Sabtu, 05 Mei 2012
undefined
undefined
undefined
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia
pertanian, perlindungan tanaman sangat dibutuhkan. Perlindungan tanaman
meliputi segala kegiatan perlindungan terhadap kerusakan pertanaman
mulai dari tanam sampai diterima konsumen. Perlindungan tanaman
menyangkut seluruh ilmu pertanian dan peraturan hukum, ditinjau dari
keuntungan produsen. Pengetahuan perlindungan tanaman dalam arti luas
mempelajari gangguan karena penyakit, hama, gulma tanaman dan pengganggu
abiotik serta cara penanggulangannya (Triharsono, 2010:1).
Gangguan pada tanaman disebabkan
Organisme Pangganggu Tanaman. OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
terdiri dari tiga kelompok pengganggu yaitu hama (binatang Vertebrata
dan Invertebrata), penyakit (Mikoplasma, Virus, Jamur, Bakteri) dan
gulma (rumput-rumputan dan gulma berdaun lebar (http://fp.uns.ac.id/~hamasains).
Dalam mengganggu tanaman, pengganggu
dapat bekerja sendiri-sendiri atau dapat bekerja sama antara dua atau
lebih pengganggu (vektor, sinergisme, mengangkut, membuat jalan masuk).
Gangguan hama lebih banyak bersifat mekanik yang prosesnya tidak
berkesinambungan, gangguang penyakit lebih bersifat gangguang fisiologis
tanaman yang sifatnya berkesinambungan dan gangguan gulma lebih
bersifat persaingan baik unsur hara maupun cahaya (http://fp.uns.ac.id/~hamasains).
Konsep timbulnya gangguan pada tumbuhan
sangat bervariasi, tergantung pada vaktor pendukungnya. Faktor pendukung
timbulnya gangguan meliputi lingkungan yang sesuai, inang yang rentan,
dan juga dikarenakan oleh pengganggu yang agresif atau virulen
(Triharsono, 2010:50).
Gangguan yang disebabkan oleh tersebut
menyebabkan tanaman tersebut menjadi sakit.tanaman/pohon yang sakit
dapat didefinisikan sebagai tanaman/pohon yang mengalami gangguan
fisiologis yang disebabkan oleh penyebab penyakit yaitu pathogen yang
kemudian gangguan ini dimunculkan dalam bentuk gejala dan dimana
kejadian ini secara ekonomis merugikan manusia (Adinugroho, 2008:4).
Dalam tugas mandiri kali ini, akan
dijelaskan mengenai peranan manusia dalam menyebabkan penyakit pada
tanaman. Peranan manusia dalam perannya menyebabkan gangguan terjadi
dalam bentuk rekayasa lingkungan, rekayasa tumbuhan, dan rekayasa
penyebab gangguan.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor lingkungan?
- Bagaimana peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor inang?
- Bagaimana peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor penyebab gangguan (patogen)?
1.3 Tujuan
- Mengetahui peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor lingkungan.
- Mengetahui peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor inang.
- Mengetahui peran manusia dalam merekayasa komponen dasar tumbuhnya penyakit ditinjau dari faktor penyebab gangguan (patogen).
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Timbulnya Penyakit (Konsep Segi Tiga Gangguan)
Penyakit tanaman dapat terjadi jika
sedikitnya terdapat kontak dan interaksi antara dua komponen. Komponen
tersebut berupa tanaman dan patogen. Jika pada saat terjadinya kontak
tersebut lingkungan mendukung, maka akan terjadi penyakit. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit akan terjadi jika pada
suatu waktu di satu tempat terdapat tanaman yang rentan, sementara
patogen yang virulen dan lingkungan baik fisik kimia maupun biologi yang
sesuai dengan untuk terjadinya penyakit. Apabila satu faktor saja tidak
tersedia, maka penyakit tidak akan terjadi. Interaksi antara tanaman,
patogen yang virulen dan lingkungan ini sering disebut sebagai konsep
segitiga penyakit (Utami dan Anggraini, 2008:228).
Pada konsep segi tiga penyakit tersebut,
apabila salah satu faktor penyebab tidak ada, maka tidak akan terjadi
suatu penyakit pada tanaman. Namun, apabila dalam kondisi pertumbuhan
tanaman terdapat pathogen disekitar tanaman tersebut serta lingkungan
mendukung pertumbuhan pathogen, maka kecenderungan untuk terjadinya
infeksi penyakit pada tanaman cukup besar (Adinugroho, 2008:14).
2.2Peran Manusia dalam Menimbulkan Penyakit Tanaman (Konsep Segi Empat Gangguan)
Konsep timbulnya suatu penyakit semakin
berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu penyakit tumbuhan, pada
awalnya para pakar yang dipelopori oleh DeBary (dalam Adinugroho,
2008:4) menujuk pathogen sebagai penyebab penyakit yang utama.Dalam
perkembangannya, diketahui bahwa dalam berbagai buku teks mengenai
penyakit tumbuhan umunya dianut konsep segitiga penyakit (disease triangle)
seperti antara lain dikemukan oleh Blanchard dan Tattar (dalam
Adinugroho, 2008:4). Ketiga komponen penyakit tersebut adalah inang,
pathogen dan lingkungan.
Kemudian berkembang sebuah konsep yang
didasari pemikiran bahwa manusia ikut berperan dalam timbulnya suatu
penyakit tumbuhan (Triharsono, 2010:51).Hal tersebut dikarenakan manusia
dapat memberikan pengaruh terhadap pathogen dan tanaman inang itu
sendiri serta kondisi lingkungan sebagai faktor-faktor yang dapat
menimbulkan penyakit tanaman.Konsep ini dikenal dengan segi empat
penyakit (dalam Adinugroho, 2008:4).
Manusia sebagaipenanam, berusaha untuk
mempengaruhi ketiga faktor yang dapat menimbulkan penyakit (lingkungan,
inang, dan patogen) agar terjadi interaksi yang menguntungkan bagi
manusia. Namun demikian, adanya campur tangan manusia menyebabkan
interaksi dari kempat faktor tersebut yang akan memicu terjadinya
penyimpangan proses fisiologi tanaman, sehingga terjadi penyakit (Utami
dan Anggraini, 2008:228).
Dalam konsep segi empat gangguan,
gangguan akan terjadi jika tanaman rentan berinteraksi dengan patogen
virulen dalam lingkungan yang menguntungkan perkembangan pengganggu,
karena adanya tindakan manusia. Dengan demikian perlindungan tanaman
pada konsep segi empat gangguan ini ditujukan untuk empat sasaran, yaitu
tanaman, pengganggu, lingkungan dan manusia (Purnomo, 2006:6). Sehingga
dibutuhkan manajemen lahan yang baik oleh manusia agar tidak melakukan
tindakan yang mengakibatkan terjadinya interaksi ketiga faktor dalam
konsep segi tiga gangguan.
2.3 Komponen Dasar Tumbuhnya Penyakit
Untuk timbulnya suatu penyakit paling
sedikit diperlukan tiga faktor yang mendukung, yaitu tanaman inang atau
host, penyebab penyakit atau pathogen dan faktor lingkungan.
2.3.1 Tanaman Inang
Pengaruh
tanaman inang terhadapnya timbulnya suatu penyakit tergantung dari jenis
tanaman inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan,
struktur dan kerapatan populasi, kesehatan tanaman dan ketahanan
inang.Timbulnya suatu penyakit juga tergantung pada sifat genetik yang
dimiliki oleh inang itu sendiri, terdapat inang yang rentan (suscept), tahan (resisten), toleran (tolerant), kebal (immune) yaitu tanaman yang tidak dapat diinfeksi oleh pathogen(Adinugroho, 2008).
2.3.2 Patogen
Yang
dimaksud patogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro
dan mampu untuk dapat menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan.
Mikroorganisme tersebut antara lain fungi, bakteri, virus, nematoda
mikoplasma, spiroplasma dan riketsia (Adinugroho, 2008).
2.3.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi timbul dan
berkembangnya penyakit. Beratnya intensitas penyakit pada suatu tanaman
seringkali ditentukan oleh lamanya keadaan lingkungan yang
menguntungkan untuk timbul dan berkembangnya penyakit. Seperti sudah
diulas di atas lingkungan dalam hal ini bisa dibedakan menjadi 2 yaitu
lingkungan fisik/kimia dan lingkungan biologi. Yang termasuk dalam
lingkungan fisik/kimia yaitu suhu udara, curah hujan (lama dan
intensitas), embun (lama dan intensitas), suhu tanah, kandungan air
tanah, kesuburan tanah, angin, asal mula api, pencemaran air, kerusakan
akibat herbisida, dan lain-lain. Sedangkanlingkungan biologi terdiri
dari antagonis, vektor, agen penyebab luka, dan agen kompetitif(Utami
dan Anggraini, 2008:228).
2.3.4 Faktor Manusia
Manusia dapat menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya penyakit tanaman. Dalah hal tersebut, manusia
secara sengaja merekayasake 3 faktor lain yang dapat menyebabkan
penyakit pada tanaman.Hal tersebut dikarenakan manusia dapat memberikan
pengaruh terhadap pathogen dan tanaman inang itu sendiri serta kondisi
lingkungan sebagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit
tanaman.
III. PEMBAHASAN
3.1 PENYAKIT TANAMAN DISEBABKAN OLEH PERAN MANUSIA MERUBAH FAKTOR INANG : VARIETAS UNGGUL RENTAN HAMA WERENG COKLAT
3.1.1 Terciptanya Varietas Unggul
Dalam tahun
awal program intensifikasi pangan, terutama padi, muncul permasalahan
mengenai banyaknya varietas padi yang mudah rebah, berumur panjang, dan
rentan hama penyakit (Oka, 1998:106). Oleh karena itu, dalam program
Pelita I dan Pelita II, pemerintah menitik beratkan pada pembangunan
pertanian, yang diantaranya adalah meningkatkan produksi padi melalui
intensifikasi, terutama di daerah-daerah yang potensial tinggi yakni di
daerah-daerah sawah beririgasi (www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7070/).
Pada Program yang diselenggarakan tahun
tersebut, Pemerintah menggunakan varietas Pelita I-1 dan Varietas Pelita
I-2. Selain varietas tersebut, pemerintah juga menggunakan varietas
padi Internasional, diantaranya adalah IR-5, IR-8, dan Padi unggul
Filipina C4-63.
3.1.2 Varietas Unggul Rentan Hama Wereng Coklat
Varietas
padi IR-5 dan IR-8 memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki
produktifitas yang tinggi (5,8 ton/hektar) dan berumur genjah (http://nadhiroh.blog.unair.ac.id/).
Sedangkan kelebihan dari varietas Pelita I-1 adalah memiliki
produktifitas yang mencapai 6 ton/hektar dan memiliki rasa yang pulen
(Suprihatno dan Deradjat, Tanpa Tahun).
Namun demikian, menurut Oka (1998:106),
varietas unggul tersebut rentan terhadap penyakit, diantaranya adalah
penyakit wereng coklat, penyakit virus tugro, penyakit blas, dan
beberapa penyakit lain. Selain itu, menurut (Harahap dan Tjahjono,
1992:10) hama Wereng Coklat dapat menyebabkan tanaman padi mati
kekeringan dan tampak terbakar. Serangan wereng cokelat seringkali juga
diikuti oleh penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan kerdil rumput (VKR),
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng cokelat (http://distanhut.bogorkab.go.id).
Hama wereng coklat belum merupakan hama
yang berbahaya sebelum tahun 1970, namun sejak tahun 1970, hama tersebut
menjadi hama penting dan berbahaya, terutama pada varietas Pelita I-1,
IR-5 dan IR-8 yang diperkenalkan pada pelita I dan Pelita II (Harahap
dan Tjahjono, 1992:10).
3.1.3 Penyebab Varietas Unggul Rentan terhadap Hama Wereng Coklat
Varietas
unggul Pelita I-1 dan Pelita I-2 serta varietas IR-5 dan IR-8 menjadi
rentan terhadap hama wereng coklat dikarenakan varietas tersebut
beranakan banyak serta ditanam pada jarak yang rapat, sehinggga akan
menyebabkan iklim mikro diantara rumput padi sangat sesuai dengan
habitat hama wereng coklat (Harahap dan Tjahjono, 1992:10).
Ketahanan varietas padi terhadap hama
wereng coklat juga ditentukan oleh faktor-faktor lain, yaitu, yaitu
faktor biokimia seperti nutrisi dan faktor biofisik seperti ketebalan
jaringan tanaman atau interaksi kedua faktor tersebut terhadap sel-sel
reproduksi sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas telur wereng coklat
(Mugiono dan Supena, Tanpa Tahun).
3.1.4 Solusi Pengendalian
Solusi pengendalian hama wereng coklat
terdapat beberapa cara, salah satunya adalah menerapkan pola tanam
bergilir. Hal tersebut dikarenakan tamananwereng coklat hanya dapat
tubmuh pada satu jenis inang, yaitu tanaman padi (Harahap dan Tjahjono,
1992:13).
Solusi lain adalah menerapkan varietas
yang tahan terhadap hama wereng coklat. Pembuatan Varietas unggul
dilakukan dengan cara menenerapan mutasi imbas untuk mendapatkan galur
mutan tahan wereng coklat. Beberapa galur mutan tahan penyakit dan hama
telah diperoleh dan dilepas sebagai varietas baru (Mugiono dan Supena,
Tanpa Tahun). Salah satu varietas padi yang tahan trerhadap hama wereng
coklat adalahvarietas IR-64.
…………………………
3.2 PENYAKIT TANAMAN DISEBABKAN
OLEH PERAN MANUSIA MERUBAH FAKTOR PATOGEN: PENGARUH HERBISIDA 2,4-D
TERHADAP HAMA PENGGEREK BATANG PADI
3.2.1 Tanaman Padi
Padi (Oryza
sativa L) merupakan komoditi pangan yang mendapat prioritas utama dalam
pembangunan pertanian sebab merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian
besar penduduk Indonesia Untuk mengimbangi dan mengatasi kebutuhan beras
yang terus meningkat maka diperlukan upaya keras dalam peningkatan
produksi beras baik kualitas maupun kuantitas.
3.2.2 Herbisida 2,4 D
Salah satu cara yang dilakukan adalah
memberantas gulma dan tanaman liar menggunakan herbisida. Herbisida
adalah jenis pestisida yang berfungsi mencegah dan membasmi tanaman yang
merugikan petani seperti alang-alang dan rumput liar. Contoh
herbisidayang sering digunakan oleh para petani adalah herbisida jenis
2,4–D. (http://budisma.web.id).
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)
adalah herbisida sistemik yang digunakan secara umum untuk mengontrol
gulma yang tumbuh dalam tanaman pertanian. Tidak hanya itu, 2,4-D
dikenal sebagai salah satu jenis auksin sintetik yang penting (http://en.wikipedia.org/wiki).Senyawa
ini memiliki sifat yang selektif pada gulma, sehingga dapat mematikan
gulma tetapi tanaman pokok yang dibudidayakan tidak terganggu.Senyawa
2,4-D sangat ampuh untuk membasmi gulma berdaun sempit pada lahan
persawahan (www.plantphysiol.org).
3.2.3 Penggerek Batang Padi
Salah satu kendala yang dimiliki oleh
tanaman padi adalah hama penggerek batang. Di Indonesia telah dikenal
berbagai jenis penggerek batang yaitu penggerek batang padi kuning
Scirpophaga incertulas Walker, penggerek batang padi putih Scirpophaga
innotata Walker penggerek batang merah jambu Sesamia inferens Walker,
Penggerek Batang padi bergaris Chilo suppressalis Walker, Penggerek
Batang padi berkepala hitam Chilo polychrysus Meyrick dan Penggerek
Batang padi berkilat Chilo auticilius Dudgeon. Di Sulawesi Selatan jenis
yang paling dominan adalah Scirpophaga innotata, sedang jenis yang lain
pada umumnya dalam keadaan minor (Misnahet et al., Tanpa Tahun).
Salah satu jenis penggerek batang padi yang sering ditemui adalah jenis Chilo supressalis
atau lebih dikenal dengan nama “Penggerek Batang Padi Bergaris”. Secara
umum, hama tersebut memiliki fase hidup mulai dari
imago-telur-larva-pupa. Hama tersebut menyerang bagian malai sehingga
mengurani jumlah malai yang dipanen. Populasi Penggerek Batang Padi
Bergaris biasanya meningkat menjelang berakhirnya musim hujan (Harahap
dan Tjahjono, 1992:22).
3.2.4 Pengaruh Herbisida 2,4 D terhadap Perkembangan Hama Penggerek Batang Padi
Tujuan
aplikasi pestisida kepada tanaman ialah untuk membunuh hama sasaran.
Golongan pestisida tertentu seperti herbisidadimaksudkan untuk
membunuh gulma. Namun demikian, terkadang pengaplikasian herbisida
berpengaruh pada peningkatan hama. Menurut Zweep (dalam Oka,
1998:109), herbisida dapat berpengaruh tidak langsung terhadap
kerentanan/ketahanan pada hama penyakit tanaman.
Dalam hal ini, adanya Herbisida 2,4-D
berdampak negatif terhadap beberapa komponenen ekosistem. Hirono (dalam
Oka, 1998:110) menemukan bahwa bila penggerek batang padi bergaris atau
Chilosuppressalisyang berada pada habitat tanaman padi yang diberi herbisida 2,4-D, maka beratbadan Chilo suppressalisakan meningkat 45% dari berat normal.
Bertambahnya berat badan tersebutsecara tidak langsung akan meningkatkan daya resisten hama Chilo suppressalis terhadap pestisida tertentu. Sehingga penyebaran penyakit tanaman oleh Penggerek Batang Padi akan lebih mudah terjadi.
Penyakit yang ditimbulkan oleh
Penggerek Batang Padi berupa pemutusan jalannya air dan unsur hara pada
batang akibat gerekan hamaChilo suppressalis pada bagian batang padi. Hal tersebut menyebabkan tanaman padi menjadi lemah (Harahap dan Tjahjono, 1992:31)
…………………………..
3.3 PENYAKIT TANAMAN DISEBABKAN
OLEH PERAN MANUSIA MERUBAH FAKTOR LINGKUNGAN: PERTANIAN MONOKULTUR DAN
PENYEBARAHAN WABAH HAMA WERENG
3.3.1 Pertanian Monokultur
Pada era
pertanan modern, sistem pertanian monokultur sering digunakan. Ciri dari
pertanian monokultur adalah berupa menanam spesies tanaman yang sama
untuk ditanam pada sebidang lahan tertentu. Pertanian monokultur sering
dilakukan pada tanaman budidaya pokok, seperti padi.
Alasan banyak petani padi menggunakan
pertanian monokultur dikarenakan oleh keinginan untuk memperoleh hasil
yang besar secara produktifitas. Lebih lanjut, pada pertanian monokultur
padi, para petani lebih sering menggunakan varietas yang berumur genjah
dan ditanam sampai tiga kali sampai lima kali dalam setahun (Oka,
1998:107).
3.3.2Pertanian Monokultur dan Penyebaran Virus Tugro
Dengan sistem padi yang disebutkan
diatas, maka akan terdapat hamparan luas tanaman padi dalam semua
tingkatan umur, dari persemaian sampai dengan masa panen (Staggered
planting). Agroekosistem yang demikian, menurut Oka (1998:107) akan
menyediakan makanan yang terus menerus pada hama tertentu. Adanya
makanan tersebbut akan menyebabkan hama berkembang biak secara terus
menerus dan pada suatu titik tertentu akan mengakibatkan wabah .
Wabah yang sering terjadi akibat sistem
monokultur padi adalah wabah penyakit virus tungro padi(Oka,
1998:107). Virus Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda
yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus
bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Virus tungro hanya
ditularkan oleh wereng hijau sebagai vektor. Penularan virus tungro
dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman
yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat
tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor (http://epetani.deptan.go.id).
Penyebab lain yang menyebabkan pertanian
monokultur padi menjadi rentan terhadap penyakit tungro dikarenakan
dengan menggunakan pertanian monokultur, predator alami wereng (vektor
virus tungro) mati dan tidak dapat berkembang biak karena minimnya
habitat dan rendahnyakeberagaman ekosistem monokultur.
DAFTAR PUSTAKA
PUSTAKA BUKU
Adinugroho W.C. 2008. “Konsep Timbulnya
Penyakit Tanaman”. Tidak Diterbitkan. Tugas Kuliah. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Harahap & Tjahyono. 1992. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Misnaheti, Baco D., Aisyah. (Tanpa Tahun). Tren Perkembangan Batang Pada Tanaman di Sulawesi Selatan. Jurnal. Tanpa Penerbit.
Mugiono, Supena P. (Tanpa Tahun) Penampilan Sifat Biofisik Beberapa Mutan Padi Tahan Wereng Coklat. Jurnal. Tanpa Penerbit.
Oka Ida N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purnomo, B. 2006. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, (Tanpa Penerbit)
Rozakurniati. 2010. Varietas Padi Tahan Wereng Cokelat. Jurnal. SINAR TANI Edisi 27 Oktober– 2 November 2010.
PUSTAKA INTERNET
http://en.wikipedia.org/wiki/Auxin_%2822
sumber : http://sustainablemovement.wordpress.com/2012/03/02/219/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar