus di dalam tanaman inangnya. Raflesia arnoldi merupakan satu spesies yang terkenal karena memiliki bunga terbesar dalam kelompok tumbuhan, diameternya sekitar 1 meter dan memiliki bau busuk (evil odour). G. Allelopati, Antibiotik dan Fitoaleksin Tanaman dapat melindungi dirinya dari kompetitor dan penyerang dengan menghasilkan senyawa kimia beracun terhadap tanaman lainnya. Bahan kimia yang dilepaskan ke lingkungan dapat mencegah pertumbuhan tanaman lain. Substansi yang dihasilkan dinamakan allelopati Tumbuhan yang menghasilkan allelopati, baru diketahui pada beberapa spesies, walaupun barangkali sangat banyak terdapat. Allelopati dapat berupa substansi yang mudah menguap seperti monoterpenoida cineole dan spesies Eucalyptus dan camphor dan pohon camphor (Cinnarnornum camphora). Substansi yang mudah menguap dilepaskan ke udara terutama pada keadaan temperatur tinggi yang dialami di daerah tropfs dan masuk ke tanaman lain dengan cara larut di dalam kutin daun. Pertumbuhan tanaman di sekitarnya dapat terpengaruh sampai sejauh 10 meter. Banyak tanaman mengandung glycocides yang kurang berbahaya yang apabila tercuci dan dedaunan lalu masuk ke dalam tanah dan terhirolisa menjadi allelopati. Walaupun substansi tersebut segera diuraikan oleh mikroorganisme tanah akan tetapi dapat memiliki pengaruh merusak terhadap tanaman lain, memperlambat pertumbuhan X. TANAMAN DAN HEWAN (Halimursyadah) A. Pendahuluan Tanaman dan hewan saling tergantung satu sama lain, hubungan kedua jenis makhluk hidup ini dapat bersifat makrosimbiotik. Hubungan antara tanaman dan hewan dapat berupa mutualisme atau parasitisme yang sangat kompleks. Tanaman sangat penting bagi hewan terutama sebagai sumber pakan. Akan tetapi tanaman juga memiliki perlindungan terhadap predator dan merugikan kondisi lingkungan, dan menyediakan bahan-bahan untuk sarang dan bangunan tempat tinggal lainnya, faktor-faktor penting yang sering tidak dikenali/dilupakan. Dengan memodifikasi lingkungan, tanaman berperan sangat luas terhadap pembentukan berbagai macam habitat yang dihuni oleh hewan-hewan tertentu. Hewan kurang begitu penting bagi tanaman, tetapi banyak hewan berperan sangat penting dalam proses penyerbukan dan penyebaran biji terutama tumbuhan di daerah tropis. Hewan juga merupakan bagian dan proses siklus biogeokimia (Gambar 1). Proses tersebut sangat essensial untuk kehidupan di jagad raya ini karena dapat menyediakan nitrogen tanah, CO2 dan N tetap tersedia bagi tanaman. B. Grazing dan Browsing (Pemakan rumput dan daun-daun pepohonan) Tanaman adalah penting bagi hewan karena tanaman sebagai sumber pakan. baik langsung maupun tidak langsung, seluruh hewan mendapatkan bahan makanan penting seperti gula, protein, lemak dan vitamin berasal dan tanaman. Tanaman sangat penting bagi hewan untuk mendapatkan energi yang diperlukan untuk kelangsungan proses kehidupannya. Walaupun hewan karnivora memperoleh kebutuhannya dan hewan lain, akan tetapi rantai pangan pertama sekali berawal dari tumbuhan yang selanjutnya diteruskan ke hewan herbivora seperti pada Gambar 2. Herbivora grazing memakan daun-daun rumput dan herba lainnya. Sedangkan herbivora browsing adalah pemakan daun-daun dan tumbuhan berkayu. Kijang, zebra dan sebagainya termasuk pemakan daun-daun dan pohon berkayu (browser). Namun demikian, istilah grazing sering dipakai untuk menjelaskan kedua tipe pengumpulan pakan tersebut. Beberapa serangga termasuk grazer seperti belalang dan kupu-kupu pemakan daun-daun tanaman. Akan tetapi banyak serangga mempunyai cara makan yang lebih canggih. Aphids dan hama-hama lain menusuk/menembus permukaan daun dan memakan secara langsung cairan isinya, yang memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh daun yang ada. Beberapa serangga bahkan hidup di bawah permukaan daun sehingga mendapatkan perlindungan sekaligus makanan. Cara hidup seperti ini telah ditunjukkan dengan baik oleh serangga yang hidup pada/dalam tumbuhan, dikenal sebagai galls (getah) Getah tersebut dihasilkan oleh beberapa tanaman sebagai respon terhadap serangan serangga. Di dalam getah tersebut, serangga mampu mendapatkan pakan yang bernilai nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan getah/cairan tanaman normal. C. Tanaman Bersemut Hubungan antar beberapa spesies semut dengan tanaman inang terutama bersifat mutualistik Di daerah tropis terdapat semut-semut yang hidup dalam dasar dun-dun yang membengkak pada pohon Acasia. Semut-semut tersebut memiliki sangat yang sangat ganas dan melindungi pohon tersebut terhadap kebanyakan musuhnya maupun musuh semut ilu sendiri. Selanjutnya pohon tersebut menyediakan tempat tinggal untuk semut dan juga menyediakan pakan yang dihasilkan oleh nektar. Pohon Acesia yang dihuni oleh semut yang demikian tidak perlu lagi membuang sumber dayanya untuk memproduksi zat pelindung cyanogenic glycocides secara biosintesis seperti pohon yang tidak dihuni oleh semut Namun demikian telah diperlihatkan bahwa, ketergantungan pohon tersebut terhadap semut bersifat mutlak. Jika semut tidak ada/pindah maka pohon segera kalah terhadap serangan hewan atau dipanjati oleh tumbuhan liana dan epifit. Di Amerika Selatan terdapat semut pemotong daun yang mengumpulkan potongan-potongan daun dan tanaman dan dijadikan sarang. Sarang tersebut digunakan untuk membiakkan suatu jamur. Jamur tersebut menghasilkan buah yang mengandung nutrisi khusus untuk larva semut. Agar hasilnya meningkat, semut menambahkan hormon tumbuh berupa auxin untuk membiakkan jamur tersebut. Antara semut dan fungi saling ketergantungan satu sama lain. Jamur-jamur demikian tidak pernah ditemui tumbuh di luar biakan seperti itu. D. Mekanisme Ketahanan Tanaman Jika herbivora dapat memakan tanaman tanpa hambatan oleh banyak jenis maka spesies tersebut dengan cepat menjadi punah karena tidak dapat memproduksi organ sexual atau vegetatif. Oleh sebab itu selama berjuta-juta tahun telah terjadi ko-evolusi antara tanaman dan hewan termasuk serangga. Akibat ko-evolusi itu telah terbentuk suatu mekanisme pengatur yang menjamin baik tanaman maupun hewan yang mengalami perjalanan proses tersebut. Sejumlah tanaman menghasilkan dun, pencakar, atau rambut penyengat sebagai pertahanan terhadap musuh. Rambut yang lebat pada permukaan tanaman berperan sebagai pelindung tanaman dan serangan serangga karena serangga tersebut tidak dapat berpenetrasi ke permukaan daun. Beberapa rambut tanaman mengeluarkan substansi perekat (gums) yang membuat serangga tidak dapat bergerak sehingga ia mati. Kulit sejumlah pohon juga menghasilkan gums bila dilukai sehingga dapat menangkap dan membunuh musuhnya/penganggu. Serangga mati sering dijumpai di dalam amber yang terkumpul jatuh dan pohon akasia. Produksi resin dan lateks oleh sejumlah tanaman diduga merupakan mekanisme pertahanan tanaman. Akan tetapi dan sekian banyak cara pertahanan tanaman namun ditemui/terdapat paling tidak satu jenis hewan yang dapat membuka mekanisme pertahanan tersebut. Senyawa sekunder tanaman Mekanisme pertahanan yang paling banyak ditemui pada tumbuhan angiospermae adalah produksi senyawa sekunder yang beracun atau bertindak sebagai pencegah dimakan oleh herbivora. Senyawa-senyawa primer seperti gula, protein, dan lemak merupakan penyusun tubuh tanaman dan merupakan pakan hewan dan biasanya tidak membahayakan. Tetapi peran utama senyawa sekunder tanaman adalah untuk melindungi tanaman dan serangan herbivora dan parasit lainnya. Senyawa-senyawa sekunder tersebut sangat bervariasi secara kimiawi meliputi alkaloid, asam amino non-protein, glycosyda cyanogenic, glycosida cardiac, racun, saponnine dan terpenoida dan. bermacam-macam senyawa lainnya. Alkaloid merupakan senyawa yang umum pada tanaman tropis. Contohnya strychnine dalam spesies Strychnos, nikotin pada spesies Nicotiana, caffein pada spesies Coffea dan quinin pada spesies Chinchora. Dalam jumlah yang tidak banyak, banyak di antara senyawa-senyawa tersebut digunakan dalam dunia medis karena Ia beracun terhadap banyak organisme penyebab penyakit. Alkaloid bertindak sebagai racun dengan cara mengikat protein dan enzim, oleh karena itu mencegah reaksi katalisis biokimiawi yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup. Glycosida cardiac, seperti oubain dan spesies Acocanthera dan Strophanthus, beraksi pada hati. Oubain dipakai dalam dunia media untuk pengobatan beberapa bentuk penyakit hati, tetapi dalam jumlah yang banyak ia bersifat fatal. Cyanogenic glycocides melepaskan racun hidrogen cyanide bilamana tanaman yang mengandung senyawa tersebut dimakan oleh hewan. Asam amino non-protein sering bertindak sebagai racun oleh karena asam tersebut menggantikan asam amino essensial dalam protein. Tannin merupakan senyawa sekunder yang umum dalam tanaman. Walaupun tidak beracun seperti yang telah dikemukakan di atas namun tannin membuat vegetasi sangat tidak dapat dicerna oleh karena pengikatannya terhadap protein. Walaupun dunia tumbuhan yang menghasilkan seluruh senyawa-senyawa beracun namun setiap individu tanaman biasanya hanya memproduksi satu jenis senyawa beracun. Bahkan seluruh famili tumbuhan dapat dicirikan oleh senyawa sekunder yang dihasilkan oleh anggotanya. Diduga bahwa setiap anggota famili Cruciferee membentuk glukosinolat yaitu suatu senyawa yang menghasilkan racun minyak mustard bilamana tanaman dimakan. Jenis alkaloid tertentu merupakan karakteristik famili tertentu, sebagai contoh alkaloid opium pada tanaman Papaveraceae dan alkaloid indole kompleks pada famili Rubiaceae. Pada beberapa kejadian produksi senyawa sekunder dapat berkorelasi dengan habitat. Sebagai contoh, pohon hutan hujan tropis memiliki lebih banyak senyawa sekunder daripada pohon desidous Sedangkan tanaman yang tumbuh pada daerah arid sering mengandung bahan yang membuat pusing (poisonous). Di antara anggota famili Eupborbiaceae banyak yang mengandung lateks beracun. Kelihatannya produksi senyawa-senyawa sekunder dapat menguras sumberdaya tanaman dan karena itu spesies tanaman tidak dapat membentuk lebih dari satu jenis senyawa. Akan tetapi kekhususan yang demikian dapat merugikan tanaman oleh karena serangga-serangga sebagai predator utama tanaman dapat mengembangkan mekanisme untuk mengatasi daya racun dan senyawa-senyawa tertentu. Namun demikian mekanisme pengurangan daya racun oleh serangga tertentu akan menurunkan sumber kebutuhan energi serangga itu sendii akibat produksi senyawa-senyawa beracun oleh tanaman. Oleh karenanya setiap satu jenis serangga hanya dapat mengurangi daya racun satu jenis senyawa. Oleh sebab itu satu jenis serangga hanya memakan satu atau sangat sedikit spesies tanaman. Sebagai contoh kumbang Brucid memiliki tanaman inang spesifik secara lokal. Larva dan setiap spesies kumbang tersebut memakan biji-bijian dan tanaman inang yang berbeda-beda. Oleh karena spesies inang tetap beracun terhadap serangga lain sehingga inang tidak mengalami overgrazed dan keseimbangan antar tanaman dan serangga tetap terpelihara. Disebabkan oleh Kemampuan evolusi mekanisme pengurangan daya racun oleh serangga maka tidak mengherankan bahwa banyak serangga menjadi resisten terhadap racun yang dibuat oleh manusia. Hewan-hewan besar biasanya memakan sejumlah kecil dan banyak jenis tanaman sehingga hewan besar tidak cukup banyak memakan satu racun tertentu sampai ke tingkat berbahaya. Akan tetapi pada waktu kelaparan dimana pilihan tanaman untuk dimakan terbatas maka hewan-hewan besar pun dapat keracunan akibat terlalu banyak memakan tanaman yang mengandung racun tertentu. Sebagai contoh spesies Datura mengandung racun atropine yaitu jenis alkaloid. Tanaman Datura hanya dimakan oleh herbivora bilamana hewan-hewan tersebut telah menghabiskan vegetasi yang lebih palatabel. Ruminansia merupakan hewan khusus herbivora sangat baik beradaptasi memakan tanaman yang beracun karena hewan-hewan tersebut merupakan inang dan pada banyak jenis mikroorganisme yang dapat mengurangi daya racun. Senyawa-senyawa beracun yang juga pence9ah untuk dimakan sering memiliki rasa yang tidak enak seperti alkaloid yang ditemui pada banyak famili tanaman dan juga cucurbitacin yang merupakan karakteristik famili Cucurbitaceae. Tannin juga memiliki rasa yang tidak enak yang dapat mencegah tanaman untuk dimakan akan tetapi tannin tidak beracun Salah satu senyawa yang terkenal sebagai pencegah untuk dimakan adalah azadirachtin yang dihasilkan oleh pohon neem (Azadirachta indica). Senyawa ini bahkan dapat mencegah belalang gurun yang dapat memakan hampir setiap tanaman yang berada di sekitarnya. Sejumlah tanaman bila dimakan akan menghasilkan senyawa yang dapat mempengaruhi sistem reproduksi atau pertumbuhan hewan. Oleh karena itu sangat efektif untuk mengurangi populasi predator. Senyawa tersebut banyak ditemui pada paku-pakuan dan gymnospermae, barangkali disebabkan oleh karena tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan tertua dan telah terko-evolusi dengan serangga dalam periode waktu yang lama. Predator tumbuhan paku-pakuan sangat jarang terdapat, tidak seperti tanaman yang menghasilkan biji yang sampai saat ini belum ditemui bentuk perlindungan yang benar-benar efektif. Ecdysones merupakan senyawa yang mirip dengan hormon dapa~ mengelupas kulit serangga, terutama pada tanaman paku-pakuan. Hormon tersebut mengendalikan penggantian kulit luar dan larva serangga dan dihasilkan dalam jumlah yang benar-benar dikendalikan pada setiap tahap pertumbuhan. Absorbsi hormon tersebut oleh hewan dan tanaman dapat menyebabkan ebnormalitas dan sterilitas. Banyak jenis tanaman legum yang mengalami overgrazed oleh hewan selain serangga. menghasilkan isoflavonoida yang mirip dengan hormon sex dan mengakibatkan kemandulan atau aborsi pada saat muda. Senyawa tersebut terdapat dalam tanaman makanan ternak seperti Clover dan alfalfa. Terutama domba sangat rentan terhadap pengaruh hormon tersebut. Beberapa tanaman juga menghasilkan hormon yang membuat serangga tetap muda hormon-hormon tersebut sangat efektif mencegah larva serangga mencapai tahap dewasa dan tahap reproduksi. Senyawa lain yang mempunyai pengaruh berbeda menyebabkan methamorphosis sangat cepat terjadi yang juga mengakibatkan kemandulan Akan tetapi seperti juga senyawa beracun lainnya, sejumlah serangga telah membentuk mekanisme pengurangan daya racun atau telah berevolusi dengan cara-cara menggunakan senyawa-senyawa tersebut untuk keuntungan serangga itu sendiri. Sejumlah serangga menggunakan tanaman beracun sebagai bahan pertahanan untuk serangga tersebut. Raja kupu-kupu menyimpan cardiac glycosida…….bilamana larva memakan gulma susu (milkweed) Asclepias spp, dengan demikian kupu-kupu dewasa sangat beracun dan oleh karena itu terhindar dan burung. Bahan cardiac glycosida ini memiliki rasa tidak enak karena itu bertindak sebagai pencegah untuk dimakan oleh burung. Aphids yang memakan oleanders (Nerium oleander) menjadi sangat beracun dan cardiac glycosida yang Ia……. Tidak seperti aphids lainnya, yang berwarna hijau untuk menghilangkan jejak dari predator, aphids oleander berwarna sangat kuning warna kuning merupakan warna yang sangat berbahaya dalam dunia hewan. Banyak serangga telah mengubah produksi senyawa sekunder beracun oleh tanaman menjadi bentuk yang menguntungkan serangga dengan berbagai cara. Senyawa-senyawa mudah menguap seperti terpenoid dan minyak mustard merupakan penarik untuk dimakan bagi serangga-serangga yang memakan tanaman tersebut, walaupun merupakan pencegah bagi serangga lain. Sebagai contoh larva dan kupu-kupu Pierinae memakan anggota famili Cruciferae dan Caparidaceae yang mengandung glucosinolat. Senyawa-senyawa tersebut melepaskan volatile yaitu mm yak mustard beracun bila tanaman dilukai dan kupu-kupu betina hanya akan bertelur pada tanaman yang berbau busuk yang ditemui. Berbeda spesies kupu-kupu menyukai minyak mustard yang berbeda pula dan oleh karena itu tidak ada satu spesies tanaman yang overgrazed, sedangkan larva juga dihadapkan pada persaingan yang rendah/kecil. Tanaman lain menghasilkan senyawa-senyawa pencegah untuk dimakan kupu-kupu, sebagai contoh anggota famili Rubiaceae, yang mensintesis alkaloid secara biologis dan anggota famili Ranunculaceae yang mengandung protoanemonin. Rumput-rumputan Sedikit sekali rumput-rumputan yang menghasilkan racun, walaupun ada biasanya cyanogenic glycosida. Rerumputan merupakan tanaman pakan hampir seluruh hewan herbivora berukuran besar. Oleh karena itu diharapkan telah berkembang mekanisme pertahanan yang efisien. Namun demikian selama ko-evolusi rerumputan dengan hewan, rerumputan telah membentuk metoda pertumbuhan yang sangat menguntungkan akibat grazing oleh hewan. Tidak seperti kebanyakan tanaman lain, titik tumbuh rerumputan berada sedikit di bawah permukaan tanah dan karena itu Ia tidak berbahaya akibat injakan atau bila pucuknya dimakan hewan. Kenyataannya, grazing dapat merangsang produksi pucuk baru lebih cepat dan juga “favour tillering” yaitu produksi pucuk-pucuk lateral dan ketiak kuncup-kuncup pada dasar pucuk-pucuk yang lebih tua. Oleh sebab itu grazing yang layak/cukup dapat mendorong pertumbuhan dan penyebaran rerumputan. Apabila tanaman terganggu maka dengan cepat tumbuh sejumlah serabut, berupa akar serabut yang menjamin pemulihan secara cepat. Namun demikian pada rerumputan dapat terjadi kelebihan grazing dan bahkan dapat mati. Situasi demikian pada gilirannya dapat menggeser padang rumput tropis menjadi padang gurun, salah satu bentuk erosi yang sangat perlu mendapat pertimbangan. Jenis hewan yang diintroduksi biasanya lebih berbahaya daripada spesies hewan yang terdapat di tempat tersebut. Sebagai contoh gerombolan besar wildebeest di Afrika Timur berpindah secara alamiah dan satu padang rumput ke padang rumput lainnya setiap tahun, keadaan ini membiarkan terjadinya regenerasi padang rumput. Pada zaman dahulu, suku Masai sebagai pengembara, memindahkan sapi dan kambingnya secara teratur sehingga padang rumput dapat istirahat. Peningkatan jumlah penduduk di antara suku tersebut dan adanya kecenderungan untuk menempatkan ternaknya di satu tempat. Lahan yang sangat luas telah rusak atau sedang dalam proses kerusakan menuju menjadi gurun oleh karena praktek yang semacam itu. Aktivitas Perusakan Oleh Hewan Keseimbangan yang langsung antara tanaman dan hewan dengan mudah dapat terbentuk dan banyak aktivitas hewan tidak merusak tanaman. Gajah yang memiliki ukuran sangat besar merupakan hewan utama yang merusak karena dia mencabut dan merobohkan pepohonan Kawanan yang sangat banyak dan gajah bahkan dapat merubah hutan menjadi padang rumput atau bahkan menjadi gurun. Kawanan belalang dapat menghabiskan daun-daun vegetasi pada suatu area yang sangat luas yang dapat menyebabkan banyak tanaman mati, walaupun ada tanaman yang mampu melakukan regenerasi. Suatu hat yang menarik bahwa tanaman nimba/neem (Azadirachta indica) tidak pernah dimakan oleh belalang oleh karena adanya azadirachtin sebagai senyawa sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tersebut yang bertindak sebagai pencegah untuk dimakan. Burung-burung Quelea yang hidup dalam kawanan yang sangat banyak jumlahnya di Afrika dapat melahap seluruh tanaman biji-bijian sedangkan hewan pengerat dapat merusak kacang polong, buncis, serealia dan kacang tanah. Hewan-hewan yang lebih kecil seperti tungau kumbang penggerek, aphids, dan cacing juga berbahaya bagi tanaman. Pengaruh-pengaruh hewan tersebut dapat menyebabkan hancurnya tanaman pertanian. Hewan-hewan juga sering merupakan vektor dalam transmisi penyakit tanaman. Sebagai contoh hama bubuk pada tanaman kakao mentransmisikan virus penyebab penyakit bengkok pucuk dan satu tanaman ke tanaman lainnya. E. Tanaman Karnivora Walaupun kebanyakan hubungan tanaman-serangga bahwa serangga merupakan predator, namun ada sejumlah tanaman telah mengembangkan mekanisme dimana ia dapat memangsa serangga. Tanaman kendi (pitcher) merupakan tanaman yang tergolong genus Darlingtonia, Nepenthes, Sartuacenia dan sebagainya pada daun-daunnya memegang sejumlah kecil genangan cairan. Cairan tersebut sebagian atau seluruhnya diekskresikan oleh permukaan daun-daun dan merupakan suatu larutan encer dan enzim proteolitik. Serangga-serangga atau hewan-hewan kecil yang jatuh dalam genangan tersebut tidak dapat Ian dan bahkan tenggelam. Enzim melarutkan bagian yang lembut dari tubuh hewan dan melepaskan asam-asam amino yang diabsorbsi oleh tanaman. Terdapat serangga Vain yang telah mengembangkan cara-cara bertahan terhadap enzim tersebut dan Ia dapat hidup dalam genangan buyung tanaman, namun hasil ekskresi dan serangga-serangga tersebut menyediakan makanan bagi tumbuhan. Sundews (Drosera spp) sangat luas tersebar pada habitat yang berlumpur. Helaian daun tertutup oleh bulu-bulu ujungnya berkelenjar, setiap bulu memiliki setetes cairan perekat. Serangga-serangga kecil yang hinggap pada daun akan lengket dan rangsangnya menyebabkan lebih banyak bulu membungkuk menuju tubuh serangga. Kemudian kelenjar mengeluarkan enzim proteolitik yang mencerna serangga tersebut. Sangat penting dicatat bahwa bahan yang tidak mengandung protein tidak dapat merangsang pergerakan bulu atau ekskresi enzim. Helaian daun Venus flytrap atau bintang johar perangkap terbang (Dionaea muscipula) menyerupai sebuah perangkap kuat. Permukaan daun atas memiliki enam bulu sensitif, hanya dua di antaranya jika disentuh terus-menerus (simultan) mengakibatkan daun tersebut menutup dengan serta merta dan menangkap serangga. Setelah itu terjadi pencernaan dan pengabsorbsian, setelah selesai maka helaian daun kembali ke posisi terbuka semula. Tidak satupun di antara tanaman-tanaman tersebut di atas tergantung seluruhnya pada hewan yang dimangsa untuk kebutuhan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen karena tanaman-tanaman itu sendiri dapat menyerap senyawa nitrogen anorganik dan dalam tanah. Namun demikian, banyak jamur yang parasit pada manusia dan hewan lainnya merupakan karnivora obligatif dan harus mendapatkan makanan dari mangsanya. C. Penyerbukan Oleh Hewan Tidak seperti hewan, tumbuhan tidak dapat berpindah ke sekelilingnya untuk mencari pasangan. Oleh sebab itu tanaman harus menggantungkan diri pada pergerakan hewan atau angin supaya terjadi penyerbukan antar anggota yang berbeda pada spesies yang sama dapat berlangsung. Di daerah tropis sedikit sekali spesies, selain Conifers, rumput dan sedge diserbuki oleh angin. Banyak tanaman tropis terutama diserbuki oleh serangga, burung atau mammalia kedi sebagai vektor, Jumlah hewan penyerbuk vertebrata lebih banyak di daerah tropis dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang (temperate). Penyerbukan merupakan contoh mutualisme yang paling baik yang dapat eksis antar tanaman dan hewan. Bagi tanaman pembuahan ovarium dan produksi biji merupakan hal yang sangat penting dan pembuahan akan menghabiskan banyak energi dan sumberdaya makanan untuk terjaminnya penyelesaian yang berhasil. Produksi bunga yang besar dan berwarna cerah pada tanaman tropis hanya karena alasan untuk menarik serangga. Dalam keadaan yang sama, bau-bauan yang sangat tajam pada bunga-bunga tanaman tropis diproduksi semata-mata untuk menarik penyerbuk dengan ukuran yang sangat tak terlihat (kecil) atau bunga-bunga yang aktif pada malam hari. Namun demikian, apabila hanya penarikan yang dilakukan oleh tanaman maka tidak cukup untuk merangsang dan akan tidak menjamin suatu hewan mengunjungi banyak anggota dari suatu spesies tertentu dan juga tidak menjamin terjadinya penyerbukan silang. Hal ini bisa diterima bila tanaman menghasilkan makanan khusus buat penyerbukan dalam bentuk nektar atau serbuk sari. Nektar dan sejumlah bunga mengandung asam amino essensial dan oleh karena itu nektar memiliki nilai gizi tinggi, sedangkan serbuk sari mengandung protein yang sangat tinggi. Banyak penyerbuk terutama serangga, kehidupannya seluruhnya tergantung pada makanan yang dihasilkan oleh bunga-bunga spesies tertentu. Banyak tanaman tropis berko-evolusi dengan burung-burung dan kalong. Burung tropis Amerika yang berdengung (Trochilidae) merupakan penyerbuk banyak spesies tanaman, sedangkan burung-burung tersebut hanya mendapatkan makanan dari bunga-bunga yang memiliki tabung panjang. Oleh karena itu tanaman dan burung berdengung saling bergantung satu sama lain Pemakan madu (Meliphagidae) dan burung matahari (Nectariniidae) menyerbuk bunga-bunga, tetapi saling ketergantungan antara burung-burung tersebut dengan tanaman tidak semutlak seperti burung-burung berdengung. Tanaman yang diserbuki oleh burung biasanya berwarna merah cerah atau kuning mencolok. Bunga-bunga yang diserbuki oleh kalong biasanya berwarna putih atau pudar tak berkilap. Kalong adalah buta warna dan oleh sebab itu tanaman tidak perlu menghabiskan sumberdaya untuk menghasilkan warna. Akan tetapi tanaman tersebut mensintesis nektar banyak sekali dan bunganya terbuka pada malam hari saat kalong berada dalam keadaan aktif Agar mendorong hewan mengunjungi beberapa tanaman pada satu malam dan terjadinya penyerbukan silang, maka sedikit sekali bunga yang membuka pada suatu tanaman pada satu waktu. Kalong mencari nektar setiap mat am dalam jarak yang jauh. Tanaman yang diserbuki serangga memiliki warna bunga yang beraneka ragam, warna biru biasanya diserbuki oleh lebah dan warna putih oleh ngengat. Tawon tak dapat melihat warna merah tetapi dapat melihat cahaya ultra violet yang tidak dapat dilihat manusia banyak bunga-bunga yang diserbuki oleh tawon berpadu dengan senyawa kimia yang dapat menyerap cahaya ultra violet. Walaupun tak tampak oleh kita, madu bunga-bunga tersebut membimbing mengarahkan tawon ke arah nektar dan menjamin bahwa tawon mencapai posisi yang tepat untuk mendepositkan tepung sari dan bunga lain pada stigma dan mengumpulkan serbuk sari dari anther bunga yang dia hinggapi. Banyak bunga yang telah mengembangkan mekanisme yang berbelit-belit untuk mencegah peyerbukan sendiri, yang paling umum adalah pengaturan saat masak stigma dan stamen. Spesies Catalpa dan Teoma tropis memiliki stigma yang tertutup setelah kontak dengan serangga. Keadaan seperti ini membantu berlangsungnya pembuahan dan mencegah penyerbukan sendiri. Pada tanaman anggrek Cypridium, serangga pengunjung masuk bibir yang...... melalui suatu lubang di atasnya tetapi meninggalkan bunga tersebut melalui corolla yang terbuka di belakangnya. Keadaan ini menjamin bahwa kontak pertama serangga adalah dengan stigma dan hanya setelah itu terjadi, lalu serangga mengumpulkan serbuk sari ke anther bunga yang bersangkutan. Suatu hat yang sulit dimengerti bahwa tanaman harus melampaui masa ko-evolusinya dengan serangga dan hewan penyerbuk lainnya yang dapat menjamin bahwa vektor mengunjungi hanya satu atau paling banyak, sedikit sekali spesies pada suatu waktu. Jika tidak maka peluang perpindahan serbuk sari yang masih hidup dan satu tanaman ke tanaman lainnya pada spesies yang sama adalah kecil. Oleh karena itu warna bunga, bentuk, bau dan kualitas nutrisi nektar dan serbuk sari harus ditujukan pada satu jenis penyerbuk. Sebagai contoh bunga-bunga yang diserbuki tawon adalah pendek, corollanya lebar, sedangkan bunga-bunga yang diserbuki burung-burung berdengung memiliki batang panjang. Tanaman anggrek yang diserbuki tawon bunganya harus menjamin konstansi dengan menarik instink serangga jantan. Bentuk dan warna bunganya serupa dengan bentuk dan warna yang dimiliki tawon betina, sedangkan bau bunga yang dihasilkan tanaman anggrek menyerupai bau hormon sexual tawon. Dengan demikian tawon jantan sangat tertarik dang berusaha mengkopulasi bunga-bunga tersebut. Pada keadaan tersebut tawon jantan menempelkan serbuk sari dari bunga lain pada stigma dan mengumpulkan serbuk sari dan bunga yang dia datangi. Banyak bunga-bunga tanaman yang memiliki bau yang serupa dengan pheromones serangga, sedangkan sejumlah serangga dapat menggunakan senyawa-senyawa yang dikandung dalam bunga-bunga yang mengandung minyak-minyak mudah menguap untuk menghasilkan pheromones-nya. Sejumlah tanaman menghasilkan bau-bau yang paling tidak menarik bagi manusia. Bau-bau tersebut memiliki rasa amis atau mengandung amina yang menarik serangga-serangga yang memakannya atau meletakkan telurnya pada bunga tersebut. Walaupun semua tanaman den penyerbuknya saling tergantung satu sama lain pada beberapa kejadian, banyak juga yang mendorong ketergantungan tersebut menjadi penuh ekstrem, baik tanaman maupun hewan akan mampu eksis masing-masing. Kenyataan ini terjadi pada tanaman-tanaman Anggrek, atau terdapat juga pada tanaman lain. Hampir setiap spesies ara (ficus) sebagai contoh, berasosiasi dengan spesies tawon (penyengat) tertentu. Pohon ara memerlukan tawon untuk penyerbukan bunganya, sedangkan tawon memerlukan ara untuk perlindungan larvanya. Pada genus Yucca yaitu penyerbuk sole (tapak kaki), lebah (Tegeticula) betina membawa tepung serbuk sari dan satu bunga ke bunga lain. Pada keadaan demikian, lebah betina tersebut mendorong ke bawah stigma yang berbentuk pipa dan kemudian meletakkan telur di antara ovule sehingga lebah tersebut membantu pembuahan. Sejumlah kecil biji selalu hilang akan dimakan. H. Penyebar Buah Dan Biji. Contoh mutualisme lain antar tanaman dan hewan adalah yang ditunjukkan oleh hewan-hewan pemakan buah yang menyebarkan biji-biji tanaman. Penempatan suatu biji pada tanah dengan jarak yang jauh dari tanaman induknya merupakan hal penting untuk menjaga kelangsungan hidup tanaman muda dan kelangsungan hidup spesies secara keseluruhan. Tanaman muda yang tumbuh dekat di sekitar tanaman induk yang kuat, tidak dapat berkembang mencapai tingkat kedewasaan maksimum. Pada keadaan yang sama, walaupun tidak seluruhnya, banyak tanaman muda spesies yang sama yang tumbuh pada waktu dan tempat yang sama akan mengalami kompetisi yang sangat kuat akan agent penyebar berupa buah yang manis, warna yang cerah yang dihasilkan banyak tanaman merupakan pendorong bagi hewan penyebar biji dan buah. Buah tanaman terkadang ada yang masak serentak pada waktu yang bersamaan dan dimakan oleh berbagai agen penyebar biji atau buah-buahan yang masak setiap hari pada periode yang lama. Buah-buahan tersebut dimakan hanya oleh satu atau dua spesies hewan Pada kasus pertama buah-buah tersebut berwarna sangat cerah dan menghasilkan bau untuk menarik sebanyak mungkin agent penyebar. Pada kasus kedua, buah-buahan yang tidak mencolok karena agen penyebar tertentu mengetahui dimana mendapatkannya. Burung merupakan agen umum dalam penyebaran biji. Baik dengan cara memudahkan biji sebelum menelan daging buah maupun dengan cara menelan seluruh buah bersama biji dan bill akan dikeluarkan tanpa kerusakan bersama kotorannya. Bagi tanaman spesies tertentu yang biji-bijinya lewat melalui alat pencernaan justru dapat memperbaiki perkecambahannya. Sejumlah burung-burung seperti toucans memuntahkan kembali biji-biji setelah proses pencernaannya mengambil nutrisi buah. Terutama di daerah tropis banyak hewan selain burung merupakan hewan pemakan buah, sedangkan hewan pengerat mengumpulkan biji-biji dan menguburkannya untuk digunakan pada mesa yang akan datang. Biji-biji kebanyakan pohon hutan berukuran besar sehingga hanya sedikit sekali hewan yang memakannya. Kalong membawa biji yang demikian dalam cakarnya dan hewan pengerat membawanya di dalam mulutnya, banyak juga yang jatuh. Karena hanya satu atau dua biji yang dibawa jauh pada suatu waktu maka efisiensi penyebaran biji terjamin walaupun sejumlah biji dimakan. Tidak seperti di daerah temperate, hanya sedikit buah tanaman tropis yang memiliki kait sebagai pelekat pada hewan yang melintas. Karena banyak hewan pemakan biji dan juga buah, maka banyak tanaman telah membentuk biji yang beracun untuk melindunginya dari serangan pemangsa. Biji-biji yang sangat beracun seperti itu sangat umum dl daerah tropis dan termasuk kacang kalabar (Physotigma venenosum) yang mengandung alkaloid physostigmine. Biji minyak jarak (Ricinus communis) yang mengandung us/n suatu protein yang beracun, dan spesies Strophanthus yang mengandung glycosida cardiac. Burung-burung dan hewan lain dapat menyebarkan biji dengan cara yang berbeda dengan pemakan buah-buah tanaman. Burung air membawa lumpur pada kakinya yang biji tanaman air yang tipis-kecil sangat banyak terdapat. Proses ini dapat menjelaskan bagaimana penyebaran yang cepat tanaman-tanaman yang demikian pada danau-danau dan dam-dam buatan manusia. Bulu burung juga dapat menjadi tempat hinggapnya spora jamur dan dapat menjadi agent untuk penyebaran penyakit tanaman dan satu negara ke negara lain. Produksi buah masak yang biasanya sangat banyak mengandung gula banyak mengkonsumsi energi tanaman. Oleh sebab itu tanaman perlu menjaga agar buah dipisahkan/dilepaskan bilamana bijinya telah masak penuh. Buah yang belum matang biasanya berwarna hijau dan karenanya sukar dibedakan dari bagian tanaman lainnya. Adanya klorofil yang bertanggung jawab terhadap warna hijau, merupakan suatu keuntungan karena Ia dapat melangsungkan proses pembentukan gula. Buah yang tidak masak biasanya tidak memiliki rasa enak disebabkan oleh tannin, asam, dan resin yang dikandungnya. Substansi-substansi tersebut hilang bilamana buah yang telah matang dan warnanya berubah. Tidak semua buah berwarna cerah seperti yang dimakan oleh kalong sebagai contoh, warnanya tetap hijau atau kekuning-kuningan. Warna bukan satu-satunya cara tanaman menarik agen penyebar, akan tetap karakteristik buah yang sudah masak, bau-bauan yang kuat disebabkan terlepasnya minyak-minyak yang mudah menguap biasanya membantu juga dalam mengundang hewan penyebar biji. Bahan bacaan Vickery, L. M. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons. Canada p 117 -128 XI. TANAMAN DAN MANUSIA (Halimursyadah) A. Pendahuluan Pada saat manusia primitif mulai menabur biji, menebang dan atau membakar pohon, pada saat itu pula manusia telah mulai campur tangan terhadap ekologi tanaman dan berlangsung sampai sekarang. Campur tangan manusia terhadap ekologi tanaman mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan waktu sehingga pada saat ini hanya tinggal beberapa tempat di belahan bumi ini dimana aktivitas manusia tidak mempengaruhi lingkungan tanaman. Walaupun pada beberapa tempat, manusia dan alam bekerjasama saling menguntungkan kedua belah pihak, akan tetapi pada banyak tempat, aktivitas manusia telah terbukti mengancam tumbuhan alamiah. Hutan hujan tropis adalah suatu ekosistem yang rapuh dan sangat mudah rusak terutama oleh aktivitas manusia. Jika tidak diganggu, hutan tropis tetap tidak berubah selama ribuan tahun. Secara teoritis daerah tropis yang lembab harus dilindungi oleh hutan tropis primer, kenyataannya bahwa kerusakan-kerusakan hutan tropis oleh faktor iklim tidak sebesar kerusakan oleh aktivitas manusia. Laju kerusakan hutan berada pada tingkat bahaya tinggi, jika tidak diambil langkah-langkah untuk melindunginya maka ekosistemnya akan tidak muncul lagi selama-lamanya di permukaan bumi ini, dimana suatu ekosistem yang memiliki keanekaragaman spesies yang luar biasa yang ditemukan di dalam lingkungan semacam itu. Banyak negara telah kehilangan seluruh atau hampir seluruh hutan primernya, sekarang ini vegetasi yang tumbuh di banyak negara merupakan hasil campur tangan manusia-manusia dengan alam. Suatu hal yang sangat penting adalah bahwa manusia harus waspada akibat pengaruhnya terhadap lingkungan alamiah, dengan demikian manusia dapat menghentikan atau setidak-tidaknya mempertimbangkan aktivitas yang bermuara pada kehancuran atau perusakan. Semua spesies tumbuhan dan hewan merupakan sumber genetik yang unik yang tidak dapat digantikan. Setiap saat cadangan genetik tumbuhan dan hewan berkurang dan hilangnya karakteristik berharga selama-lamanya. Sebagai realisasi pentingnya melestarikan bahan genetika tumbuhan maka telah dibentuk bank-bank genetik di beberapa negara seperti Bank Genetik Pertanian Internasional (International Institutes of Agriculture’s Gene Bank) di Ibadan, Nigeria. Konservasi Alam dan Kebun-kebun Botani juga membantu untuk melestarikan spesies-spesies yang berada dalam bahaya kepunahan. Ada dua pengaruh utama manusia terhadap ekosistem di daerah tropis yaitu bercocok tanam dan penebangan kayu. Kerusakan yang diakibatkan oleh pembersihan lahan yang luas untuk pembangunan perkotaan hanya terjadi dalam skala yang kecil dan tidak seberapa dibandingkan dengan kehancuran yang terjadi pada daerah beriklim sedang. Walaupun pada beberapa daerah, terutama di Zaire dan Zambia telah pulih dan pengaruh aktivitas pertambangan namun tidak besar artinya bila dilihat secara keseluruhan di daerah tropis. Di sisi lain aktivitas pertambangan dan pengeboran minyak sangat penting artinya untuk memajukan pembangunan di negara-negara tropis. Pertanian dan penebangan pohon merupakan aktivitas manusia yang telah lama dilakukan akan tetapi peledakan jumlah penduduk pada 100 tahun terakhir ini menyebabkan kegiatan tersebut mempunyai dampak kerusakan yang permanen terhadap lingkungan di daerah tropis. Perkebunan besar yang terdiri dan tanaman sejenis seperti tebu, karat, teh dan kopi juga banyak mengakibatkan kerusakan ekosistem alamiah. Masalah penggunaan lahan di daerah tropis harus dipertimbangkan secara matang dan harus dicari pemecahannya agar tidak terjadi kerusakan lahan-lahan yang semakin sangat luas. B. Kebakaran Walaupun kebakaran alamiah dapat terjadi akibat petir, letusan gunung berapi, meteor dan lain-lain, yang dapat terjadi berkenaan dengan tahapan evolusi vegetasi tropis, namun sejak manusia mengenal dan memanfaatkan api maka terjadi perubahan yang permanen terhadap banyak ekosistem tropis. Pengaruh utama terhadap perubahan tersebut adalah metoda bertanam yang dikenal dengan tebang dan baker atau perladangan berpindah-pindah. Di beberapa bagian daerah tropis yang memiliki beberapa bulan kering merupakan saat yang rentan terhadap kebakaran baik disebabkan oleh manusia maupun terjadi secara alamiah. Daerah-daerah tersebut juga terdiri dan padang rumput savanna. Karena titik tumbuhnya berada di bawah permukaan tanah maka rumput paling tahan terhadap kebakaran dibandingkan dengan tanaman lainnya. Kenyataan yang dialami sekarang bahwa pembakaran secara cepat dapat menguntungkan bagi padang rumput pengembalaan ( pasture) karena dapat merangsang pertumbuhan tanaman baru dan meningkatkan nilai gizi padang rumput. Apakah benar bahwa terbentuknya savana tropis diakibatkan oleh kebakaran atau tidak. belum dapat diberikan pernyataan yang pasti karena savana tropis memiliki iklim yang lebih cocok untuk padang rumput daripada untuk hutan. Namun demikian tidak diragukan bahwa kebakaran merupakan suatu faktor yang dapat mengubah hutan menjadi padang rumput. Kebakaran yang berulang-ulang menyebabkan lenyapnya jenis tumbuhan yang tidak tahan api, oleh sebab itu terjadi perubahan secara menyeluruh di suatu area. Akan tetapi beberapa jenis tumbuhan sangat beradaptasi terhadap kebakaran dimana bijinya tidak dapat berkecambah jika tidak terpapar (tereskpose) pada temperatur tinggi saat pembakaran. Oleh sebab itu biji-biji tumbuhan Proteas dari Afrika Selatan dan spesies Acacia pada savanna memerlukan rangsangan pembakaran untuk berkecambah. Keseimbangan alamiah tanah sangat terganggu oleh pembakaran, karena hilangnya humus pada lapisan permukaan tanah atas ( top soil) merusak mikroorganisme tanah, dan meningkatkan konsentrasi garam-garam terlarut. Abu yang tertinggal setelah pembakaran kadang-kadang meningkatkan kesuburan tanah, akibat mineral-mineral yang sebelumnya tersimpan di dalam biomass dikembalikan ke dalam tanah. Konsentrasi fosfor, kalium, magnesium dan kalsium meningkat, akan tetapi garam nitrogen terlarut dapat menguap atau segera tercuci. Hilangnya tumbuhan penutup oleh kebakaran dapat juga menyebabkan erosi tanah terutama pada tanah-tanah miring. Ada tiga jenis kebakaran yaitu kebakaran pada tanah permukaan dan tajuk. Kebakaran pada tanah paling merusak, akibat terbakarnya bahan-bahan di bawah permukaan tanah selama berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu, dapat merusak perakaran, umbi dan biji-biji yang terbenam dalam tanah. Hanya sedikit tumbuhan yang tahan terhadap kebakaran pada tanah, lebih sedikit lagi di daerah tropis. Tipe kebakaran permukaan merupakan yang paling umum terjadi di daerah tropis (Gambar 9.1) terutama pada daerah savana. Kebakaran demikian merusak vegetasi pada tingkat permukaan tetapi berpenetrasi beberapa cm di bawah permukaan tanah. Oleh karenanya hanya akar-akar yang berada pada permukaan tanah yang dirusak. Tumbuhan dapat melakukan regenerasi dan perakaran yang tersisa, seperti rerumputan dan semak perdu. Tanaman yang memiliki bulbus atau umbi dapat bertahan hidup dan segera pulih akibat dan pembakaran permukaan. Beberapa pohon mempunyai kulit yang cukup tebal untuk melindungi jaringan hidup dari kebakaran. Tumbuhan palma merupakan tanaman yang paling tahan terhadap kebakaran. Kebakaran tajuk sangat merusak hutan-hutan dimana api menjalar dari satu pohon ke pohon lain di dalam hutan. Kebakaran seperti ini merusak segala sesuatu yang ada di atas permukaan tanah, menyebabkan kerusakan yang sangat kompleks. Kerusakan juga seperti yang terjadi akibat kebakaran permukaan tanah. Kebakaran tajuk di daerah tropis jarang terjadi oleh sebab udara yang lembab dan air permukaan dedaunan mencegah terjadinya permulaan api. C. Bercocok Tanam Di daerah tropis bercocok tanam telah berlangsung beribu-ribu tahun yang lalu dan oleh sebab itu sukar ditentukan pengaruh campur tangan manusia pada vegetasi alamiah. Akan tetapi pada waktu itu pengaruhnya sangat kecil oleh karena penduduk yang masih sangat sedikit dan kurangnya peralatan mesin-mesin canggih. Pada waktu tercapai itu kesinambungan antara manusia dan alam, dan tetap atau sedikit gangguan terhadap alam hingga abad ke-18. Akan tetapi selama 100 tahun terakhir aktivitas manusia telah mengganggu dan merusak vegetasi daerah tropis. Peningkatan penduduk pada daerah tropis mengakibatkan permintaan lahan yang lebih banyak untuk dibudidayakan atau digunakan untuk tempat hewan merumput. Banyaknya koloni-koloni bangsa Eropa di daerah tropis juga telah menimbulkan pengaruh perusakan vegetasi alamiah karena areal yang luas telah dibersihkan agar dapat dijadikan perkebunan-perkebunan karet, sawit, tebu, kapas, tembakau, teh, kopi dan sebagainya. Peladangan Berpindah-pindah Tebang dan bakar atau perladangan berpindah-pindah (Gambar 9.2) dilakukan di seluruh daerah tropis dan telah menjadi metoda berusahatani selama ribuan tahun yang lalu. Suatu daerah yang cocok untuk ditumbuhi tanaman pangan untuk seluruh anggota keluarga atau suatu perkampungan dibersihkan dan semak belukar dan pohon-pohon kecil. Pohon besar dan palma sering ditinggalkan tidak diganggu untuk keperluan perlindungan, air nira, atau keperluan-keperluan religius. Area yang telah ditebang kemudian dibakar, diolah dan ditanami. Abu yang dihasilkan dan pembakaran sisa-sisa tanaman menyediakan cukup unsur hara selama 2-5 tahun penanaman, setelah itu lahan menjadi tidak produktif dan kemudian ditinggalkan dan dibiarkan tidak ditanami, kemudian dibuka lahan lain dan ditanami. Pada masa lalu dimana desa-desa terpencar-pencar dan penduduknya sedikit, lahan-lahan tersebut dibiarkan tidak ditanami selama 10 - 15 tahun. Selama waktu ditinggalkan itu akan terbentuk hutan sekunder. Akan tetapi sekarang ini, terdapat banyak daerah yang tidak cocok untuk mendukung peningkatan penduduk, dan waktu bera (tidak ditanami) sangat berkurang. Keadaan ini mencegah pembentukan hutan sekunder dan ditambah dengan meningkatnya frekuensi pembakaran, spesies yang tidak tahan api tidak muncul lagi. Oleh karena vegetasi tidak cukup waktu untuk membentuk cadangan ham maka abu sisa pembakaran mengandung lebih sedikit konsentrasi mineral-mineral dan oleh sebab itu terjadi penurunan kesuburan lahan. Bahkan lahan tersebut akan didominasi oleh rumput-rumputan yang keras dan nilai nutrisinya rendah untuk kebutuhan lemak. Sebagai contoh di Asia terdapat lahan yang sangat luas ditutupi oleh rumput alang-alang (imperrata sp) sebagai akibat dan penanaman yang berlebihan. Walaupun alang-alang tahan terhadap kekeringan dan mampu bertahan terhadap kekeringan dan mampu bertahan terhadap kebakaran namun alang-alang memiliki nilai gizi yang rendah bagi lemak. Seringnya menghilangkan vegetasi alamiah juga merubah iklim mikro dan bahkan bermuara pada erosi tanah. Walaupun peladangan berpindah dominan di daerah tropis, jenis peladangan menetap juga banyak terdapat. Lahan padi sawah di Asia banyak terdapat di daerah dataran rendah yang dapat diairi atau diberi irigasi. Pengairan dapat memperbaharui kesuburan tanah oeh karena itu tidak perlu dibiarkan lahan untuk tidak ditanami. Vegetasi alamiah di daerah tersebut telah lama tidak muncul. Introduksi Spesies Baru Pemeliharaan tanaman dimulai sejak manusia berhenti menjadi pengumpul dan pemburu dan mulai mengusahakan tanah peladangan. Serealia dan kacang-kacangan merupakan dua jenis tanaman pertanian yang paling awal dikenal sehingga asal-usul tumbuhan liarnya tidak diketahui lagi. Manusia telah melakukan penyebaran banyak spesies tanaman di permukaan bumi ini. Manusia telah mengintroduksi tanaman jagung, padi, tebu, tembakau, pisang, jeruk, nenas, kelapa dan karet ke seluruh daerah tropis. Tanaman pertanian yang paling banyak disebarkan beserta tempat asalnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tanaman hias telah dibudidayakan manusia pada tempat-tempat yang jauh dan daerah asalnya. Bougeinvillea dan bunga ros tanaman tropis dan semi tropis yang ada dimana-mana dan bahkan bunga ros temperate dapat ditemui di banyak kebun-kebun daerah tropis Introduksi rumput-rumputan seperti jenis Panicum dan Hyparrhenia rufa ke Amerika Selatan dan Afrika telah tersebar pada daerah yang luas. Rerumputan tersebut merupakan bukti introduksi yang berharga karena memiliki nutrisi yang lebih besar untuk lemak dibandingkan dengan rumput setempat (native) yang digantikannya. Manusia juga telah melakukan penyebaran banyak tumbuhan yang secara kolektif disebut gulma. Pada kondisi alamiah, tumbuhan tersebut dihadapkan pada persaingan ketat untuk terjaga jumlahnya. Akan tetapi pada habitat yang dibuat manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan, gulma tersebut akan mengalami persaingan yang rendah dan mampu untuk tumbuh dengan subur. Biji gulma dengan mudah tersebar ke seluruh dunia. Sedangkan kebanyakan di antaranya tidak dapat bertahan hidup pada habitat baru, beberapa di antaranya sangat cepat beradaptasi dan bahkan dapat menggantikan tumbuhan setempat (native). Produksi Spesies dan Varietas Baru Manusia tidak hanya dengan sengaja menghasilkan spesies dan varietas baru tanaman tetapi juga telah membantu evolusi alamiah dengan mengubah lingkungannya. Pada lingkungan yang stabil, evolusi sangat lambat berjalan karena sedikit diperlukan untuk perubahan, tetapi dalam lingkungan yang sedang berubah menyebabkan adaptasi oleh karena itu menyebabkan evolusi spesies baru. Namun demikian, campur tangan manusia terhadap habitat tanaman juga mengakibatkan hilangnya spesies yang tidak mampu beradaptasi. Seleksi yang sengaja dilakukan pada biji-biji tumbuhan liar dan kemudian menanam spesies tersebut dalam waktu yang lama telah menghasilkan varietas-varietas tanaman yang dikenal dengan Cultivars atau Cultigen. Semua tanaman biji-bijian yang dapat dimakan sekarang adalah kultivar, kadang-kadang nenek moyangnya tidak diketahui lagi. Demikian juga anggota famili Leguminosa yang dibudidayakan sekarang ini. Kebanyakan kultivar tidak dapat mempertahankan kehidupannya tanpa bantuan manusia . Tanaman biji-bijian sebagai contoh, telah hilang kemampuannya untuk menyebarkan biji ke sekelilingnya melalui proses perekahan buah. Tanaman-tanaman tersebut memerlukan bantuan manusia sebagai agen penyebaran biji-bijinya. Terutama jagung, tidak dapat berkecambah tanpa bantuan manusia karena tongkolnya tetap utuh sampai menjadi busuk. Pisang yang dapat dimakan telah diseleksi bertahun-tahun menjadi varietas-varietas tanpa biji dan bertekstur buah yang baik. Oleh karena itu pisang budidaya adalah steril dan hanya dapat dikembangbiakkan secara vegetatif. Tanaman yang dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dan lemak telah diseleksi rasanya, yang mengakibatkan hilangnya senyawa-senyawa yang menyebabkan rasa tidak enak seperti alkaloid, tannin dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut dibentuk oleh tanaman liar sebagai alat perlindungan. Siput dan keong bila ditempatkan di antara tanaman semangi akan memakan dengan cara memilih varietas-varietas yang tidak mengandung Glycoside cyanogenik yang memiliki rasa pahit dan tidak enak. Oleh karena itu manusia harus melindungi tanamannya dan serangan hama dan penyakit dengan cara menyemprotkan bahan-bahan kimia yang beracun yang dapat menggantikan mekanisme ketahanan alamiah tanaman tersebut. Tanaman budidaya sering telah tidak memiliki organ-organ pelindung seperti bulu/rambut, dun dan kutikula penguat jaringan. Organ-organ tersebut membuat tanaman tidak sesuai untuk dimakan oleh manusia dan hewan. Pada kondisi tanaman liar (alamiah), tanaman-tanaman yang tidak memiliki organ-organ tersebut segera mati. Tanaman-tanaman telah mulai dimuliakan sejak ditemukan teori genetika untuk tujuan-tujuan tertentu. Tujuan para pemulia tanaman adalah untuk memperoleh varietas-varietas yang memberikan hasil yang tinggi atau menghasilkan kualitas yang tinggi di bawah kondisi yang telah diatur. Oleh karena itu tanaman dibuat tahan terhadap kekeringan atau penyakit. Salah satu tujuan pemuliaan tanaman di daerah tropis adalah untuk meningkatkan kandungan asam amino essensial dalam biji-bijian serealia, dengan demikian diharapkan akan mengurangi defisiensi protein yang lazim terjadi di kalangan penduduk tropis terutama anak-anak. Banyak yang telah berhasil dilakukan pada tanaman padi dan jagung. Akan tetapi kondisi dimana tanaman tropis banyak ditanam begitu jelek, dengan demikian sangat sukar untuk memperbaiki varietas-varietas yang telah ditanam selama ribuan tahun. Tanaman-tanaman native telah beradaptasi terhadap kekeringan tanah kurang subur dan hama serta penyakit setempat walaupun hasilnya sering tidak tinggi. Akan tetapi usaha-usaha untuk memperbaiki hasil biasanya mengurangi ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan hama, dengan demikian varietas-varietas seperti itu hanya dapat ditanam oleh petani-petani yang mengusahakan/menyediakan pestisida atau mengairi lahannya dengan irigasi. Mayoritas kaum tani di daerah tropis tidak mampu melakukan hal tersebut di atas. Perkayuan Budidaya pohon yang direncanakan untuk diperoleh kayunya merupakan industri yang baru berkembang di daerah tropis. Pada masa lalu kayu diperoleh langsung dan hutan alamiah yang dieksploitasi. Pada saat penduduk masih kurang dan kayu-kayuan tidak diekspor, pengusahaan kayu untuk bangunan dan bahan bakar tidak banyak menimbulkan masalah. Akan tetapi ekspor kayu seperti mahoni (Swietenia spp) dan jati (Tectonia grandis) telah mengurangi hutan-hutan yang memiliki spesies-spesies tersebut. Karena pohon-pohon tersebut menghendaki umur 150 tahun untuk mencapai nilai ekonomis maka usaha penanaman pohon-pohon tersebut memerlukan waktu yang sangat lama. Penebangan pohon jati, mahoni dan pohon lain tidak hanya mengubah komposisi spesies hutan primer tetapi juga menimbulkan kemiskinan tanah, karena banyak hara yang tersimpan di dalam biomassanya. Penebangan pohon dalam jumlah yang besar tanpa penanaman kembali akan menimbulkan juga vegetasi dengan jumlah spesies yang rendah dan juga erosi tanah. Penggantian hutan dengan tanaman Coniferous (pinus-pinusan) yang banyak dilakukan di daerah tropis perlu diperhatikan. Hutan Coniferous menguras hampir seluruh hara dan dalam tanah, akan tetapi tidak ada yang dikembalikan ke tanah. Bilamana pohon tersebut ditebang maka lahan bekasnya tidak dapat dimanfaatkan untuk budidaya berikutnya. Agar supaya sumber daya hutan dapat lestari dan menempatkan industri perkayuan pada basis komersial yang menguntungkan, maka pengelolaan hutan secara lestari perlu dilakukan. Setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan memilih spesies yang sama. Terutama pepohonan yang berkayu keras jangan diganti dengan pepohonan yang berkayu lunak. D. Erosi Laju erosi yang cepat yang sedang terjadi di daerah-daerah tropis merupakan akibat langsung dan peningkatan jumlah penduduk. Walaupun aktivitas sejumlah hewan besar terutama gajah menyebabkan erosi yang bersifat lokal terjadi pada masa lalu, namun tidak sehebat penghancuran/perusakan yang disebabkan oleh pengaruh manusia selama satu abad yang lalu. Kegiatan bercocok tanaman pangan untuk keperluan manusia yang sedang meningkat jumlahnya menyebabkan berkurangnya waktu istirahat tanah. Hutan sekunder tidak dapat terbentuk karena lahan tersebut dibersihkan kembali untuk pertanaman. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya vegetasi penutup yang memudahkan lapisan tanah atas (top soil) tererosi oleh angin dan hujan. Di Australia beribu ton tanah atas (top soil) tercuci ke lautan yang disebabkan oleh penebangan vegetasi penutup tanah. Peningkatan jumlah penduduk juga diiringi oleh peningkatan jumlah hewan lemak Pada zaman dulu, overgrazing (kelebihan merumput) dapat dihindari dengan cara memindahkan sapi dan kambing-kambing secara teratur (reguler) pada lahan yang tuas Walaupun masih terdapat kehidupan kelompok pengembara namun banyak yang telah mengusahakan penempatan hewannya pada suatu tempat tertentu untuk merumput dalam lahan yang lebih sempit. Penyempitan lahan dan peningkatan jumlah lemak dapat menggundulkan padang rumput yang menyebabkan terjadinya erosi tanah. Pengaruh penanaman berlebihan (over cultivation) dan merumput berlebihan (overgrazing) terutama nyata di Afrika Timur dan Amerika Selatan dimana diduga bahwa Mexico telah kehilangan hampir setengah lapisan tanah atasnya disebabkan oleh kedua praktek tersebut. Budidaya intensif satu jenis tegakan oleh bangsa Eropa di banyak wilayah tropis telah menyebabkan kemiskinan tanah dan mengakibatkan erosi tanah. Kemunduran kesuburan dan erosi tanah merupakan dua masalah yang paling buruk yang harus dihadapi oleh para Pemerintahan di daerah negara-negara tropis Seandainya masyarakat tidak mendapat pengetahuan yang benar tentang penggunaan tanah maka lahan-lahan yang ada di tropis akan kembali menjadi wadah debu yang sangat luas, yang mencegah tumbuhnya tumbuhan dan kehidupan hewan. Air Campur tangan manusia terhadap air di daerah tropis terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Keseimbangan air suatu ekosistem tergantung pada vegetasi penutup. Menghilangkan atau mengubah vegetasi penutup juga akan merubah keseimbangan air dan dapat menaikkan atau menurunkan neraca air yang mengakibatkan terjadinya banjir dan kekeringan musiman. Oleh karena itu perusakan hutan dapat menyebabkan pengubahan suatu wilayah kering menjadi suatu gurun pasir. Pembuatan dam dan danau di sekitar sungai-sungai di daerah tropis akan menyebabkan perubahan yang besar pada ekologi daerah sekitarnya. Oleh karena kebanyakan danau-danau dapat menyerap seluruh air berlebihan maka banjir musiman pada sungai-sungainya dapat dicegah. Pada satu sisi keadaan ini dapat menguntungkan karena lahan tersebut dapat diusahakan sepanjang tahun. Akan tetapi, tidak ada banjir yang tidak menyebabkan kesuburan dan memusnahkan spesies yang telah beradaptasi terhadap herbivora liar maupun lemak yang biasanya merumput selama 1/2 tahun, akan tetapi sekarang merumput terus menerus sepanjang tahun menyebabkan masalah overgrazing yang serius. Bangunan bendungan Karibia di sungai Zamberi telah membentuk satu danau buatan manusia terbesar di dunia. Salah satu keuntungan lokal yang diperoleh adalah peningkatan populasi ikan Tilapia, akan tetapi hal tersebut diimbangi oleh peningkatan siput Schistosonla yang terus menerus, siput tersebut menyebabkan penyakit Bilharzia pada manusia. Siput tersebut lebih senang pada danau-danau yang airnya bergerak lambat ketimbang sungal-sungai yang berair deras. Air yang bergerak lambat mendorong pertumbuhan tanaman air pada pinggir danau dan keadaan tersebut menyediakan habitat yang baik sekali bagi siput. Banyak tumbuhan air yang juga senang pada air yang bergerak lambat, danau Karibia telah diserbu oleh Salvinia auriculata yaitu sejenis gulma air yang berasal dan Amerika Selatan. Tumbuhan tersebut membentuk onggokan terapung pada badan air (floating island) dimana tanaman lain dapat tumbuh di atasnya. Agar dapat bertanam pada lahan-lahan marginal di daerah tropis maka dibangun irigasi. Seandainya tidak dikelola dengan baik, irigasi seperti itu menyebabkan tanah menjadi salin. Tanah-tanah salin tidak dapat digunakan untuk pertanaman, seperti yang telah terjadi di daerah Indian. Irigasi dapat meningkatkan salinitas tanah melalui pengaliran garam-garam dan daerah yang lebih tinggi atau dengan terjadinya peningkatan permukaan air tanah sedemikian rupa sehingga garam-garam yang berasal dan tanah bagian dalam yang terlalu dalam untuk dicapai oleh perakaran tanaman bergerak ke permukaan secara kapilaritas. Oleh karena itu tanah-tanah teririgasi harus baik keadaan drainasenya dan dapat menerima air dalam jumlah yang cukup untuk mencuci garam secara sempurna. Akan tetapi penggunaan air berlebihan untuk membasuh garam-garam dapat menyebabkan sungai-sungai yang berada di bawah lahan irigasi menjadi sangat salin yang dapat terjadi kemusnahan banyak spesies tanaman dan hewan. Sejumlah usaha irigasi telah gagal disebabkan oleh sejumlah faktor-faktor penting yang diabaikan. Reklamasi yang bertujuan untuk membuat tanah tergenang menjadi cocok untuk ditanami juga telah gagal disebabkan oleh asiditas yang tinggi pada tanah-tanah reklamasi tersebut. Kekurangan udara dalam tanah rawa dan daerah-daerah tergenang lainnya menyebabkan tingginya konsentrasi hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan oleh organisme anaerobik. Bilamana tanah-tanah dikeringkan dan diaerasi maka sulfida tersebut dioksidasi menjadi asam sulfat yang beracun bagi tanaman. E. Pencemaran Masalah pencemaran di daerah tropis belum seserius yang terjadi di beberapa daerah beriklim sedang, walaupun pada daerah yang padat penduduk sangat cepat terjadi pencemaran. Barangkali yang paling menjadi masalah pencemaran di negara-negara tropis adalah pembuangan sampah oleh manusia ke dalam sungai-sungai dan kali. Hal tersebut tidak hanya merubah ekologi sungai akibat berubahnya komposisi tumbuhan dan hewan akan tetapi juga menyebabkan epidemik kolera dan tipus terhadap masyarakat yang menggunakan air yang tidak diolah untuk diminum. Kandungan N air yang mengandung limbah manusia adalah sangat meningkat, yang mengakibatkan punahnya sejumlah spesies dan invasi (hadirnya) spesies lain. Terutama sekali terjadi peningkatan jumlah alga yang menyebabkan sangat berkurangnya jumlah cahaya yang mencapai tanaman dan hewan di bawah permukaan air. Pupuk anorganik yang tercuci ke dalam sungai dan lahan budidaya memiliki pengaruh yang sama. Kasus lain pencemaran air termasuk pestisida beracun dan pembuangan limbah dan pertambangan, pabrik kertas, pabrik pengolahan gula dan sebagainya. Pestisida beracun seperti DDT, Aldrin, Dieldrin dan sebagainya, juga pencemaran tanah dan pestisida-pestisida tersebut tidak dapat diuraikan oleh organisme tanah. Oleh karena pestisida-pestisida dapat melalui rantai makanan, maka senyawa-senyawa tersebut menjadi terakumulasi mengakibatkan pengaruh terhadap reproduksi beberapa hewan dan burung-burung. Pengaruh tersebut terhadap manusia belum banyak diketahui. Insektisida alamiah seperti Rotenon dan Pyrethrin merupakan bahan yang dapat diuraikan oleh organisme tanah dan karena itu tidak menyebabkan masalah pencemaran. Luasnya penggunaan DDT pada daerah tropis untuk mengendalikan nyamuk Anopheles yang membawa parasit malaria telah menyebabkan kontaminasi areal yang sangat luas oleh bahan kimia tersebut Sayangnya pembasmian nyamuk tersebut tidak sepenuhnya tercapai dan generasi terakhir tahan terhadap DDT. Oleh karena itu daerah yang pernah dinyatakan bebas malaria sekarang dijangkiti oleh penyakit tersebut kembali. Kemungkinan pencemaran kimia yang serius terjadi di beberapa daerah tropis telah diperoleh dan defoliants di Vietnam. Keadaan tersebut telah menyebabkan kerusakan areal vegetasi yang sangat luas. Banyak batuan induk di daerah tropis mengandung biji-biji berharga dan logam-logam berguna termasuk emas, tembaga, titanium, aluminium, dan besi. Pada zaman dahulu logam-logam tersebut ditambang dengan pertambangan yang bertahap dan terbuka yang benar-benar menghilangkan tanah daerah yang ditambang dan oleh karena itu merusak seluruh vegetasinya. Pembuangan bahan limbah merubah tofografi daerah dan juga merubah sifat-sifat vegetasi penutup. Tabel 1. Beberapa Tanaman Tropis Penting dan Tempat Asalnya Tanaman Nama Umum Nama Ilmiah Tempat Asal Biji-bijian Jagung Zea mays Amerika Timur Padi Oryza sativa Asia Sorgum Sorghum bicolor Afrika Millet Eleusine coracana Afrika Ubi-ubian Ubi rambat Dioscorea spp Amerika Tropis Ubi Kayu Manihot esculenta Amerika Tropis Ubi rambat Ipomoea batatas Amerika Tropis Legum Buncis Phaeseolus lunatus Amerika Tropis Kedelai Glycine max Asia Kacang Tanah Arachis hypogaea Amerika Tropis Buah-Buahan Pisang Musa paradisiaca Asia Nenas Annanas comosus Amerika Selatan Mangga Mangifera indica Asia Pepaya Carica papaya America Tropis Sayur-sayuran Jeruk Citrus sinensis Asia Grapefruit Citrus paradisi India Barat Pokat Persea americana Amerika Selatan Sukun Artocarpus comunis Kepulauan Pasifik Cabal merah Capsicum annum Amerika Tropis Cabai Capsicum spp Amerika Tropis Tomat Lycopersicum esculentum Amerika Selatan Minuman Teh Camellia sinensis Asia Kopi Coffea spp Afrika Kakao Theobroma kakao Amerika Tropis Rempah-rempahan Cengkeh Eugenia carryophillata Indonesia Vanili Vanilla fragran Amerika Tropis Kayu manis Cinnamomum zeylanicum Asia Jahe Zingiber officinale Asia Serbaneka Tebu Saccharum officinarum Pasifik Selatan Karet Hevea brasiliensis Amerika Selatan Sisal Agave sisalana Amerika Tropis Kapas Gossypium spp Afrika Tembakau Nicotiana tabaccum Amerika Tropis

0 komentar: