Minggu, 06 Mei 2012
Mengapa harus melakukan
SRI
Gagasan mengembangkan SRI didasarkan kepada beberapa hal, diantaranya:
o
Keberadaan
prilaku manusia terutama petani lebih khusus petani pengelola agroekosistem
padi sawah yang keseharianya berhubungan langsung dengan lahan sawah.
o
Sebagai
proses pembelajaran yang lebih mangarahkan pengaruh air yang berlebihan/menggenang
kondisi sawah dalam jangka waktu yang lebih lama dan kedalaman yang tinggi
terhadap beberapa unsur ekosistem (sifat tanah, aliran energi dan siklus
nutrisi)
o
Sebagai
bahan evaluasi hubungan timbal balik antara manusia dengan alam khususnya
komponen tanah, bahwa tanah telah banyak memberikan segalanya untuk kehidupan
manusia, tapi sebaliknya apa yang telah manusia berikan untuk memperhatikan
tanah baik kelestarian, kualitas bahkan pengelolaan yang lebih baik terhadap
komponen unsur ekosistem tersebut.
o
Sebagai
bahan kajian tentang pengaruh hasil pengelolaan tanah terhadap akar tanaman
padi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas, malai, bulir
dan kebernasannya.
Apa
Akibat Penggenangan Air Pada Lahan Ekosistem Padi Sawah?
Sebagai suatu sistem yang
hidup tanah menpunyai fungsi dan peranan dalam mendukung tumbuhnya tanaman,
komponen dalam tanah seperti Mikro Organisme (MO), cacing, serangga atau
binatang lain seperti plankton, chiro adalah identik dengan karyawan petani
yang berada dalam tanah, karena komponen tersebut berkerja setiap saat
sepanjang masa selama lahan tersebut
difungsikan sebagai sawah, mereka berkerja menggemburkan dan meyuburkan
dengan kata lain memperbaiki struktur tanah, mereka berkerja sekaligus membuat
agar tanah tersebut mampu menahan air, dan merekapun berusaha membuat
bahan-bahan mentah menjadi nutrisi yang siap dimakan tanaman khususnya padi.
Namun demikian bila
terjadi penggenangan pada lahan tersebut apa yang akan terjadi dengan kehidupan
serta dengan fungsi dan peranan karyawan-karyawan tersebut? Dan apa yang akan
terjadi pula dengan keberadaan mereka di bumi atau di habitatnya?
Penggenangan khususnya
pada tanaman padi berakibat rusaknya dan hancurnya tanaman bahkan matinya
jaringan kompleks (cortek, xylem dan phloem) pada akar tanaman padi, hal ini
akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah
lebih sedikit dangan bantuan jaringan sederhana sebagai jaringan cadangan yakni
jaringan “Aerenchyma” sebagai pengganti fungsi jaringan kompleks, namum berbeda
dalam pengambilan jumlah nutrisi yang
jauh lebih kecil/sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman agak
terhambat dan berakibat terhadap kemampuan kapasitas produksi yang akan lebih
rendah.
Apa
itu SRI?
Sejalan dengan gagasan dan
akibat yang telah ditimbulkan dari penggenangan air di lahan padi sawah, maka
budi daya padi SRI diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang
memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem (Tanah, Tanaman, Mikro
Organisme dan Makro Organisme, Udara, Sinar Matahari dan tentunya Air) sehingga
memberikan produktivitas yang tinggi/optimal/sinergis, menghindari berbagai pengaruh
negatif bagi kehidupan komponen tersebut atau menghindari berbagai kerusakannya
dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi
secara alami.
Bagaimana Cara mengetahui, Mengerti dan Memahami SRI?
SRI merupakan sistem pertanian yang holistic dan terpadu, dengan
mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara alami, sehingga
mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas berkelanjutan,
sehubungan dengan preferensi seperti ini maka model pertanian hemat air
khususnya pada tanaman padi adalah salah satu pilihan untuk dibangun dan
dikembangkan, selain itu juga penggunaan air yang hemat dalam berbagai hal
merupakan salah satu langkah dalam mengantisifasi kekurangan, krisis air bahkan
kesulitan air. Hal ini dirasakan oleh beberapa daerah di propinsi Jawa Barat.
Praktek pertanian yang tidak berkelanjutan menganggap tanah sebagai mesin
produksi dan tidak memperlakukan tanah sebagai sistem yang hidup serta
mengabaikan fungsi dan peranan bahan organik tanah. Disamping itu, upaya
peningkatan produksi dan takut kehilangan hasil sekecil apapun, membuat pelaku
pertanian seolah sebagai penguasa lingkungan. Tiga kondisi yang merupakan
ongkos mahal yang harus dibayar sebagai akibat sistem pertanian yang dikembangkan
selama 50 tahun terakhir adalah:
1.
Kerapuhan Alam Pertanian
Kerapuhan
alam pertanian ditunjukan dengan menurunnya kualitas tanah. Tanah merupakan
faktor utama dalam membentuk kondisi lingkungan pertanian (agro ekosistem),
karena tanah merupakan sumber nutrisi yang mengalih pada semua komponen hidup,
dan di dalam tanah terjadi proses perputaran kembali nutrisi tersebut. Dalam hal
ini peranan Bahan Organik tanah sangat besar sebagai penyedia dan nutrisi
biota.
2.
Ketergantungan Pangan
Ketergantungan
pangan dari luar negeri yang cukup besar akan melemahkan ketahanan pangan
nasional, yang gilirannya akan berakibat tidak stabilnya situasi sosial an
ekonomi yang mutlak diperlukan pembangunan ekonomi. Kerawanan pangan sebenarnya
tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sesaat (saat ini saja).
3.
Bertani yang terjajah
Sikap
dan perilaku petani dalam bercocok tanam berubah secara drastis. Ciri petani
yang dekat dan akrab dengan alam sudah tidak tampak, meskipun beberapa nilai
pedesaan masih mereka jalankan. Warisan ilmu
titen kebiasaan membaca dan menanggapi perubahan alam serta dalam
keterbatasan mampu memamfaatkan potensi alam, hanya menjadi cerita di waktu
senggang. Ada tiga kondisi pertani yang dapat dipakai sebagi ukuran pola
bertani yang terjajah:
a.
Ketergantungan dengan pihak luar dalam bertani, mulai
dari perencanaan sampai memasarkan hasil.
b.
Menjunjung tinggi nilai efektivitas (produksi tinggi
meskipun dengan masukan yang tinggi pula)
c.
Target utama meningkatkan produksi untuk keuntungan dan
kebanggaan sesaat, meskipun harus membayar mahal ongkos lingkungan dan sosial.
Apakah langkah-langkah dan proses melaksanakan SRI?
Agar tujuan SRI tercapai, maka ada
beberapa langkah yang harus dilakukan, diantaranya :
a.
Mengetahui, mengerti dan memahami Permbelajaran Ekologi
Tanah (PET), PET merupakan penguatan dari proses belajar pertanian dengan
pendekatan ekologis (lingkungan) diartikan sebagai praktek-praktek usaha tani
yang berusaha meningkatkan kualitas lingkungan atau tidak merugikan lingkungan
dan berusaha untuk membatasi dan menekan penggunaan masukan bahan kimia
sintetis. Pertanian ekologis tidak hanya memikirkan kelestarian lingkungan
saja, tetapi juga tidak memandang peningkatan produksi yang tinggi menjadi
tujuan utama berusaha tani. Nilai-nilaI keberlanjutan dan
pertimbangan-pertimbangan yang jauh kedepan menjadi jiwanya pertanian ekologis
(hukum pengembalian, kearifan tradisional/lokal, dan bertani yang sepandan).
b.
Mengetahui, mengerti dan memahami masalah-masalah tani
padi sawah terutama yang berhubungan dengan
berpengaruh penggen angan air pada tanaman padi.
c.
Memahami proses dekomposisi di alam terutama yang
berhubungan dangan hancurnya bahan organik secara alamiah, sehingga pemaknaan dari
proses tersebut dapat menambah bangunan pikiran untuk pengembangan dalam
memperkuat agar proses dekomposisi di alam selain menpercepat juga
mempertahankan agar proses tersebut memperkuat kondisi ekosistem di lahan
sawah. Hal ini erat kaitannya dengan proses biologi, dimana mikro organisme
sebagai pelaku utama penghancuran bahan organik perlu mendapat dukungan agar
produktivitas optimal dantetap berkelanjutan.
Bagaimana Menerapkan SRI di Lahan?
Dasar pengembangan bertanam padi SRI
sebagai suatu sistem produksi pertanian yang holistic dan terpadu, dengan
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga
mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas dan berkelanjutan,
maka dengan demikian ada beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan
diantaranya:
1. Tanah Sehat
Pengembalian sisa tanaman mutlak menjadi kewajiban dan
penambahan bahan organik ke lahan yang diperlukan untuk mengganti bahan-bahan
yang telah kita makan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kestabilan tanah baik
menjaga sifat-sifat tanah atau lebih mengupayakan kesehatan dan produktivitas
agro ekosistem, penambahan bahan organik di luar jerami antara 5-7 ton per Ha.
Model pertanian seperti ini banyak dipandang kurang efisien atau mahal, memang
benar ! kalau caranya terus membeli dari tempat yang jauh, namun untuk
memecahkan permasalahan tersebut diperlukan pemikiran yang lebih arif, salah
satu pikiran tersebut adalah : mengumpulkan bahan organik dengan cara menyicil
tiap hari, kalau diperlukan 5 ton bahan organik dibagi 5 bulan (satu musim
tanam) berakti tiap bulan harus mengumpulkan 1000 kg, satu bulan 4 minggu, 1000
di bagi 4 minggu = 250 kg/minggu. Untuk pengumpulan per hari 250 kg dibagi 7
hari = 35,7 kg/hari. Sehingga untuk luas i Ha sawah diperlukan pengumpulan
bahan organik sebanyak 35,7 kg setiap hari, caranya di belakang/dipinggir rumah
dibuatkan tempat sampah organik yang harus terpisah dengan sampah plastik,
inilah unit bank organik yang berisi tabungan bahan organik, bisa sampah dari
sisa-sisa tanaman, limbah dapur, kotoran hewan, hijauan, kompos, limbah
industri berupa organik dan bahan lainnya yang bisa terdekomposisi. Bila
tabungan bahan organik penuh di Bank unit, perlu mendirikan Bank organik cabang di sawah, caranya di sudut sawah
sisakan 3m X 3m, akan lebih baik jika terlingdung dari sinar matahari dan air hujan.
Setiap satu minggu sebanyak 250 kg bahan organik bisa disetorkan ke bank cabang
yang ada disawah, hal ini dibuat kompos untuk kualitas bahan organik lebih baik
, maka masalah tentang persediaan bahan organik akan terpecahkan, nilai
ketergantungan terhadap pihak luar dapat dikurangi selain lingkungan bersih,
sehat dan yang lebih bermanfaat adalah cara hidup yang maslahat.
Fungsi dan peranan bahan organik selain memperbaiki sifat fisik tanah yaitu
mampu mengikat air, mempertahankan air menahan air di dalam tanah, memperlancar
earasi tanah, memudahkan air meresap dari permukaan tanah dan dapat memadukan
tanah dengan bahan mineral lainnya, juga mendukung kehidupan mikro dan makro
organisme tanah, sehingga aliran energi/siklus nutrisi lebih mantap, sejalan dengan
hal tersebut nutrisi bagi tanaman akan tersedia bagi tanaman (Air, udara, bahan
mineral, bahan organik). Sehingga tanah sehat bagi tanaman akan dapat kita
ciptakan, sebagai gambaran tanah sehat dapat digambarkan bahwa bahan mineral
(pasir, debu dan liat) sebesar 45%, air dan udara tanah masing-masing 25%, dan
kandungan bahan organik sebesar 5%, bila tekstur liat 7% namun bila bertesktur
pasir 5% kandungan bahan organik.
Masukan bahan organik pada pengolahan tanah kedua, dimana airnya tidak
mengalir pada petakan lain, bila mengalir atur agar tidak membuang bahan
organik yang ada dipetakan, biarkan tanah dalam kondisi lembab/tidak tergenang
salama 7 sampai 10 hari sambil menunggu persemaian siap ditanam.
2. Pemilihan Benih
Benih yang akan disemaikan diharapkan tumbuh baik semua,
selain dinantikan selama 4 bulan bisa menghasilkan juga tidak terlalu repot
harus menyulam. Untuk lebih sesuai dengan harapan maka sebaiknya benih di uji
dulu sebelum ditabur di persemaian. Salah satu cara menguji benih : menggunakan
ondicator telur mentah pada larutan garam (Berat Jenis Larutan lebih berat dari
pada gabah/telur), sehingga pada larutan garam tersebut keadaan telur (telur
ayam/bebek) dalam posisi terapung yang semula pada air tawar tenggelam dan
masukan benih pada larutan garam tersebut, ambil benih yang tenggelam dan cuci
dengan air tawar, selanjutnya benih siap disemai.
3. Kebutuhan Benih dan Menyemai Benih
Benih yang dibutuhkan dengan cara seperti ini 5 – 7 Kg
dalam setiap Ha, sedangkan benih padi disemaikan pada media tanah gembur, baik
tekstur maupun struktur memberi kenyamanan hidup perakaran yang lebih kondusif,
ada beberapa cara untuk mendapatkan benih tersebut yaitu: bila dilakukan di
sawah digunakan alas plastik guna menahan akar tidak tembus pada tanah sawah
sehingga akan menyulitkan pada saat benih ditanamkan selain akan merusak bagian
perakaran, Campurkan kompos jadi
dengan tanah kering setebal 4 cm yang butiran tanahnya tidak terlalu
besar, komposisi masing-masing 1 : 1, bila digunakan tanah bawah dari tempat
sampah (tidak usah dicampur), bisa dilakukan dengan nampan plastik, besek
(pipit) atau media lain caranya sama, taburkan benih dengan caranya sama, taburkan benih dengan merata tutup dengan
jerami dan basahi/siram hingga tanah lembab (tidak tergenang), benih sebelum
disemai bisa direndam selama semalam untuk merangsang kecambah atau bisa
langsung ditebar pada media semai, pemelharaan hanya menjaga air jangan kering,
buka jerami tutup setelah benih tumbuh kecambah, sirami persemaian agar tetap
lembab, benih ditanamkan berumur 7 hari, dihitung tumbuh dari kecambah.
4. Model Tanaman SRI
Petakan sudah dibuat parit/saluran dibagian sekeliling
pinggir, atau petakan besar buat parit dibagian tengah untuk mengalirnya
air/tempat menggenang air, sedangkan bagian tengah air sudah terikat oleh bahan
organik, tanah kondisinya akan lembab, buat caplakan/garitan ukuran jarak
tanam, jarak tanam minimal 27 x 27 cm, bisa juga 30 x 30 cm, atau 35 x 35 cm,
tergantung maksud dan studi. Diharapkan
kedalaman tanah lapisan olah berkisar antara 25 hingga 30 cm, agar kondisi
perakaran jauh lebih baik dan pergerakannya lebih mantap dalam pengambilan
nutrisi. Jarak tanam lebar dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman,
terutama pada pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan jalannya sinar matahari
untuk masuk lebih mantap.
Benih ditanam tunggal/satu tunas, dengan alasan agar tumbuh anakan lebih
banyak dan tumbuh kokoh, besar dan yang paling penting menjaga dan memperkuat
akar lebih lancar dalam mengambil nutrisi, selain menjaga kondisi tanah
terhindar dari asam atau tidak terjadi PH rendah. Bila tanaman padi di tanam
lebih dari lima tunas akan menyebabkan tanah mudah atau merespons tanah menjadi
asam, hal ini terjadi ketika tanaman mengambil nutrisi dari tanah, ketika
bertukar akar keluar H plus, dimana akarnya mendominasi sekitar pertanaman
sehingga nutirisi akan masuk/terhalang H plus, hal ini akan berakibat asam
konstan. Benih berumur 7 hari, benih muda ini diharapkan bisa tumbuh tunas
lebih awal dan akan banyak tumbuh tunas primer sebagai tunas produktif, selain
itu pembentukannya akan lebih cepat. Cabut benih dari persemaian langsung
tanamkan, dari cabut ke tanam tidak lebih dari 15 menit, hal ini dilakukan
untuk menjaga aktivitas proses membangun energi dan penumbuhan nutrisi di dalam
tanaman agar tidak terhenti. Bulir dalam
benih tetap dipertahankan. Kondisi akar horizontal sehingga membentuk huruf L,
hal ini diharapkan akar tanaman langsung tumbuh dan nutrisi pada bulir tetap
efektif dugunakan untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Ketika benih ditanam
membentuk hurup U atau kali akan berpengaruh pada tanaman tumbuh terhambat,
akar busuk atau hancur, karena pada saat akar tumbuh harus membutuhkan energi
untuk meluruskan akar yang melengkung tadi untuk lurus kepinggir seperti hurup
L, dalam kondisi baru tumbuh akar sulit mendapatkan nutrisi tersebut akhirnya
terjadi pembusukan dan sebagiah hancur akar tersebut. Benih ditanam dangkal antara 0,5 – 1 cm,
hingga bagian bulir terbenam, hindari air jangan sampai menggenang, cukup
basah/lembab. Sangat beralasan ketika tanaman di tanam dangkal yakni
menghindari kematian atau busuk akar, karena kalau ditanam dalam akan terjadi
pembusukan akar pada ruas pertama, sehingga akan terjadi pembentukan
ruas-ruas/buku-buku sebagai salah satu cara tanaman padi mempertahankan
hidupnya dan ini akan berakibat lambatnya pertumbuhan anakan, selain kecil dan
menghambat pertumbuhannya. Pembentukan ruas/buku pada tanaman muda akan
menentukan jumlah anakan dan produktivitas tanaman.
5. Pemeliharaan Pada Tanaman Fase Vegetatif
Pemeliharaan tanaman saat fase vegetatif diarahkan kepada
beberapa hal yaitu :
-
Penyulaman tanaman tanaman dilakukan bila ada gangguan
serangan belalang. Benih untuk menyulam adalah benih yang diambil dari benih
cadangan yang secara sengaja ditaroh berjejer satu-satu dipinggir petakan.
-
Penyiangan/ngarambet dilakukan setelah tanaman berumur 7
sampai 10 hari, bisa menggunakan alat garok, tangan atau alat lain yang dapat
membantu untuk menghilangkan/membenamkan rumput sekaligus memberi dukungan
terhadap kondisi earasi/pertukaran dan perputaran udara agar tetap lancar, hal
ini akan memperkuat tumbuhnya perakaran lebih cepat dan sehat sehingga
mendukung pertumbuhan tunas awal lebih cepat. Pelaksanaan penyiangan berikutnya
dilakukan maksimal setiap 10 hari sekali atau tergantung pada lahan (cepat atau
lambatnya tumbuh rumput) sebanyak 4 kali penyiangan, untuk menjaga oksigen
sebagai nutrisi yang besarnya kurang lebih 30% didapatkan oleh tanaman.
-
Penambahan cairan Mikro Organisme Lokal (MOL) diarahkan
kepada baik tanaman atau tanah akan lebih baik, hal ini dimaksudkan untuk
menambah unsur yang dibutuhkan tanaman pada saat nutrisi pada tanah sangat
terbatas, dilakukan pada tanaman setelah umur 7 – 10 hari, berikutnya dilakukan
selang 10 hari sekali, hingga 4-6 kali aplikasi.
-
Kondisi air tetap dalam keadaan basah/tidak menggenang,
kecuali pada saat mau nyiang atau rambet sebelumnya digenangi, hanya untuk
memudahkan penyiangan agar tanah berstruktur.
6. Pemeliharaan Pada Tanaman Fase Generatif
Tanaman menjelang umur generatif, yaitu pada anakan
maksimal (umur 45-50 hari) kondisi air dikeringkan, sehingga bagian tanah
kering atau bahkan sampai kelihatan agak retak selama 10 hari. Hal ini
dimaksudkan pertama : untuk menjaga tunas tidak produktif (sekunder/tersier)
kedua menjaga tanaman agar tumbuh tidak terlalu tinggi, berakibat akan
menghabiskan nutrisi, sehingga mengambat pembentukan malai dan bulir. Ketiga
menjaga dan mempertahankan agar tunas yang tumbuh dan telah kita pelihara
mempunyai kemampuan untuk tumbuh malai dan bulir seluruhnya.
Setelah sepuluh hari dikeringkan, tanah diberi air kembali, sehingga tanah
dalam kondisi lembab atau basah, hal ini akan kembali nutrisi akan mengalir
dihisap akar dari tanah dibantu oleh air masuk ke dalam seluruh bagian tanaman.
Melalui proses fotosintesa dan proses metabolisme maka tanaman akan lebih cepat
merespons semua nutrisi yang sebelumnya lapar. Pemberian MOL akan sangat
menentukan pada fase ini.
Sehingga disarankan untuk kembali ada aplikasi MOL kembali. Kondisi air
seminggu sebelum panen, ketika terlihat bulir mulai bernas dan kuning
dikeringkan, kemungkinan ini menjaga agar tidak tumbuh tunas tersier sehingga
akan mengganggu pemasakan bulir.
7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Padi
(Hama/Penyakit).
Yang dimaksud pengendalian Organisme pengganggu tanaman
padi adalah upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem dalam hal ini di
ekosistem padi sawah. Agar terjadi
perpaduan yang saling mengisi (sinergis) untuk mendapatkan produktivitas
agroekosistem, mengoptimalkan kesehatan secara alami yang menguntungkan yang
akan memberi dukungan terhadap tumbuhnya tanaman dan keberadaan keanekaragaman
hayati lainnya, sehingga kehidupan serangga tidak berubah
statusnya/kedudukannya menjadi hama, termasuk cara SRI inipun dimaksudkan
sebagai salah satu cara dalam upaya Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Padi, selain yang utama sebagai salah satu cara mengsikapi kekurangan dan
krisis air.
Pengendalian Organisme yang merusak dan merugikan lainya dilakukan dengan
cara jurus-jurus Pengendalian Hama Terpadu dan tentunya lebih mengutamakan
pendekatan secara biologis, serta menghindari praktek-praktek pengendalian yang
akan merusak dan menggocangkan agroekosistem.
Penutup
RAPUH .... itulah kata yang tepat
untuk disandingkan dengan tanah dan petani sebagai ungkapan untuk menggambarkan
kondisinya saat ini. Kerapuhan alam pertanian ditandai dengan semakin
menurunnya kualitas tanah dan semakin meningkatnya kehilangan hasil akibat
serangan organisme pengganggu tanaman.
Pada akhirnya, kepastian hasil
semakin sulit didapatkan apalagi peningkatannya. Disisi lain, kerapuhan posisi
petani semakin jelas nampak, seperti terlihat pada sifat ketergantungan mereka
dengan pihak lain dalam pengembangan usaha taninya.
Budidaya padi SRI melalui
Pembelajaran Ekologi Tanah hanyalah gagasan kecil untuk memperbaiki kesalahan
di masa lampau. Akan tetapi apalah artinya sebuah gagasan besar bila tidak
pernah diwujudkan. Niat baik ini telah kami gulirkan, dan ternyata dapat
menumbuhkan minat, niat dan itikad petani untuk mau belajar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar