Sabtu, 05 Mei 2012


Pemanfaatan nematoda Heterorhabditis indicus sebagai pengendali hayati hama tanaman


Pemanfaatan nematoda Heterorhabditis indicus sebagai pengendali hayati hama tanaman

Ir. H. Samsudin, MSi

Pendahuluan
Nematoda Patogen Serangga (NPS) merupakan salah satu pengendalian hayati hama tanaman yang sangat potensial, karena secara aktif mencari serangga inang sasaran sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama yang berada dalam jaringan tanaman seperti hama pengorok daun (leafminer) dan penggerek batang (stemborer). Di samping itu pemanfaatn NPS untuk mengendalikan hama tanaman dapat mengurangi dampak negatif dari penggunakan pestisida sintetik, karena bersifat spesifik menyerang serangga-serangga yang menjadi hama tanaman.

NPS pertama kali ditemukan oleh Gotthold Steiner di Jerman pada tahun 1923 yang diberi nama Steinernema kraussei. Kemudian tahun 1929 Rudholf William Glaser menemukan Steinernema yang menginfeksi kumbang Jepang Papillia japonica di New Jersey, sehingga steinernema tersebut diberi nama Steinernema glaseri. Glaser pulalah yang pertama berhasil membiakkan secara axenic (tanpa bakteri simbion).

Diantara spesies NPS yang diketahui efektif digunakan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan hama tanaman adalah Heterorhabditis indicus. H. Indicus adalah nematoda yang bersimbiosis mutualisma dengan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae. Kompleks nematoda-bakteri ini dalam lingkungan yang sesuai dapat menjadi agen pengendali hayati yang efektif terhadap hama sasaran. Species H. indicus, membawa satu spesies bakteri simbion, Photorhabdus luminescens. Sel-sel bakteri P. luminescens yang dorman disimpan dalam saluran pencernaan H. indicus.
H. indicus walaupun hidup di dalam tanah, namun sangat efektif terhadap hama-hama di permukaan tanah, seperti pemakan daun, penggerek batang atau pengorok daun.

Klasifikasi dan Morfologi Heterorhabditis indicus

Klasifikasi Heterorhabditis indicus menurut Poinar (1990) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secermentae
Ordo : Rhabditida
Famili : Rhabditidae
Genus : Heterorhabditis
Species : Heterorhabditis indicus


H. indicus mempunyai bentuk tubuh sebagaimana cacing, silindris, panjang tubuh betina 479 – 700 μm, tubuh jantan 479-685 μm, sedangkan tubuh juvenil infektif (JI) 479 - 573 μm. Tubuh simentris bilateral, tidak bersegmen-segmen, mempunyai kutikula sehingga tubuhnya licin, gerakannya fleksibel dan tidak ada gerakan kontraktil memanjang. Terdapat alat pencernaan yaitu mulut, esofagus, intestinum, rektum.
Betina dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih besar dan lebih panjang daripada jantan, pada pertengahan tubuhnya terdapat vulva yang berfungsi untuk perkawinan. Pada bagian kepala terdapat satu mulut dengan enam bibir yang menyerupai gigi dan terdapat satu papilla.
Jantan dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih kecil dan lebih pendek dari betina, ujung posterior melengkung dan terdapat sepasang spikula sebagai alat kopulasi. Kepala spikula pendek, berasal dari penyempitan lamina dan gubernaculum, berukuran setengah dari panjang spikula.

Mekanisme serangan Heterorhabditis indicus

Mekanisme patogenitas NPS terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Photorhabdus luminescens. Infeksi NPS dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai homocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. NPS sendiri juga mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan NPS mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi NPS dapat mati dalam waktu 24 – 28 jam setelah infeksi.

Ekobiologi Heterorhabditis indicus
a. Perilaku (behavior)

Heterorhabditis indicus mempunyai kecendrungan untuk menyebar di seluruh tanah dalam mencari inang. Strategi menjelajah adalah aktif mencari dan mengejar serangga inang, strategi ini digunakan untuk menginvasi inang yang diam. Strategi ini dikarakterisasikan dengan motilitas yang tinggi dan distribusi aktif keseluruh profil tanah, kemampuan untuk orientasi, isyarat inang yang volatil dan penggantian lokasi pencarian setelah kontak inang.
Stadia JI menyimpan sejumlah besar cadangan makanan di dalam tubuhnya untuk melakukan mobilitas dan aktivitas mangsa serta menginfeksi inang. Selama belum menemukan inang daya tahan tubuhnya sangat bergantung pada cadangan makanan yang dimilikinya. Penipisan cadangan makanan ini selain menyebabkan penurunan viabilitas juga menurunkan efektivitas H. indicus .

b. Siklus hidup (life cycle)
Heterorhabditis indicus memiliki siklus hidup yang sederhana yang terdiri dari 4 stadia juvenil, dan dewasa. Siklus hidup terbagi kedalam siklus reproduktif dan infektif. Siklus infektif dimulai saat serangga terinfeksi oleh JI yang masuk melalui lubang-lubang alami tubuh serangga. Pada siklus reproduktif, JI berubah menjadi juvenil instar ketiga (J3) yang aktif memakan produk samping hasil metabolisme bakteri simbion, berganti kutikula menjadi juvenil instar keempat (J4) kemudian berganti kutikula menjadi dewasa. Telur diproduksi tiga hari setelah invasi nematoda kedalam tubuh serangga. Telur menetas dan berkembang di dalam tubuh induknya menjadi juvenil instar pertama (JI) yang akan berganti kutikula menjadi juvenil instar kedua (J2). Pada stadia J2 nematoda dapat menjalani siklus reproduktif kembali atau memasuki siklus infektif, tergantung kepadatan populasi dan nutrisi inang. Jika nutrisi inang mencukupi dan kepadatan populasi rendah maka J2 berkembang menjadi J3, dan memasuki siklus reproduktif. Sebaliknya bila kepadatan populasi tinggi dan nutrisi sedikit, J2 berkembang menjadi J3 khusus yang bersifat infektif (JI), tidak makan dan mampu hidup di luar tubuh inang serangga.

c. Penyebaran

Pada stadia JI akan aktif meskipun hanya 90 cm ke arah horizontal dan vertikal dalam kurun waktu 30 hari. Penyebaran secara pasif oleh air, angin, inang yang terinfeksi, aktifitas manusia, dan lain-lain dapat menempuh jarak yang luas dan dapat dihitung distribusi penyebarannya. Faktor yang berpengaruh pada motilitas/kematian JI adalah kelembaban, suhu dan tekstur tanah. Faktor yang terpenting adalah kelembaban karena nematoda membutuhkan film air yang menyelubungi area tanah. Di Indonesia H. indicus telah ditemukan di daerah Jawa, Ambon, Bali dan Seram yang umumnya menyukai habitat pantai.

d. Kelangsungan hidup

Faktor abiotik dan biotik sangat mempengaruhi efikasi dan persistensi nematoda entomopatogen untuk mengendalikan serangga hama yang hidup di lingkungan tanah, habitat tersembunyi dan daun. Persistensi JI yang digunakan sangat dipengaruhi faktor instrinsik (tingkah laku, fisiologi, karakteristik genetik) dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi faktor abiotik (temperatur, kelembaban tanah, tekanan osmotik, tekstur tanah, kelembaban, radiasi UV yang ekstrim) dan faktor biotik (antibiosis, kompetisi, dan musuh alami).

Perbanyakan Nematoda Patogen Serangga (NPS)
  1. NPS dengan populasi 200 juvenil infektil (JI) dalam 10 ml air disebar merata dengan pipet pada dua lapis kertas koran dalam boks plastik.
  2. Sebanyak 50 gram ulat hongkong dimasukkan kedalamnya, boks ditutup rapat selama 2 hari (48 jam), boks di bagian atas diberi kain kasa.
  3. Ulat yang mati terinfeksi akan berubah warna menjadi coklat kemerahan, ulat yang terinfeksi kemudian diambil dan diletakkan diatas kain kasa basah pada cawan petri (dalam boks plastik) yang telah diberi aquades 250 ml.
  4. Ulang hongkong tersebut diinkubasi selama 14 hari, dan kemudian nematoda siap dipanen.
  5. Pemanenan dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke -21 setelah inokulasi (panen 3-4 kali selama 7 hari)
  6. Nematoda dicuci dengan cara membuang air permukaan, sedimentasi nematoda sebanyak 1 – 2 kali dengan spoid sehingga terlihat jernih.
  7. Untuk penyimpanan nematoda dimasukkan ke dalam spon lembab pada suhu 100 C, pada suhu tersebut nematoda dapat hidup dan tetap aktif selama 8 bulan.
  8. Untuk pemeliharaan Nematoda dapat disimpan dalam toples dengan penambahan air serta dipasang aerator untuk suplai oksigen.
Cara dan waktu aplikasi
  1. Lahan tanaman yang akan diaplikasikan NPS harus sangat lembab atau macak-macak air.
  2. Tangki semprot yang akan digunakan tidak boleh bekas pestisida kimia.
  3. Kebutuhan rata-rata per hektar adalah 2,8 liter larutan NPS.
  4. Dosis per tangki semprot 14 liter adalah 280 ml larutan NPS.
  5. NPS yang disimpan dalam spon basah direndam terlebih dahulu dalam air, agar semua NPS keluar dari spon sebaiknya spon diguyur air yang ditampung ke dalam ember.
  6. Jangan dicampur dengan pestisida kimia
Waktu aplikasi yang tepat adalah pada sore hari karena NPS sangat rentan terhadap kekeringan. Waktu satu malam cukup bagi NPS untuk menemukan dan menginfeksi inang.
Pemanfaatan nematoda Heterorhabditis indicus sebagai pengendali hayati hama tanaman
Kamis, 12 Juni 2008 16:03:41
Ir. H. Samsudin, MSi

Pendahuluan
Nematoda Patogen Serangga (NPS) merupakan salah satu pengendalian hayati hama tanaman yang sangat potensial, karena secara aktif mencari serangga inang sasaran sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan hama-hama yang berada dalam jaringan tanaman seperti hama pengorok daun (leafminer) dan penggerek batang (stemborer). Di samping itu pemanfaatn NPS untuk mengendalikan hama tanaman dapat mengurangi dampak negatif dari penggunakan pestisida sintetik, karena bersifat spesifik menyerang serangga-serangga yang menjadi hama tanaman.

NPS pertama kali ditemukan oleh Gotthold Steiner di Jerman pada tahun 1923 yang diberi nama Steinernema kraussei. Kemudian tahun 1929 Rudholf William Glaser menemukan Steinernema yang menginfeksi kumbang Jepang Papillia japonica di New Jersey, sehingga steinernema tersebut diberi nama Steinernema glaseri. Glaser pulalah yang pertama berhasil membiakkan secara axenic (tanpa bakteri simbion).

Diantara spesies NPS yang diketahui efektif digunakan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan hama tanaman adalah Heterorhabditis indicus. H. Indicus adalah nematoda yang bersimbiosis mutualisma dengan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae. Kompleks nematoda-bakteri ini dalam lingkungan yang sesuai dapat menjadi agen pengendali hayati yang efektif terhadap hama sasaran. Species H. indicus, membawa satu spesies bakteri simbion, Photorhabdus luminescens. Sel-sel bakteri P. luminescens yang dorman disimpan dalam saluran pencernaan H. indicus.
H. indicus walaupun hidup di dalam tanah, namun sangat efektif terhadap hama-hama di permukaan tanah, seperti pemakan daun, penggerek batang atau pengorok daun.

Klasifikasi dan Morfologi Heterorhabditis indicus

Klasifikasi Heterorhabditis indicus menurut Poinar (1990) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secermentae
Ordo : Rhabditida
Famili : Rhabditidae
Genus : Heterorhabditis
Species : Heterorhabditis indicus

H. indicus mempunyai bentuk tubuh sebagaimana cacing, silindris, panjang tubuh betina 479 – 700 μm, tubuh jantan 479-685 μm, sedangkan tubuh juvenil infektif (JI) 479 - 573 μm. Tubuh simentris bilateral, tidak bersegmen-segmen, mempunyai kutikula sehingga tubuhnya licin, gerakannya fleksibel dan tidak ada gerakan kontraktil memanjang. Terdapat alat pencernaan yaitu mulut, esofagus, intestinum, rektum.
Betina dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih besar dan lebih panjang daripada jantan, pada pertengahan tubuhnya terdapat vulva yang berfungsi untuk perkawinan. Pada bagian kepala terdapat satu mulut dengan enam bibir yang menyerupai gigi dan terdapat satu papilla.
Jantan dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih kecil dan lebih pendek dari betina, ujung posterior melengkung dan terdapat sepasang spikula sebagai alat kopulasi. Kepala spikula pendek, berasal dari penyempitan lamina dan gubernaculum, berukuran setengah dari panjang spikula.

Mekanisme serangan Heterorhabditis indicus

Mekanisme patogenitas NPS terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Photorhabdus luminescens. Infeksi NPS dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai homocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. NPS sendiri juga mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan NPS mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi NPS dapat mati dalam waktu 24 – 28 jam setelah infeksi.

Ekobiologi Heterorhabditis indicus
a. Perilaku (behavior)

Heterorhabditis indicus mempunyai kecendrungan untuk menyebar di seluruh tanah dalam mencari inang. Strategi menjelajah adalah aktif mencari dan mengejar serangga inang, strategi ini digunakan untuk menginvasi inang yang diam. Strategi ini dikarakterisasikan dengan motilitas yang tinggi dan distribusi aktif keseluruh profil tanah, kemampuan untuk orientasi, isyarat inang yang volatil dan penggantian lokasi pencarian setelah kontak inang.
Stadia JI menyimpan sejumlah besar cadangan makanan di dalam tubuhnya untuk melakukan mobilitas dan aktivitas mangsa serta menginfeksi inang. Selama belum menemukan inang daya tahan tubuhnya sangat bergantung pada cadangan makanan yang dimilikinya. Penipisan cadangan makanan ini selain menyebabkan penurunan viabilitas juga menurunkan efektivitas H. indicus .

b. Siklus hidup (life cycle)
Heterorhabditis indicus memiliki siklus hidup yang sederhana yang terdiri dari 4 stadia juvenil, dan dewasa. Siklus hidup terbagi kedalam siklus reproduktif dan infektif. Siklus infektif dimulai saat serangga terinfeksi oleh JI yang masuk melalui lubang-lubang alami tubuh serangga. Pada siklus reproduktif, JI berubah menjadi juvenil instar ketiga (J3) yang aktif memakan produk samping hasil metabolisme bakteri simbion, berganti kutikula menjadi juvenil instar keempat (J4) kemudian berganti kutikula menjadi dewasa. Telur diproduksi tiga hari setelah invasi nematoda kedalam tubuh serangga. Telur menetas dan berkembang di dalam tubuh induknya menjadi juvenil instar pertama (JI) yang akan berganti kutikula menjadi juvenil instar kedua (J2). Pada stadia J2 nematoda dapat menjalani siklus reproduktif kembali atau memasuki siklus infektif, tergantung kepadatan populasi dan nutrisi inang. Jika nutrisi inang mencukupi dan kepadatan populasi rendah maka J2 berkembang menjadi J3, dan memasuki siklus reproduktif. Sebaliknya bila kepadatan populasi tinggi dan nutrisi sedikit, J2 berkembang menjadi J3 khusus yang bersifat infektif (JI), tidak makan dan mampu hidup di luar tubuh inang serangga.

c. Penyebaran

Pada stadia JI akan aktif meskipun hanya 90 cm ke arah horizontal dan vertikal dalam kurun waktu 30 hari. Penyebaran secara pasif oleh air, angin, inang yang terinfeksi, aktifitas manusia, dan lain-lain dapat menempuh jarak yang luas dan dapat dihitung distribusi penyebarannya. Faktor yang berpengaruh pada motilitas/kematian JI adalah kelembaban, suhu dan tekstur tanah. Faktor yang terpenting adalah kelembaban karena nematoda membutuhkan film air yang menyelubungi area tanah. Di Indonesia H. indicus telah ditemukan di daerah Jawa, Ambon, Bali dan Seram yang umumnya menyukai habitat pantai.

d. Kelangsungan hidup

Faktor abiotik dan biotik sangat mempengaruhi efikasi dan persistensi nematoda entomopatogen untuk mengendalikan serangga hama yang hidup di lingkungan tanah, habitat tersembunyi dan daun. Persistensi JI yang digunakan sangat dipengaruhi faktor instrinsik (tingkah laku, fisiologi, karakteristik genetik) dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi faktor abiotik (temperatur, kelembaban tanah, tekanan osmotik, tekstur tanah, kelembaban, radiasi UV yang ekstrim) dan faktor biotik (antibiosis, kompetisi, dan musuh alami).

Perbanyakan Nematoda Patogen Serangga (NPS)
  1. NPS dengan populasi 200 juvenil infektil (JI) dalam 10 ml air disebar merata dengan pipet pada dua lapis kertas koran dalam boks plastik.
  2. Sebanyak 50 gram ulat hongkong dimasukkan kedalamnya, boks ditutup rapat selama 2 hari (48 jam), boks di bagian atas diberi kain kasa.
  3. Ulat yang mati terinfeksi akan berubah warna menjadi coklat kemerahan, ulat yang terinfeksi kemudian diambil dan diletakkan diatas kain kasa basah pada cawan petri (dalam boks plastik) yang telah diberi aquades 250 ml.
  4. Ulang hongkong tersebut diinkubasi selama 14 hari, dan kemudian nematoda siap dipanen.
  5. Pemanenan dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke -21 setelah inokulasi (panen 3-4 kali selama 7 hari)
  6. Nematoda dicuci dengan cara membuang air permukaan, sedimentasi nematoda sebanyak 1 – 2 kali dengan spoid sehingga terlihat jernih.
  7. Untuk penyimpanan nematoda dimasukkan ke dalam spon lembab pada suhu 100 C, pada suhu tersebut nematoda dapat hidup dan tetap aktif selama 8 bulan.
  8. Untuk pemeliharaan Nematoda dapat disimpan dalam toples dengan penambahan air serta dipasang aerator untuk suplai oksigen.
Cara dan waktu aplikasi
  1. Lahan tanaman yang akan diaplikasikan NPS harus sangat lembab atau macak-macak air.
  2. Tangki semprot yang akan digunakan tidak boleh bekas pestisida kimia.
  3. Kebutuhan rata-rata per hektar adalah 2,8 liter larutan NPS.
  4. Dosis per tangki semprot 14 liter adalah 280 ml larutan NPS.
  5. NPS yang disimpan dalam spon basah direndam terlebih dahulu dalam air, agar semua NPS keluar dari spon sebaiknya spon diguyur air yang ditampung ke dalam ember.
  6. Jangan dicampur dengan pestisida kimia
Waktu aplikasi yang tepat adalah pada sore hari karena NPS sangat rentan terhadap kekeringan. Waktu satu malam cukup bagi NPS untuk menemukan dan menginfeksi inang.

0 komentar: