Sabtu, 05 Mei 2012


PENGOLAHAM PASCA PANEN KOPI


I. PENDAHULUAN

Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu didukung dengan kesiapan sarana dan metoda pengolahan yang cocok untuk kondisi petani sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan.
Untuk memenuhi prasyarat di atas, pengolahan kopi rakyat harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji kopi yang meliputi aspek fisik, citarasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Oleh karena itu, tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Demikian juga, perubahan mutu yang terjadi pada setiap tahapan proses perlu dimonitor secara rutin supaya pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi secara cepat dan tepat. Sebagai langkah akhir, upaya perbaikan mutu akan mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme tata niaga kopi rakyat yang berorientasi pada mutu.
Untuk mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya perbaikan mutu biji kopi dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan industri sekundernya. Dari total produksi biji kopi nasional yang mencapai 600.000 ton per tahun, hanya 20% yang diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lainnya. Padahal, pengembangan produk yang demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di pedesaan.

 

II. PENGOLAHAN BIJI KOPI

*      PENGOLAHAN BIJI KOPI PRIMER
A. Proses Panen
Pemanenan kopi , jika usianya sudah produktif, harus dilakukan secara benar dan proses pasca panen harus juga mengikuti standar yang baik, sehingga kopi yang dihasilkan tetap punya kualitas tersendiri.
Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.
Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.
1. Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan  warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe).
2. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya daging buah muda sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum terbentuk maksimal. Sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi.
3. Tanaman kopi tidak berbunga serentak dalam setahun, karena itu ada beberapa cara pemetikan :
a.   Pemetikan selektif dilakukan terhadap buah masak.
b. Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak.
c. Secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
d. Secara racutan/rampasan merupakan pemetikan terhadap semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada pemanenan akhir.

B. Proses Sortasi
Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk memisahkan buah yang superior [masak, bernas dan seragam] dari buah inferior [cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit]. Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-benda tersebut dapat merusak mesin pengupas. Cara sortasi ini dilakukan langsung di kebun sesudah panen selesai.
Buah kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah untuk mendapatkan hasil yang optimal, baik dari segi mutu [terutama citarasa] maupun kemudahan proses berikutnya. Buah kopi yang tersimpan di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 36 jam akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk [stink]. Demikian juga, penampilan fisik bijinya juga menjadi agak kusam.

C. Proses Pengolahan
1. Pengupasan kulit buah
Pengupasan kulit buah menggunakan mesin pengupas [pulper] tipe silinder. Dimana pengupasan kulit buah berlangsung di dalam celah di antara permukaan silinder yang berputar [rotor] dan permukaan pisau yang diam [stator]. Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam silinder bersama dengan buah yang akan dikupas. Jika mengikuti proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air dapat mencapai 7 - 9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Untuk proses semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m3 per ton buah. Aliran air berfungsi untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder dan sekaligus membersihkan lapisan lendir. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah.
Kinerja mesin pengupas sangat tergantung pada kemasakan buah, keseragaman ukuran buah, jumlah air proses dan celah [gap] antara rotor dan stator. Mesin akan berfungsi dengan baik jika buah yang dikupas sudah cukup masak karena kulit dan daging buahnya lunak dan mudah terkelupas. Sebaliknya, buah muda relatif sulit dikupas. Buah kopi Robusta relatif lebih sulit dikupas dari pada kopi Arabika karena kulit buahnya lebih keras dan kandungan lendirnya lebih sedikit. Untuk mendapatkan hasil kupasan yang sama, proses pengupasan kopi Robusta harus dilakukan berulang dengan jumlah air yang lebih banyak.

2. Fermentasi
Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika dan tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi Robusta terutama untuk kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Pada kopi Arabika, fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhannya.
Prinsip fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah [merendam biji kopi di dalam genangan air] dan secara kering [tanpa rendaman air].
Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan biji kopi di dalam bak. Tingkat kesempurnaan fermentasi diukur secara visual dari kenampakan lapisan lendir di permukaan kulit tanduk atau dengan mengusap lapisan lendir dengan jari. Jika lendir tidak lengket, maka fermentasi diperkirakan sudah selesai. Umumnya, waktu fermentasi biji kopi Arabika berkisar antara 12 sampai 36 jam tergantung permintaan konsumen, sedang waktu fermentasi kopi Robusta lebih pendek.

3. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang masih menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas besar perlu dibantu dengan mesin. Ada dua jenis mesin pencuci yaitu tipe batch dan tipe kontinyu.
Mesin pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk silinder horisontal segi enam yang di putar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas kecil dan konsumsi air pencuci yang terbatas. Biji kopi dimasukkan ke dalam silinder lewat corong dan kemudian direndam dengan sejumlah air. Silinder ditutup rapat dan diputar dengan motor bakar [5 PK] selama 2 – 3 menit. Motor dimatikan, tutup silinder dibuka dan air yang telah kotor dibuang. Proses ini diulang 2 sampai 3 kali tergantung pada kebutuhan atau mutu biji kopi yang diinginkan. 
            Mesin pencuci kontinyu mempunyai kapasitas yang relatif besar, Kebutuhan air pencuci berkisar antara 5 – 6 m3 per ton biji kopi. Mesin pencuci ini terdiri atas silinder berlubang horisontal dan sirip pencuci berputar pada poros silinder. biji kopi dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu dan disertai dengan semprotan aliran air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang diputar dengan motor bakar mengangkat massa biji kopi ke permukaan silinder. Sambil bergerak, sisa-sisa lendir pada permukaan kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran-kotoran akan menerobos lewat lubang-lubang yang tersedia pada dinding silinder, sedang massa biji kopi yang sudah bersih terdorong oleh sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder.

4.Pengeringan
4.1 pengeringan penjemuran
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan cara penjemuran penuh [full sun drying]. Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik jika syarat-syarat berikut dapat dipenuhi, yaitu :
  1. Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
  2. Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
  3. Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur harus optimal.
  4. Pembalikan yang cukup
  5. Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.
  6. Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah.
Penjemuran sebaiknya menggunakan model para-para [meja pengering] atau lantai semen. Model para-para menggunakan lantai jemur dari papan kayu, anyaman bambu atau kawat ayakan dan disangga dengan kaki-kaki lebih kurang 0,50 m dari permukaan tanah. Jika diperlukan, meja pengering dapat diberi penutup dari kain terpal atau plastik tembus sinar [transparan]. Model para-para mempunyai beberapa keunggulan antara lain dalam hal :
  1. Penuntasan air permukaan dari kulit tanduk berjalan lebih sempurna.
  2. aliran udara lingkungan di bagian bawah meja akan membantu proses pengeringan.
  3. rambatan [difusi] air tanah ke dalam tumpukan biji dapat dihindari.
  4. kontaminasi bahan-bahan non-kopi dapat diperkecil.
Berbeda dengan model para-para, model penjemuran dengan lantai semen atau kongkret mempunyai hamparan penjemuran langsung di atas permukaan tanah. Profil lantai hamparan dibuat miring lebih kurang 5 - 7o dengan sudut pertemuan di bagian tengah lantai. Pinggiran lantai dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan tiang-tiang penyangga untuk mengkaitkan plastik petutup [terpal]. Saat hari hujan, hamparan buah kopi digunungkan [heaping] di bagian tengah lantai dan ditutup dengan terpal.
Baik menggunakan model para-para maupun lantai semen, ketebalan hamparan biji kopi di atas lantai jemur sebaiknya antara 2 - 5 lapisan biji atau 8 - 12 kg per m2. Namun, nilai ini bisa bervariasi tergantung pada kondisi cuaca dan frekuensi pembalikan hamparan bijinya. Pada saat masih kondisi basah, pembalikan biji kopi dilakukan secara lebih intensif, yaitu setiap 1 jam sekali agar laju pengeringan lebih cepat dan merata. Pada areal kopi Arabika yang umumnya di dataran tinggi, kondisi cuaca tidak selalu mendukung untuk proses penjemuran secara optimal. Untuk mencapai kisaran kadar air antara 15 - 17 %, waktu penjemuran dapat berlangsung sampai 2 minggu.

4.2 Pengeringan mekanis
Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan cara pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis maupun mutu hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin [siang dan malam] sehingga buah atau biji kopi dapat langsung dikeringkan dari kadar air awal 60 – 65 % sampai kadar air 12 % dalam waktu yang lebih terkontrol.
Pengering mekanis mempunyai fleksibilitas pengoperasian yang tinggi dan mempunyai kapasitas pengeringan yang  besar karena sumber panasnya tidak tergantung pada cuaca. Jenis sumber panas pengering mekanis disesuaikan dengan ketersediaaan bahan bakar di sekitar kebun kopi seperti kayu bakar atau minyak tanah [Sri Mulato, 1994]. Selain itu, pengering mekanis dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara pengering sehingga proses penguapan air dari biji kopi dapat diatur sesuai kebutuhan. Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus [siang dan malam], maka kadar air 12% dapat dicapai selama 48 – 54 jam.
Tujuan dari proses ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji [huidig]. Jika pengeringan suhu tinggi ini terlalu lama, maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan.

5.  Sortasi
Biji kopi yang sudah berbentuk seperti beras harus disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat bijinya. Kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi, harus juga dipisahkan. Sortasi ukuran dilakukan dengan ayakan mekanis tipe silinder berputar atau tipe getar.Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan ukuran lubang 5,50; 6,50 dan 7,50 mm. Untuk mesin sortasi tipe getar, ketiga ayakan disusun bertingkat, sedang tipe silinder putar ketiganya dipasang secara berurutan [seri]. Masing-masing tingkat atau seri ayakan dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan [outlet] biji dengan ukuran yang sesuai dengan lubang ayakannya. Biji hasil sortasi atas dasar kelompok ukuran kemudian dikemas di dalam karung goni.

6. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan biji kopi beras yang telah disortasi dalam kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang [Hensen et al., 1973; Hall, 1970; Klett, 1987]. Kadar air kesetimbangan biji kopi pada kelembaban relatif udara 70% adalah 12% [Sievetz and Foote, 1973; Oskari, 1997]. Kadar air biji kopi akan naik selama disimpan di dalam gudang yang lembab [kelembaban relatif udara > 95%]. Untuk itu, gudang penyimpanan biji kopi di daerah tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penyinaran dan sirkulasi udara dalam jumlah yang cukup.
Karung-karung ditumpuk dengan rapi di atas papan kayu [palet] agar tidak langsung bersinggungan dengan permukaan lantai. Kapasitas penggudangan biji kopi lebih kurang 600 kg biji kopi per m2 luas lantai gudang. Tumpukan karung dekat dinding dijaga 10 – 20 cm dari dinding gudang. Serapan air dari udara, permukaan lantai dan dinding akan memberi peluang serangan jamur dan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan termasuk beberapa jenis jamur penghasil okhratoksin. Sanitasi atau kebersihan yang kurang baik menyebabkan hama gudang seperti serangga atau tikus akan cepat berkembang dan pada akhirnya akan merusak biji kopi sebagai makanan.


*      PENGOLAHAN BIJI KOPI SEKUNDER (KOPI BUBUK)
1. Penyangraian           
Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai menggunakan mesin sangrai tipe silinder berputar. Silinder sangrai dapat digerakkan dengan motor listrik atau motor bakar, sedang sebagai sumber panas adalah kompor minyak tanah atau gas. Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch tergantung ukuran diameter silindernya.
            Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut,
  1. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan [warna coklat muda],
  2. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium [warna coklat agak gelap]
  3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap [warna coklat tua cenderung agak hitam].
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar air biji kopi berasanya dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar.
Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut [over roasted]. Untuk bak pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji kopi sangrai lebih bersih.
                                                                                       
2.Penghalusan
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi rasa dan roma yang lebih optimal. Mesin penghalus menggunakan tipe Burr-mill
Mesin ini mempunyai dua buah piringan [terbuat baja], yang satu berputar [rotor] dan yang lainnya diam [stator]. Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya geseran antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Kopi bubuk ukuran halus diperoleh dari ayakan dengan ukuran lubang 200 Mesh, sedangkan untuk ukuran bubuk medium digunakan ayakan 120 mesh. Jika dipasang ayakan 200 Mesh, sebagian besar [79 %] kopi bubuk akan mempunyai ukuran antara 0,90 - 1,0 mm. Kapasitas mesin penghalus antara 10 – 60 kg per jam tergantung pada diameter piringan penghalusnya.Proses gesekan yang sangat intensif akan menyebabkan timbul panas di bagian silindernya dan akan menyebabkan aroma kopi bubuk berkurang. Untuk menghindari tersebut, maka mesin penghalus sebaiknya dihentikan dan didinginkan sejenak saat suhu kopi bubuk di dalam bak penampung meningkat secara tidak wajar.

3. Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama distribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar tradisional dan di pasar swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh pemakai. Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan [suhu lingkungan], tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek [stale], sedang oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi. Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
  1. Daya transmisi rendah terhadap uap air
  2. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen
  3. Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau
  4. Sifat permeable terhadap gas CO2
  5. Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya
  6. Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan
  7. Mudah dan murah diperoleh.
Selain keawetan, kemasan juga harus dapat menarik minat pembeli kopi bubuk melalui rancangan gambar, warna dan tulisan yang ada diluarnya. Tampilan yang paling baik adalah dengan model cetak [hot printing]. Sedang untuk menutup lubang kemasan, dapat digunakan alat pengempa panas tipe manual Jika diinginkan usia simpan kopi bubuk yang lebih lama, oksigen di dalam kemasan dapat dikurangi ke tingkat yang paling rendah [< 1 %] atau jika mungkin nol persen dengan pengemas vakum [hampa].




III. ANALISIS KELAYAKAN USAHA

Analisis kelayakan usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usahaAnalisis kelayakan usaha mencakup beberapa aspek antara lain: aspek pasar, aspek lingkungan, aspek pengolahan atau proses pembuatan.

1. Aspek Pasar
Pada umumnya aspek pemasaran meliputi kegiatan-kegiatan yang dikenal dengan 4P (Product, Price, Promotion, Place), kegiatan pemasaran ini juga seringkali disebut bauran pemasaran (marketing mix). Salah satu bauran pemasaran yang terpenting adalah Produk. Dimana dalam produk terdapat tingkatan (klasifikasi) produk dan atribut pruduk
*          Klasifikasi Produk
1.    Produk Utama (Core Benefit): Adalah manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pembeli dari setiap produk.
2.    Produk Generik (Generic Product): Adalah produk dasar yang mampu memenuhi secara fungsional (minimal agar berfungsi) produk.
3.    Produk Harapan (Expected Product): Adalah produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dankondisinya yang secara normal (layak) diharapkan dan disepakati dibeli.
4.    Produk Pelengkap (Augmented Product): Adalah berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan berbagai manfaat sehingga memberikan tambahan kepuasan dan mampu dibedakan dengan produk pesaing.
5.    Produk Potensial (Potential Product): Adalah kondisi produk yang mempunyai peluang dan dipersiapkan untuk dikembangkan di masa depan.

*          Atribut Produk
Atribut produk meliputi merk dan pembungkusan.



2. Aspek Pengolahan atau Proses pembuatan
Untuk mendapatkan mutu biji kopi yang memenuhi standar, seragam dan konsisten, setiap tahapan pengolahan harus diawasi secara teratur dan berkelanjutan sehingga pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Tabel 1 menunjukkan jenis pengawasan proses [proses kontrol] dan kontrol mutu yang harus dimonitor padapengolahan biji kopi.
Tabel 1. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kopi



3. Aspek Lingkungan
Dalam aspek ini hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan bibit bersetifikat, terutama apabila proyek membutuhkan bibit dalam jumlah besar dan faktor-faktor lingkungan.
Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. 




























IV. KESIMPULAN

Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu dan mudah digunakan. Dimana cara pengolahan buah kopi sampai menjadi produk akhir mengalami 2 macam pengolahan. secara primer dan sekunder.
1. Pengolahan secara Primer


Tahapan pengolahan kopi secara semi-basah [kiri] dan secara kering [kanan].
2. Pengolahan secara Sekunder

                                                       KOPI BERAS

Penyangraian


Penghalusan/penggilingan



Pengemasan









DAFTAR PUSTAKA
                                                                                 

Aspek Produksi. 2009. http://www.bi.go.id

Panen Kopi dan Penanganan Pasca Panen. 2009.http://andbrother.blogspot.com
                          
Proses Pengolahan Kopi. 2009. http://www.aped-project.org































0 komentar: